Mohon tunggu...
Rosmani Huang
Rosmani Huang Mohon Tunggu... Karyawan swasta - Karyawan Swasta

Enjoy this life with positive thinking

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Papa di Hatiku

24 Oktober 2020   14:20 Diperbarui: 27 Oktober 2020   21:00 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya & papa (dokpri)

Papa merupakan sosok terdekatku, selain mama. Walaupun kedekatan kami tidak seperti kedekatanku dengan mama, tetapi saya tahu beliau sangat menyayangi kami, anak-anaknya. Kalau dengan mama, kami seakan-akan tidak ada jarak, karena apapun kejadian yang saya alami dan hadapi pasti akan saya ceritakan kepada mama. Lain halnya dengan papa. Kami jarang ngobrol, karena papaku pendiam. Jarang papa membuka pembicaraan kalau bukan kami yang lebih dulu.

Saya selalu berpikir kalau papa pendiam karena papa menjaga image dengan kami, anak-anaknya, supaya kami bisa respek dan tidak melonjak (kurang ajar). Tidak bisa disalahkan juga karena itu merupakan didikan jaman dulu agar ada batas antara anak & orang tua. Berbeda dengan didikan sekarang dimana orang tua memposisikan diri sebagai teman bagi anaknya agar bisa lebih memahami dan mengerti jalan pikiran anaknya.

Saya lahir di Bagansiapiapi, sebuah kota yang dulunya merupakan penghasil ikan terbesar kedua di dunia, setelah kota Bergen di Nowegia. Tetapi saya tinggal di Sinaboi, sebuah desa kecil dekat Bagansiapiapi. Dulu, kapal merupakan transportasi yang menghubungkan ke dua tempat tersebut. Untuk bisa ke Bagansiapiapi harus menempuh perjalanan laut sekitar 2 jam -an. Tetapi sekarang sudah bisa melalui jalur darat, perjalanan dengan motor sekitar 1,5jam-an.

Tempat tinggalku di Sinaboi merupakan rumah panggung. Saya masih ingat saya bisa berenang sekarang ini karena diajarin papa. Papa mengajari saya berenang di laut, di belakang rumahku. Papa memegang pelampung dan menyuruh saya untuk berenang menggapai pelampung tersebut. Tetapi di saat yang bersamaan papa berenang menjauh. Itulah teknik papa dalam mengajariku berenang. Dan terbukt berhasil.

Sewaktu kecil saya sekolah di Bagansiapiapi. Karena masih kecil saya tidak bisa pulang sendiri ke Sinaboi saat liburan sehingga saya hanya pulang ke Sinaboi pada saat liburan panjang. Jadi bisa dibilang satu tahun saya hanya ketemu papa sekali saja, yaitu pada saat liburan panjang. Kondisi ini tidak membuat papa memanjakanku.

Saat pulang liburan, saya tetap disuruh papa untuk menjajakan dagangannya yang tidak laku. Saya membawa dagangan papa keliling desa. Saat saya melihat pembeli sepertinya tertarik untuk membeli daganganku, tetapi malas untuk membersihkan dagingnya, maka saya akan menawarkan diri untuk membersihkannya. Menurutku, justru dengan ini papa mengajarku untuk kuat,  bersabar dalam menghadapi hidup dan tahu untuk mengambil tindakan yang diperlukan.

Sejak kecil saya sekolah di sekolah Katolik sehingga saya lebih mengerti ajaran Katolik dibanding ajaran Kong Hu Cu yang dianut oleh orang tuaku. Pada saat saya mau berpindah ke agama Katolik, saya meminta ijin kepada papa. Dan jawaban papa adalah "Semua agama mengajarkan yang baik. Jadi pilihlah agama yang kamu yakini". 

Jawaban papa begitu arif dan bijaksana. Saya tidak menyangka segampang itu papa memberikan restunya. Padahal saya sudah ketar ketir pada saat meminta ijin. Itulah papaku. Papa memberikan keteladanannya dalam bersikap tidak lewat kata-kata tetapi lewat tindakan nyata.

Papa murah hati dan ringan tangan. Walaupun papa bukan dokter, tetapi beliau selalu diminta tolong oleh tetangga untuk  melihat anak mereka yang sakit. Kadang tengah malam rumah kami digedor oleh tetangga agar papa bisa saat itu juga ikut ke rumahnya untuk melihat anaknya yang sakit. Saat mama membangunkan papa dan mengabarkan bahwa beliau lagi ditunggu untuk melihat anak tetangga yang sakit, tidak terlihat raut kesal di muka papa, padahal saat itu papa dibangunkan dari tidur nyenyaknya. Papa bahkan segera bangun dan membawa serta obat dari rumah untuk dikasihkan ke anak yang sakit. Semua perhatian dan obat yang diberikan ke tetangga tidak dipungut bayaran. 


"Papa adalah panutanku, pahlawanku, yang mengajarkanku untuk bisa hidup mandiri, kuat dan tidak manja dalam menjalani hidup ini. Yang walaupun jarang bicara, tetapi cintanya sangat besar untuk anak-anaknya".

Papa juga merupakan sosok pekerja keras, yang walaupun sakit tetap bekerja. Semua tindakannya yang saya lihat dari kecil, menjadikanku bersikap dan bertindak seperti beliau. Saya jarang tidak masuk kerja karena sakit, karena kalaupun sakit tetapi masih bisa bangun, pasti saya akan masuk kerja. Waktu masuk rumah sakit karena infeksi empedu dan sempat di opname selama seminggu, begitu keluar rumah sakit, saya langsung masuk kantor walaupun badanku masih lemas, tidakbertenaga. Bosku sampai kaget pada saat WA saya menanyakan kabarku dan saya beritahukan saya sudah masuk kerja.

Beliau menjadikanku kuat dan mandiri. Apapun permasalahan dalam hidup ini pasti bisa saya hadapi dan saya tidak pernah menyesal atas apapun keputusan yang telah saya lakukan. Semua adalah berkat didikan papa dalam keteladanannya.

Dan tentu saja rasa cintaku kepada papa tidak kalah besarnya dengan cinta papa kepadaku, kepada kami, anak-anaknya.  Walaupun kami jarang bicara, tetapi itu tidak berarti kami tidak saling mencintai dan mengasihi karena bentuk kasih & cinta tidak hanya dapat ditunjukkan lewat  kata-kata tetapi bisa lewat tindakan nyata.

Papa, saya selalu mencintaimu !

Serpong, 24 Oktober 2020

Salam,

Rosmani Huang

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun