Mohon tunggu...
Si Thesigner
Si Thesigner Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konstelasi Pilkada DKI

18 Februari 2017   20:57 Diperbarui: 18 Februari 2017   21:02 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konstelasi politik  : sebagai berikut penulis ibaratkan memang seperti bangunan, dan  bentuk bangunan politik atau keadaan dan perkembangan kehidupan politik dalam sebuah bangunan Negara, yang setelah melakukan beberapa analisa terhadap makna konstalasi yang sesuai dari beberapa sumber, penulis menemukan pengertian tersebut. Dari banyak literasi dari berbagai macam sumber buku, yang pernah penulis analisa, memang rata - rata, menggunakan rujukan suatu kondisi bangunan negara yang memang secara real dan juga telah berjalan menjadi tolok ukur dalam kerangka demokrasi. Jika kita terus mengacu pada beberapa negara yang menjadi sumber rujukan, tentu tidak mudah, dan harus melalui proses yang melelahkan, dan mungkin juga memilukan. Pertanyaannya, bagi seluruh warga DKI, dan Indonesia, sudah siapkah kita menerima konsekuensi logis jika demokrasi yang menjadi super - model literasi ilmiah itu diterapkan di Negeri yang berkultur seperti Indonesia ? Ini yang pertama. Sehingga, menurut penulis, isu - isu yang berkembang selama " ajang " Pilkada Serentak 2017 di negeri ini, terutama di DKI yang begitu menyedot seluruh perhatian negeri, adalah pendidikan politik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Yang menjadi salah satu proses pendewasaan dalam masalah hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat dan negara. 

Pernah dalam sebuah proses pengerjaan tesis, untuk jurusan Ilmu Pemerintahan, terkadang penulis tersenyum - senyum simpul. Kok lucu ya,  ketika penulis membahas birokrasi, ada beberapa kalangan yang menurut nota bene berderet gelar baik dalam dan luar, membahas birokrasi masih begitu kaku ? Apalagi membahas hal mengenai azaz munculnya teori birokrasi dan sistem pelayanan publik. Ketika azaz dasar yang menjadi teori penulis sebutkan, justru malah tidak menjadi sorotan utama. Padahal, munculnya segala yang berhubungan dengan birokrasi dan demokrasi bersumber dari azaz dasar sebagai warga negara yang baik. Dimana hak dan kewajiban, antara warga masyarakat dan negara, benar - benar memiliki sebuah kedudukan yang penting dari kedua belah pihak, antara warga negara dan negara itu sendiri. Lalu bagaimana dengan Pemerintah ? aah Pemerintah kan cuma Pegawai, dan fasilitator, mediator. Makanya harus bersikap dan punya sikap. Jadi justru yang benar - benar  berhak adalah warga negara dan negara. 

Jika kita mampu menelaah dalam alinea kedua uraian diatas, tentu segala hal yang berhubungan dengan birokrasi, dan demokrasi akan berjalan dengan baik. Sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan GBHN.  Dan jika sistem perundang - undangan dan tata peradilan berbicara, tentu hal tersebut memiliki muatan bicara atas dasar kerangka sebuah negara, bukan pemerintah dan bukan rakyat. 

Sehubungan dengan Sorotan Pilkada DKI, tentu penulis juga tidak asal berbicara dalam sebuah tulisan. Maka muncul yang penulis pakai dalam judul sebagai sebuah KONSTELASI. Tentu ini yang menurut penulis, sangat memiliki makna dalam dan luas. Seperti pada alinea  pertama jelaskan mengenai istilah KONSTELASI. Karena hal tersebut merupakan sebuah proses pembentukan, kerangka politik dalam sebuah sistem pemerintahan negara.  Selama ini dalam banyak observasi, pola perkembangan kehidupan memang bak suara yang terkadang suara lebih dulu datang dari pada gerak, informasi, rumor, dan isu bisa dikatakan demikian. Nah, mengenai isu, tentu dibedakan menjadi right isu ( realitas, kenyataan ) dan isu ( hoax ). Problematika tersebut tertuang dalam sebuah ajang yang dinamakan Demokrasi. Karena bermacam - macam kultur dan etnis, yang ingin memberikan suaranya sebagai salah satu kewajiban warga negara, untuk memberikan suara pada wakil - wakilnya. Baik yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) dan Pemerintahan itu sendiri. Karena Pemerintah itu terdiri dari Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Sebagai salah satu sample yang menjadi TRENDING topik, ajang Pilkada Serentak, DKI menjadi sample utama dalam sebuah proses Demokrasi di negeri ini. Karena sebagai Pusat Ibu Kota Negara yang menjadi sorotan seluruh mata dunia. Untuk itulah Proses Pilkada DKI, benar - benar menjadi sebuah cerminan Sistem Demokrasi dalam suatu wilayah atau daerah yang mayoritas memiliki tingkat intelektualitas, dan materi lebih tinggi dibanding dengan daerah - daerah lain dalam banyak sorotan dan pandangan. Walau sebenarnya tidak demikian juga.  Tapi sebagai basis tempat Ibu Kota Negara berada, yang menjadi banyak representatif negara - negara di seluruh dunia berada, tentu memiliki konsekuensi yang rentan konflik interest dengan berbagai unsur kekuatan elemen pertumpu. Dan hal tersebut telah terbukti dengan jelas. Sehingga memang Kosntelasi Pilkada DKI menjadi salah satu cerminan akan sebuah reformasi yang telah digulirkan oleh POROS TENGAH, yang menurut pengamatan penulis, berputar bak baling - baling, yang hingga hari ini masih terlihat iklim perpolitikan ( kehidupan berbangsa dan benegara di negeri kita ) masih kocar - kacir dilanda angin " puting beliung ", mencari kiblat dan arah pergerakan reformisnya sesuai dengan sistem Demokrasi yang pas. Orde lama telah berlalu, orde baru yang selalu bertanya kabarnya, gimana mas brow...enak zaman endi ? Sering sekali membuat penulis tersenyum senewen. Apalagi semenjak REFORMASI yang bak anak kambing kehilangan induknya. Sehingga terkesan selalu mencari " kambing hitam " dalam setiap isu dan konflik yang muncul selama proses demokrasi berlangsung.

Mudah - mudahan, dengan selesainya Pilkada Serentk 2017, penulis berharap, perhatian kita semua kembali pada tujuan dan inti dari proses Demokrasi itu sendiri. Dimana Demokrasi Pancasila Yang Terpimpim sebagaimana telah dikemukakan oleh beliau, memang sudah baik, benar dan pas sesuai dengan kondisi budaya di Negeri kita.  " Jangan beri, negeri ini dengan demokrasi yang akan memporak porandakan negeri ini, tapi beri rakyat dengan sebuah demokrasi, yaitu Demokrasi  Pancasila yang terpimpin dan tertata dengan baik. Artinya, dari suatu kondisi yang tidak beraturan, dan saling berbenturan, bisa menjadi sebuah sistem Demokrasi yang baik dan teratur, karena sebuah kepemimpinan seorang Pimpinan.  Mohon maaf, atas segala kekurangan dan juga kesalahan dalam uraian ini. Semoga bermanfaat, terimakasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun