Mohon tunggu...
Sis Ariyanti
Sis Ariyanti Mohon Tunggu... Guru - guru yang pengen jadi penulis dan pengarang

sebagai guru di salah satu sekolah swasta di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Titipan-Nya

13 Juni 2019   11:44 Diperbarui: 13 Juni 2019   11:49 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengutip tulisan  Mohammad Fauzil Adhim "Seorang pendidik yang bijak haruslah menjadi seorang pembimbing, bukan pemerintah; teladan bukan pengkritik; bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah; tidak membimbing anaknya dengan celaan dan tuduhan, melainkan dengan cinta dan kelembutan; memimpin mereka dengan komando hati, bukan fisik; komando rasa senang, bukan rasa benci; komando cinta bukan teror" dalam Sentuhan Jiwa untuk Anak Kita. Semakin kita maknai deretan kata-kata di atas, sebagai pendidik itu tidaklah mudah. Tanggung jawab secara moral dan vertikal kepada Allah, DZat Yang Maha segalanya  harus senantiasa kita pegang teguh. Profesi yang sungguh mulia sebagai jariyah ketika menghadapNya kelak. 

Bagaimana susahnya mendidik generasi di era milenial ini, pengaruh teknologi dan pergaulan siap melahap anak-anak kita. Profesi pendidik tidak seperti profesi lainnya, yang menempel saat berdinas saja, akan tetapi terus melekat dimanapun kita berada. 

Masyarakat dan anak didik menjadi Closed Circuit Television (CCTV) terhadap setiap gerak-gerik kita. Ketika kita mengajarkan bagaimana adab kepada orangtua yang baik, adab berbicara yang baik, adab berteman, dan lain-lain tetapi kita sendiri tidak mampu melakukannya maka jangan berharap apa yang kita dengung-dengungkan akan tertanam di hati anak didik kita. 

Laksana debu yang tertiup angin, begitulah adanya. Penulis yakin, hal ini sepenuhnya disadari oleh kalangan pendidik. Sebagaimana yang penulis alami sendiri. Mendisiplinkan anak itu akan mudah kalau kita sendiri disiplin. Anak-anak mencontoh apa yang dilihatnya bukan sekadar apa yang didengarnya. Melihat lebih itu lebih konkret.  

Kita akan dapatkan pemandangan anak-anak ke sekolah dengan dandanan bak mau pergi jalan-jalan, apabila diingatkan akan memberikan bantahan menuding salah satu gurunya yang berdandan demikian. Alquran dan hadist adalah sebenar-benarnya panduan dalam mendidik dan mengarahkan anak-anak.

 Bagaimana bertutur, menjalin silaturahim, berpenampilan, berinteraksi dengan sesama, semuanya ada di dalamnya. Pemahaman dan pengamalan isi Alquran inilah yang perlu disamakan. Disinilah pentingnya saling mengingatkan di antara teman sejawat. 

Diksi yang kita gunakan saat berkomunikasi dengan anak-anak juga harus tepat sehingga tidak terkesan menuduh.  Ekspresi perlu ditata. Bukan tidak  mungkin anak-anak didik kita adalah cerminan dari komunitas kita, komunitas di lingkungan sekolah.  Apalagi untuk anak-anak yang full day school, waktu mereka lebih banyak di sekolah dibandingkan saat di rumah. Bukan begitu? 

Walau tidak menutup kemungkinan bahwa orangtua juga sangat signifikan perannya sebagai pondasi dan pencitraan dirinya. Astagfirullah, betapa masih banyak kekurangan dalam diri ini ketika berhadapan dengan anak-anak yang telah Allah titipkan ini. Semoga Allah mengampuni kesalahan dan kelalaian kita dalam menjaga dan mengemban amanahNya. S

emoga kita selalu ingat bahwa ada CCTV yang selalu mengawasi kita dan selalu on. Semoga Allah senantiasa membimbing dan memudahkan kita dalam mendidik generasi pewaris zaman ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun