Mohon tunggu...
Siswo Budi Utomo
Siswo Budi Utomo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi Manfaat untuk Bekal Akhirat

Never stop dreaming

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Bisa Kita Harapkan dari Kebijakan Merdeka Belajar?

29 Desember 2019   08:34 Diperbarui: 21 Januari 2020   08:29 3671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa potensi afeksi dan konasi  masih sangat kurang untuk diberdayakan dalam proses belajar?, Apakah selama ini guru kita tidak sempat?, ataukah guru kita kurang kreatif?, atau memang kurikulum kita terlalu luas dan mendetail teori - teorinya?, mari kita berevaluasi!

Mari kita terus berevaluasi dengan merasakan praktik pembelajaran yang terjadi. Jumlah bidang studi yang banyak, dengan pola belajar yang menilai dari hasil (bukannya mengukur keberhasilan dari proses, dengan indikator seberapa tinggi antusias siswa untuk mendapatkan ilmu melalui pengalaman keilmuwan yang dirasakan oleh dirinya).

Kemauan siswa memproses itulah yang sejatinya nanti membentuk anak bisa mengkonseptualisasikan suatu kasus, mentalnya tetap fokus pada masalah, dan daya nalarnya bermain untuk penyelesaian masalah. Bukan sekedar penguasaan logika formal yang cenderung sudah pasti semua variabelnya.

Banyaknya pelajaran sekolah dan metode pembelajarannya yang cenderung berhenti pada tataran kognitif tentu kegiatan belajar di sekolah bukan lagi hal menyenangkan bagi siswa.

Kalau kita bertanya pada orang tua siswa, khususnya ibu - ibu rumah tangga yang mendampingi buah hatinya ketika mengerjakan PR atau ketika belajar mereka akan menjawab " Pelajarannya njelimet, saya bingung mengajari anak saya, karena kelamaan dan anak sulit mencerna juga, ya sudah PR nya saya yang mengerjakan ", itulah yang terjadi.

Bagi mereka yang idealis akan proses pembelajaran akan berkomentar, "Nilai pelajarannya bagus tetapi kok sampai lulus SMA belum menunjukkan inisiatif untuk sedikit lebih berani dengan mengembangkan metodenya sendiri meningkatkan skill di bidang yang dia sukai, ada apa ya?"Sebagai ilustrasi dalam bidang sastra misalnya, hal itu ditunjukkan dengan berlatih banyak menulis, membenahi tulisannya, meriset lagi target pembacanya bila memang kurang diminati karyanya, dan mencoba berkirim ke redaksi dan semacamnya.

Mereka yang idealis tersebut akan bertanya pada ilustrasi tersebut, "mengapa hal kecil semacam itu belum dilakukan tetapi teori teori jenis jenis bacaan yang menjadi pekerjaan besar di kalangan akademisi selalu ada dalam pelajarannya dan nilainya juga bagus?" ibaratnya mengapa hal kecil saja belum bisa atau belum sempat dia jalankan tetapi sudah terlalu jauh berbicara yang besar, lagi pula hal kecil tersebut juga masih berhubungan dengan pekerjaan besar tersebut".

Demikian ilustrasi singkatnya, pada intinya idealnya selama proses pembelajaran 12 tahun sudah nampak potensi yang menonjol, skill yang dipilih oleh siswa untuk dipelajari dan dipersiapkan untuk masa depan.

Namun pada ilustrasi siswa sastra tersebut pengalaman pembelajarannya seolah tidak membuat siswa hadir, teori penulisan level yang tinggi yang biasanya  dilakukan oleh kalangan ilmuwan tersebut masih dikenali dari pengalaman kognitif dan kesempatan yang ada nyata kurang teroptimalkan atau saya menyebutnya pengalaman kognitif yang pinggiran.

Mari kita renungkan, bagaimana siswa menguasai suatu skill jika dalam praktiknya dia tidak ada keterlibatan, penalaran yang hadir, sejumlah proses trial error yang telah dilakukan, prosedur yang keliru karena belajar, abstraksi yang hadir dalam pembelajaran, kesan afeksi yang didapatkan. Kenapa selama ini praktik yang terjadi sering kali dengan sistim kebut materi, siswa belum enjoy dengan materi sudah hadir materi baru lagi.

Sejauh proses pengajaran guru, kurikulum dan tujuan akhir pendidikan sudah tepat, Hal itu membuat potensi yang sudah dikarunikan tuhan kepada anak akan berkembang secara optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun