Mohon tunggu...
Susilawati
Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemimpin Visioner Tidak Butuh 3 Periode Jalankan Amanah Rakyat

7 Juni 2021   17:05 Diperbarui: 7 Juni 2021   17:06 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di era demokrasi, dalam UU politik mengatur bahwa setiap orang yang telah memenuhi syarat dalam politik demokrasi berhak dipilih dan memilih. Yang artinya siapapun sebagai warga negara Indonesia (WNI) berhak mencalonkan diri sebagai wakil rakyat ataupun kepala daerah maupun kepala pemerintahan. Banyak anak bangsa yang menginginkan berada pada posisi ring 1 secara nasional  tanpa berpikir matang bahwa beban dan tanggung jawab sebagai kepala pemerintahan apalagi untuk negara sebesar Indonesia adalah bukan perkara mudah. Kebanyakan orang sangat ingin melakukan perubahan ke arah lebih baik dalam waktu cepat.

Akhirnya saat diberi amanah hanya karena terpenuhi syarat secara UU tetapi bukan syarat khusus tentang kemampuan dan integritas, akhirnya saat mengemban amanah cenderung kebijakan diambil mengkhawatirkan stabilitas negara. Mengerjakan pekerjaan tidak terintegrasi baik dengan semua bagian terkait akan memunculkan masalah baru. Jika begitu terus yang terjadi, menimbulkan ketidak kepercayaan kepada pemerintah dan antar rakyat saling gaduh/ricuh.

Pentingnya seorang pemimpin memiliki cara pandang visioner, pemimpin visioner sangat mengedepankan keamanan dan stabilitas negara sebagai syarat utama dalam proses menjalankan kehidupan berbangsa. Dengan demikian setiap keputusan yang dipilih tidak memunculkan  keguncangan di masa depan, karena kehidupan berjalan ke depan. Ia memiliki jangkauan pikir jauh ke depan, bahwa setiap kebijakan harus berdampak terjaganya stabilitas negara yang dapat mewujudkan pembangunan secara efektif dan kesejahteraan hidup bagi rakyat.

Saat ini dirasakan, sejak masa kepemimpinan presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya sudah terprediksi dengan latar belakang seorang pembisnis akhirnya dalam menjalankan roda pemerintahan dilakukan persis seperti bagaimana sebuah usaha bisnis dikelola. Apa yang menjadi target dan tujuan yang dicapai, langsung dikerjakan dalam rangka ingin mendapatkan keuntungan profit (ekonomi) dengan keyakinan penuh. Mengelola bisnis hanya berorientasi pada keuntungan profit dan dibagi hanya kepada mereka yang ada dalam bisnis tersebut, namun mengelola sebuah pemerintahan berorientasi pada stabilitas negara (konstitusi) dalam arti pemerataan ekonomi bagi seluruh rakyat walau rakyat tidak terlibat langsung dalam melakukan proses kerja dalam pemerintahan (sebagai WNI) sesuai amanah UUD 1945.

Sekelompok elit (eksklusif) dirasakan telah menguasai pengelolaan keuangan negara secara tidak langsung mengendalikan negara. Pola yang terbentuk, swasta dengan penyelenggara negara bersifat kolaborasi, penyelenggara negara sebagai investor dan pihak swasta yang membutuhkan modal dari investor. Mereka memiliki bidang usaha yang membutuhkan suntikan dana besar yang dijadikan modal dasar bergeraknya perekonomian negara agar tetap stabil berdampak positif di pasar modal dan menguntungkan. Bisa jadi dana-dana tersebut bersumber dari dana Asabri, Jiwasraya, Bumi Putera, Wana Artha Life, AXA mandiri dan beberapa lembaga keuangan lainnya yang dikelola negara tanpa sepengetahuan rakyat. Itulah yang dirasakan saat ini bahwa keuangan negara dimainkan oleh orkestra para elit tersebut.

Disinilah sumber kehancuran sebuah pemerintahan yang tidak mampu melihat semua unsur secara berimbang dalam membuat kebijakan yang sustainable, dengan rasa percaya diri tinggi mengendalikan perekonomian negara. Pembangunan  infrastruktur yang masiv sejak awal masa pemerintahan tanpa melihat lebih dulu bagaimana kemampuan keuangan negara, kualitas sumber daya manusianya dan psikologi masyarakat jika sebuah perubahan dilakukan dengan sangat cepat serta situasi tidak terduga, seperti setahun ini kehadiran virus Covid-19 telah menghancurkan seluruh sendi kehidupan berbangsa. Jika mengelola negara tidak dengan sangat hati-hati, waktu 10 tahun pun tidak akan cukup karena membutuhkan effort yang amat besar. Jika pembangunan infrastruktur dilakukan secara perlahan dari awal maka dapat diantisipasi semua hal yang dapat merugikan. Tetapi bukan justru ingin perpanjang masa jabatan sebagai presiden menjadi 3 periode, tentu melanggar amanah konstitusi bahwa presiden dibatasi hanya dua periode masa jabatan agar tidak menimbulkan power tends to corupt.

"Saat ini hutang pemerintah kepada 7 BUMN di kwartal 1 Tahun 2020 sudah mencapai 113.48 trilyun, hutang luar negeri Tahun 2021 sudah mencapai 6.361 trilyun, 40% PDB. Jika pemerintah masih bersihkukuh mengalokasikan 417 trilyun untuk infrastruktur, sebaiknya ibukota baru ditunda, karena diprediksi total hutang akan  melebihi  10.000 trilyun atau 62,5 PDB, yang berarti telah melanggar UU yang batasnya 60%" itu belum terfokus pada APBN 2021-2022 untuk kebutuhan penanganan Covid-19, kesehatan, bantuan sosial, UMKM, pertanian agar segera pulih dari pandemi wabah (Prof. Didin Damanhuri).

Pentingnya sebuah negara dipimpin oleh individu yang memiliki kemampuan pikir dan tindak secara komprehensif dan integral agar tercipta keamanan dan stabilitas negara yang terjamin baik. Bagaimana seorang  pemimpin dapat mengatur, mengendalikan kehidupan nasional secara aman, damai, harmoni, makmur, itu hanya bisa tercapai oleh pemimpin visioner.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun