Ruang publik berbangsa terus kisruh akibat sebagian masyarakat yang memaksakan kehendak di ruang demokrasi. Kebanyakkan tidak menyadari bahwa dalam sistem politik demokrasi setiap orang bebas menyampaikan aspirasi dan kehendaknya namun secara bertanggung jawab, karena ada ruang orang lain yang juga harus dijaga dan dihormati.
Dirasakan hampir dua puluh tahun lamanya Indonesia menjalankan sistem politik demokrasi namun belum dipahami dengan baik oleh sebagian anak bangsa bagaimana proses berdemokrasi yang benar. Terbukti dirasakan kehidupan berbangsa terus ricuh, apalagi dengan adanya wabah Covid-19 yang semakin menambah ruwet situasi nasional.Â
Saling memaksakan kehendak, merasa paling benar, tidak mau kalah bukti demokrasi belum matang sejatinya ruang demokrasi dijadikan ajang saling jalin silaturahmi kebangsaan sekaligus berfungsi untuk saling mencerahkan dan menginspirasi akan semakin menghangatkan hubungan antar anak bangsa yang berarti membentuk imunitas tubuh yang kuat dalam situasi wabah yang juga belum teratasi secara maksimal. Â
Sejak era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun ruang demokrasi nasional tidak luput dari kritikan hingga hujatan kepada pemerintah.Â
Bahkan kepemimpinan nasional yang berasal dari latar belakang militer akademisi perpaduan ilmu dan kepemimpinan yang kuat sebagai karakter yang sempurna bagi Indonesia yang memiliki keberagaman sosial, terus dikritisi hingga terkadang kelewatan dalam menyampaikan aspirasi namun dimakhlumi karena saat itu Indonesia baru menjalankan sistem politik demokrasi dan SBY adalah presiden pertama yang dipilih secara demokratis. Ini merupakan sejarah besar bagi bangsa Indonesia.
Tidak ada bedanya dengan kondisi saat ini, di kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) juga mengalami hal yang sama, dimana rakyat sudah semakin cerdas dan kritis.Â
Untuk menghadapi situasi seperti ini tentu dibutuhkan kepemimpinan yang tangguh agar siap menghadapi kritisi dengan efektif sebagai cambuk dalam membangkitkan semangat untuk bergerak memenuhi aspirasi rakyat.Â
Sayangnya pemerintahan Jokowi mengambil cara yang kurang tepat, entah darimana munculnya ide terciptanya para buzzer yang terus menyerang para pengkritisi secara ekstrim sehingga terkesan jadi membenturkan rakyat dengan rakyat.Â
Kondisi seperti ini tentu sulit bagi pemerintah dapat bekerja tenang karena dibutuhkan keheningan agar bisa fokus dan maksimal dalam menjalankan seluruh tugas yang diamanahkan.Â
Serangan buzzer cenderung berfokus pada hal yang tidak substansial, sehingga menghabiskan banyak waktu, energi dan melelahkan serta melemahkan. Kritisi dianggap sebagai nyinyiran, sejatinya jika berfokus pada substansial maka lebih jernih sebuah persoalan dilihat dan dapat terselesaikan dengan cepat, lebih membantu keberhasilan kinerja pemerintah.
Bagaimanapun dalam sistem politik demokrasi kritik berfungsi sebagai penyeimbang bagi jalannya sebuah pemerintahan agar tidak salah arah dan goyah, tidak korupsi karena kental nuansa oligarki. Kritik itu adalah perintah konstitusi, jika dilawan itu sama dengan melawan konstitusi.Â