Mohon tunggu...
Prakasita Nindyaswari
Prakasita Nindyaswari Mohon Tunggu... Administrasi - Gula Jawa

Love coffee and cheesy jokes. Passionate in arts and cultures. International Relations graduate, but currently into Law.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tinder Bukan Tempat yang Tepat untuk Hubungan Jangka Panjang?

9 Februari 2019   16:23 Diperbarui: 10 Februari 2019   23:53 2629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini, saya mendengarkan cerita teman-teman saya mengenai Tinder. Bagi yang belum tahu apa itu Tinder, ini adalah salah satu aplikasi cari jodoh yang paling hits yang (dulunya) dianggap tidak alay. Sehingga, banyak orang-orang yang dulunya malu-malu untuk bergabung di aplikasi atau web perjodohan, kini mulai memberanikan diri.

Saya sendiri pernah mencoba aplikasi ini dan saya menarik kesimpulan: Tinder is not the right place to look for a long-term relationship. 

Suatu malam sembari menyesap kopi hangat di sebuah coffee shop favorit di Jakarta Pusat, teman saya secara khusus mengajak saya bertemu untuk membahas mengenai dunia per-Tinder-an.

Teman saya ini perempuan dan belum pernah punya pacar sampai sekarang. Jangan cepat menghakimi, karena tidak ada yang salah dengan teman saya ini. Secara penampilan oke, dia juga pintar dan sangat easy going. Memang takdir Tuhan saja, belum waktunya.

Dia bercerita bahwa dia mendapatkan 500-an matches di Tinder dan dia mengobrol dengan 200-an matches-nya. Oke, bagi yang belum mengerti bagaimana Tinder bekerja, saya sedikit jelaskan ya. Di Tinder, kita diberikan banyak sekali pilihan dan kita memilih dengan cara swipe right jika menyukai profil seseorang dan swipe left jika tidak suka.

Tidak ada Batasan jumlah swipe dalam sehari. Kita baru bisa ngobrol dengan orang yang juga men-swipe right profil kita. Begitulah, lanjut lagi ya. Saya cukup terkejut ketika mengetahui banyaknya jumlah matches teman saya tersebut. 

Dia bercerita tidak banyak laki-laki yang mencari hubungan yang serius. Kalaupun ada, biasanya kurang asyik diajak ngobrol. Cukup banyak laki-laki yang berpenampilan menarik, berpendidikan tinggi, dan bekerja di tempat yang oke di Tinder.

Namun, mayoritas dari mereka bergabung di Tinder hanya just for fun atau friends with benefit atau one night stand. Biasanya yang tujuannya buat ena-ena kayak gitu bisa terbaca dari profilnya, yaitu tidak memasukkan kata apapun di bio-nya.

Normalnya, jika kita benar-benar niat mencari jodoh, kita semestinya memastikan bahwa profil kita cukup menarik dan paling tidak bias memberikan sedikit informasi mengenai diri kita. Namun, banyak juga yang memasukkan kata-kata menarik di bio-nya, namun ketika berbicara ujung-ujungnya mengarah ke seks. 

Teman saya itu bercerita bahwa mungkin 80% dari orang-orang yang dia temui secara langsung melalui Tinder berakhir ke ajakan ena-ena. Teman saya yang belum pernah pacaran itu lantas sempat skeptis dengan yang namanya cinta. Dia menjadi sempat tidak percaya dengan laki-laki. Dari pengalaman saya sendiri ketika mencoba Tinder, ada banyak hal-hal lucu yang saya temui.

Pertama, saya beberapa kali menemukan pacarnya teman saya sendiri di sana, bahkan saya beberapa kali menemukan suami orang yang saya kenal. Kedua, begitu banyak laki-laki yang tidak pandai membuat profilnya menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun