Mohon tunggu...
The Ups and More Downs
The Ups and More Downs Mohon Tunggu... -

Ingin sebuah ketenangan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Seseram Itukah?

21 Juni 2018   21:37 Diperbarui: 21 Juni 2018   22:30 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

I usually write everything in English. It is so much more easier to express my feelings and it comes naturally out of my brain what I want to say. However, I am so aware this a platform for Indonesian writing so I'm here trying to explore more my writing in Indonesian although it's gonna be really cringe and it just does not come naturally. At least I'm trying, right?

Sebenernya apa yang aku tulis disini lebih seperti sebuah curhat tapi bukan sebuah curhat menye ala anak-anak jaman sekarang. Aku mau sharing soal mental illness yang aku alami. Apa yang aku tulis disini sangat subjektif dan tidak butuh judgement dari pembaca karena aku murni hanya ingin sharing. Bisa dibilang ini juga sebuah terapi untuk bisa cope up dengan apapun yang terjadi. 

Apa yang akan aku tulis juga akan mengarah ke suicide karena ini bagian dari perjalananku. It's a part of me that sucks like shit but it exists and I don't want to deny it. Kalau disini aku bisa mendapat sebuah support, itu akan lebih baik dan semoga tidak ada komen-komen atau tanggapan-tanggapan negatif. Mentall illness bukan sebuah lelucon biarpun itu terlihat tidak masuk akal. Jadi, sebelum saya memulai, please be on my shoes and try to see things from my perspective.

Sejak kapan? Hmm... ntahlah. Tapi, aku mulai merasa ada yang salah sejak 3 atau 4 tahun yang lalu. Aku sangat takut sendiri dan setiap kali aku sendiri banyak pikiran-pikiran jelek yang menghantuiku dan membuatku merasa kehilangan semuanya. Tentu saja ada yang memacu hal itu terjadi yaitu, ketika aku putus dengan pacarku

. Terdengar cheesy ya tapi itu sebabnya aku ingin kalian melihat ini dari perspektif ku dulu. Aku sangat luar biasa sayang dengan pacarku waktu itu dan ketika dia memutuskan untuk putus tanpa alasan yang jelas (kami tidak pernah mengalami masalah dengan orang ketiga waktu itu), aku merasa aku bukan apa-apa. Perasaan ini tidak enak ini terus tumbuh dan berkembang karena aku hanya membiarkannya saja. Setiap kali cerita ke orang, mereka akan bilang, "Gapapa, nanti juga move on kok." Sayangnya, yang menjadi masalah bukanlah soal move on tapi rasa apresiasi diri yang sudah hilang dan tekanan terhadap diri sendiri.

Sekitar tiga tahun yang lalu, suatu malam aku merasa luar biasa gelisah tanpa ada sebab. Waktu itu aku sedang mengerjakan tugas kuliah dan merasa baik-baik saja. Kegelisahan tersebut muncul tiba-tiba dan aku merasa sangat buruk. I felt like the world was crushing down. There were these voices in my head telling me I was useless and unloved. Nobody wanted me. My life sucked. 

Dan, malam itu bayang tentang mantan pacarku muncul lagi dan suara di kepala ku mengatakan, "That's why he left you. You're miserable. He doesn't appreciate you." Pikiran-pikiran ini terus menghantuiku dan menyebabkan aku mulai sesak napas, tanganku bergetar, dan keringat dingin. Aku menangis dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Terlalu lelah, akhirnya aku tidur dan ketika aku bangun, aku merasa seperti biasa. 

Hal seperti ini kemudian terjadi berulang-ulang kali. Aku sadar ada yang salah dengan diriku maka aku menemui seorang dosen di fakultas psikologi. Aku menceritakan apa yang aku alami dan simtom-simtom fisik lainnya. Dosen tersebut mengatakan aku mengalami Generalised Anxiety Disorder dan Panic Attack. Hal ini dikarenakan trauma di masa lalu dan beliau bertanya apakah aku sering mengalami kekecewaan. Well, I got a lot of disappointment in family and high schools, and also my breakup. Saat itu, beliau hanya menyarankan agar aku jangan terlalu sering sendiri dan setiap perasaan tidak enak datang, aku harus cerita ke seseorang. 

Aku berusaha untuk cerita. Sayangnya, di Indonesia belum begitu banyak orang yang sadar tentang mental illness dan hal ini menyebabkan aku selalu dianggap remeh. Cerita-ceritaku dan semua kegelisahanku dianggap berlebihan. Ada beberapa orang yang aku percaya dan mereka memahani apa yang aku alami tapi aku merasa terlalu membebani mereka dengan cerita dan perasaan-perasaan ku yang sangan depresif ini. Aku mulai membatasi diriku untuk bercerita mereka. Tapi sayangnya, hal ini menjurus ke sesuatu yang jauh lebih buruk. Suicidal behaviour.

Aku mengalami sangat banyak kekecewaan. I felt I was taken for granted. Unwanted. Depressed. Burdening others. Useless. I cared to a lot of people but I got none. Nobody really cared about me -about what I was going through. Nobody understood this anxiety was shit that it eroded every will to live within me. Lelah untuk merasa kecewa dan tidak berguna, lelah untuk merasa sakit, aku memutuskan untuk menyelesaikan semuanya. So, I tried to drink poison. Waktu itu aku juga sedang menelepon temanku dan menangis. 

Aku merasa capek untuk hidup. Aku kehilangan esensi tentang hidup. I wanted to say goodbye to her and thank her for being with me through my hardest moments in life. That time, I already felt shit inside my body. It was burning inside and I felt so nausea. My hands shook so bad and I started thinking, "Is it happening?" There was a huge relief inside knowing that I was about to end everything. Indeed it was so painful but I couldn't enjoy more.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun