Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jaras Dikata Raga Jarang

22 Januari 2021   10:54 Diperbarui: 22 Januari 2021   12:14 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar (olah pribadi aplikasi inCollage)

Teman-teman tertawa mendengar protes darinya. Semua paham mengapa Raka mengoloknya begitu, karena gigi Gani bagian atas keropos akibat keseringan makan permen, menyisakan gigi-geligi yang tidak rapi, berikut taring kecilnya.

"Nah, anak-anak, Bu Zahra tanya nih. Apakah mengolok-olok itu baik?"
"Tidak, Buuu!" sahut kami kompak.
"Apakah anak yang baik itu saling mengolok?"
"Tidaaak!" sahut kami, sambil tertawa lagi.
"Apa yang sebaiknya dilakukan Raka dan Gani sekarang?"
"Ber-ma-af-faaan!" seru kami semua.

Tepat saat kami berseru demikian, Bu Atik dan Raka memasuki kelas. Semua mata tertuju memandang Raka yang sudah tidak menangis lagi. Baju seragamnya sudah berganti dengan baju bagus persediaan di sekolah, langsung duduk di sebelah Wahyu.

"Anak-anak, Raka marah kepada Gani karena merasa diolok-olok. Tetapi Raka sudah mengakui kepada Bu Guru bahwa ia yang pertama memulai olokan tersebut. Rupanya justru Raka yang marah, sehingga mengambil sepatu boot milik Gani dan melemparnya ke tengah kolam. Sebagai hukuman atas perbuatannya, sengaja Bu Atik meminta Raka yang mengambil sendiri sepatu tersebut. Hingga terjadilah seperti yang kalian lihat." Pandangan Bu Atik yang teduh dan sabar menyapu seluruh mata anak didiknya yang duduk terdiam mendengar penjelasannya.

"Raka dan Gani, silahkan berdiri, Nak!" Bu Zahra memandang ke arah mereka berdua. "Maukah kalian saling bermanfaaan?" pinta Bu Guru yang cantik itu. Tampak malu-malu mereka mengangguk.

Bu Atik mengandeng Raka maju ke depan kelas, begitu juga Bu Ningsih menggandeng Gani. Mereka berdua berhadapan dan saling pandang.

Tiba-tiba mereka tertawa. "Besok kuceburin kamu ke kolam ya!" kata Raka. "Wooi, enak aja! Enggak!" balas Gani ketawa.

"Eh, katanya mau bermaafan, kok mulai olok-olokan lagi," sergah Bu Atik. Seisi kelas tertawa. Akhirnya Raka dan Gani bersalaman dan berpelukan. Semua bertepuk tangan. Daniar merasa lega.

"Ingat pesan Bu Guru, Nak. Jaras dikata raga jarang. Janganlah mencela orang lain, sedang diri sendiri ada celanya. Tak elok mengolok-olok, sedang diri kita ada jua kekurangannya. Kalau dicubit sakit, maka jangan kau cubit pula kawan. Hati sama-sama sakit. Saling memaafkan itu lebih baik dan melegakan perasaan. Paham, Nak?"


"Ya, Bu Guru!" Suara anak-anak kompak.

Daniar menoleh ke bangku sebelah. Resti mengumbar senyum padanya. Mereka megacungkan jempol bersama. Dalam hati terpatri akan nasehat guru dan orang tua, agar berteman dengan santun dan elok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun