Mohon tunggu...
Siswanto Danu Mulyono
Siswanto Danu Mulyono Mohon Tunggu... profesional -

Usia sudah setengah abad. Semua orang akan mati, tapi tulisannya tidak. Saya Arsitek "freelance" lulusan Unpar-Bandung. Sambil bekerja saya meluangkan waktu untuk menulis karena dorongan dari dalam diri sendiri dan semoga berguna untuk siapapun yang membacanya. Sedang menulis buku serial fiksi "Planet Smarta" untuk menampung idealisme, kekaguman saya terhadap banyak hal dalam hidup ini, bayangan-bayangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di depan sana yang menarik kuat-kuat pikiran saya untuk mereka-rekanya sampai jauh dan menuangkan semuanya dengan daya khayal saya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wawancara dengan Nyoman Nuarta Seputar Garuda Wisnu Kencana Bali

8 Maret 2010   05:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:33 4823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi yang cerah, tanggal 18 Februari 2010, sesuai kesepakatan sebelumnya, kami berdua bertemu di Café Galerry Nyoman Nuarta di kawasan sejuk dan asri Setra Duta - Bandung Utara. Pak Nyoman tampak segar dan relaks. Saya agak pangling dengan penampilannya yang sekarang seperti terlihat dalam foto di bawah ini. Dahulu ia berjenggot dan rambutnya panjangdiikat, sekarang ia sangat-sangat bersih dan klimis.

Pak Nyoman menjamu saya di Kafenya. Terlihat sekali kerendahan hatinya. Seorang seniman besar berkenan menerima seorang blogger Kompasiana untuk berbagi kisah seputar proyek monumental Garuda Wisnu Kencana dan menjawab lugas semua pertanyaan yang ingin diketahuinya.

Pertanyaan-pertanyaan saya ini sebenarnya sudah saya susun dan berikan secara tertulis melalui sekretaris Pak Nyoman beberapa hari sebelumnya dan dijawab oleh Pak Nyoman sendiri secara tertulis pula yang kemudian ditambahkan secara informal melalui pertemuan langsung. Jadi jawaban yang tidak tertulis saya tambahkan sebabagi catatan dari penulis di bawah jawaban yang tertulis.

Berikut saya sarikan tanya-jawab seputar proyek GWK yang monumental itu.

Sis12: Selamat Pagi, Pak Nyoman. Saya seorang “blogger Kompasiana” yang ingin tahu lebih jauh masalah seputar GWK-Bali. Semoga Pak Nyoman tidak keberatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang nantinya akan saya bagikan kepada warga Kompasiana mengenai beberapa hal yang ingin saya tanyakan di bawah ini.

Empat tahun yang lalu kami (saya dan rekan-rekan saya) melihat kompleks GWK Bali, dan ketika beberapa hari yang lalu kami kembali ke kompleks tersebut, keadaan ternyata masih tetap sama dengan empat tahun yang lalu, tak mengalami perubahan yang berarti. Kapan masa stagnan ini akan berakhir, Pak?

Nyoman:Saya tidak terlalu ngotot dengan target waktu tertentu, yang penting idenya terus mengalir dan berjalan, mengalir mengikuti kondisi obyektif negeri ini. Waktu krisis moneter malah kami membuka GWK Expo yang terus terbuka hingga sekarang. Walaupun hanya 10% dari rencana keseluruhan, tapi GWK Expo telah dikunjungi rata-rata 2500 orang per hari dan dapat menghidupi 400 orang pekerja. Dan multiplier efeknya sudah terasa bagi masyarakat. Saya yakin suatu saat akan rampung.

(Catatan penulis: GWK Expo adalah GWK yang ada sampai saat ini, yang baru selesai sekitar 10 s/d 15% dari keseluruhan rencana)

Sis12:Mengenai lokasinya sendiri yang seluas 240 ha itu, apakah saat ini sudah selesai seluruh pembebasan tanahnya?

Nyoman:240 Ha itu adalah ijin prinsip yang diterbitkan oleh Pemda Bali. Yang sudah dibebaskan baru separuhnya dari itu. Sudah cukup untuk mengimplementasikan konsep pengembangannya.

Sis12:Bolehkah kami tahu: siapa sajakah penyandang dana proyek ini sejak awalnya, dan siapa saja yang masih tetap membantu sampai saat ini?

Nyoman:Saya galang sendiri sejak awal tahun 90 an. Dan setelah itu baru ada dana penyertaan dari Pemerintah sehingga terkomposisi, saya dan teman-teman 82 % dan Pemerintah 18% yang disalurkan melalui PT BTDC (Bali Tourism Development Corporation) yang sekarang menjadi PT Pengembangan Pariwisata Bali.

Sis12:Maaf, Pak, menurut perkiraan Bapak, berapakah biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek ini jika saat ini kita berpatokan dengan kurs dolar yang Rp 9.500,- per dolarnya? Dan berapa persenkah dari jumlah biaya itu yang saat ini bisa dipenuhi oleh para penyandang dana?

Nyoman:Biayanya kami bagi menjadi 2 point :

Patung dan Pedestalnya + 750 milyar,

Pengembangan kawasan seperti : convention, hotel, zona-zona rekreasi hunian, water park yang semuanya akan diatur dengan system business unit yang dilaunching ke investor-investor. Jadi sebenarnya tidak terlalu mahal dan kalau dinilai dari segi investasi sekarang investasi kecil tapi sangat feasible.

Sis12:Yang ini juga minta maaf lagi sebelumnya, Pak: Kalau menurut perkiraan saya secara sepintas, proyek ini akan sulit sekali mencapai “break even point” dari segi bisnisnya. Saya menilai bahwa modal yang dikeluarkan akan sulit untuk kembali mengingat jumlahnya yang pasti amat besar, apalagi bila berharap untuk bisa menangguk untung, bahkan andaikata cukup untuk memenuhi dana pemeliharaannya saja sudah bagus. Mungkin ada tujuan lain yang bukan sekedar menyangkut uang, seperti misalnya Identitas Bali dan Indonesia di mata Internasional, tetapi bagaimanapun juga kan tidak mungkin andaikata proyek ini harus merugi terus setiap bulannya. Kalau menurut Pak Nyoman sendiri bagaimana?

Nyoman:Kami sudah susun feasibility study yang realistis. Saya bilang realistis karena kami mengembangkan GWK Expo yang hanya 10 % yang dibuka dari seluruh program yang dirancang telah mendatangkan + 2500 orang per hari. Jadi feasibility study yang disusun bukan hanya ilusi, tapi dengan sampling yang akurat. Kuncinya hanya bagaimana membangun patung dan pedestal yang notabene adalah milik bangsa ini.

(Catatan penulis: Nyoman juga bercerita, bahwa ia menargetkan pengunjung sekitar 5.000 orang per hari jika GWK telah jadi total nantinya dengan tiket masuk yang tentunya lebih mahal dari sekarang karena makin banyaknya fasilitas yang ada disana. Jika saat ini yang baru jadi sekitar 10–15% saja sudah bisa menarik pengunjung sekitar 2500 orang per hari, maka target yang dicanangkan tersebut adalah realistis. Dengan target seperti itu, diperkirakan seluruh investasi GWK akan kembali sekitar 8 s/d 10 tahun saja.)

Sis12:Saya pernah mendengar bahwa Pak SBY juga menjanjikan bantuan. Tetapi dalam kondisi yang serba krisis seperti sekarang ini, menurut saya, hal itu pastilah sulit untuk dipenuhi oleh beliau melalui Dinas Pariwisata. Kalau menurut Pak Nyoman, apakah Pak SBY punya strategi lain selain memakai uang Negara? Mungkin beliau akan membantu melobi pihak-pihak tertentu?

Nyoman:Ya, Pak SBY sangat mendukung, demikan pula presiden-presiden sebelumnya setelah Pak Harto, semuanya sangat mendukung. Tapi saya mengerti Pemerintah terbelenggu dengan undang-undang dan peraturan yang menyebutkan penyaluran APBN dana harus melalui persetujuan DPR. Dan ini yang secara politis tidak pernah terrealisir.

(Catatan penulis: Dalam kata-katanya secara langsung, penulis merasakan kekecewaan Pak Nyoman terhadap sikap pemerintah yang lebih banyak menjadi penonton dari sebuah kerja besar yang dirintis seorang anak bangsa. Pak Nyoman juga menegaskan, bahwa ia tidak butuh penghargaan semacam kalpataru dll. Ia bisa bikin sendiri. Ia butuh sebuah partisipasi aktif untuk memperbaiki keadaan, sebuah kerja nyata, bukan omong kosong. Ia punya alasan kuat untuk itu yang bisa anda baca nanti dalam tulisan saya “Berbincang-bincang dengan Nyoman Nuarta” yang hari ini juga akan saya muat)

Sis12:Sekarang pertanyaan saya beralih ke patung GWKnya sendiri. Patung tersebut berdiri di atas pedestal setinggi 75 m. Berupa apakah pedestal tersebut? Apakah berupa gedung bertingkat? Apa fungsi di dalamnya?

Nyoman:

Lihat gambar skalatis terlampir :

Pedestal adalah bangunan Penyangga Patung, berbentuk gedung bertingkat yang difungsikan seperti : Museum, Galery, Restoran, Rental Space dll.

Sis12:Sejauh ini, apakah pekerjaan “sub-structure” atau pondasi dari keseluruhan masa bangunan tersebut sudah selesai dikerjakan atau belum sama sekali?

Nyoman:Dulu, posisi patung sudah tengah dan siap pengerjaan sub strukturnya, tapi kemudian posisi tapak pindah + 300 m kearah selatan sehingga persiapan untuk sub strukturnya belum disiapkan.

Sis12:Akan memakai pondasi jenis apa, Pak?

Nyoman:Pondasinya dengan system Raft Foundation berbentuk plat dan diperkuat dengan anchor-anchor untuk menahan geser.

(Catatan penulis: “Raft Foundation” adalah pondasi pelat beton seluas denah bangunan atau lebih dan “anchor-anchor” adalah tiang pancang yang menahan gaya geser dan tekan agar bangunan tidak bergeser, miring atau amblas ke tanah karena faktor gempa dan berat sendiri keseluruhan bangunan. Pemilihan jenis pondasi ini adalah maksimal dan tepat)

Sis12:Mengerjakan patung sebesar itu tentu sulit teknologinya. Apakah Bapak menggunakan software komputer semacam CAD (Computer Aided Design)? Bisakah Bapak jelaskan sedikit prosesnya sehingga kita yang awam ini bisa membayangkan?

Nyoman:Melalui pembuatan Patung Monjaya (Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya), saya menemukan teknik pembesaran berdasarkan skala terhadap bentuk yang tidak beraturan. Tahun 1996 temuan tersebut dipatenkan. CAD hanya membantu percepatan proses “soft-drawing”nya saja. Dengan teknologi ini kita bisa membuat patung sebesar apapun dan terukur akurat.

Sis12:Apakah dengan sudah dikomputerisasi itu kelak siapapun dapat meneruskan proyek tersebut?

Nyoman:Silahkan, tapi ikuti ketentuan yang berlaku dalam undang-undang hak cipta.

Sis12:Adakah kendala lain dalam menangani proyek tersebut selain dari segi biaya dan teknis pekerjaan? Seperti misalnya: faktor kepercayaan masyarakat Bali menyangkut ketinggian bangunan yang jauh lebih tinggi dari Pura, adakah hambatannya?

Nyoman:Ya, masalah pro dan kontra dalam masyarakat adalah lumrah-lumrah saja. Tapi melihat pentingnya keberadaan “land-mark” ini bagi Pariwisata Bali dan Indonesia, yang kontra kian lama kian mereda. Dari segi religi Hindu Bali juga sudah terjawab dengan baik.

Sis12:Dan mengenai peristiwa terbakarnya kepala Wisnu di workshop Bapak sekitar tahun 1998 yang lalu, apa sebenarnya penyebabnya?

Nyoman:Itu kecelakaan biasa saja. Ada salah satu proses yang sensitif terhadap api. Dan salah seorang pekerja tidak menyadari hal tersebut. Ya, itu saya anggap sebagai pengalaman yang harus dilalui.

Sis12:Apakah Bapak yakin bisa menyelesaikan proyek GWK ini sampai tuntas?

Nyoman:Saya sudah merintisnya dan meletakan dasar-dasar konsepnya. Kalau tidak disaat saya hidup, saya yakin generasi penerus akan bisa menyelesaikannya. Tapi saya berharap tangan saya masih bisa ikut mendukung penyelesaian Patung GWK.

Sis12:Adakah hal lain yang perlu Bapak tambahkan diluar semua pertanyaan saya di atas?

Nyoman:Harapan saya bagi generasi masa kini dan generasi penerus, jangan berhenti bermimpi besar dan berbuat sesuatu dengan mimpi tersebut. Temuan-temuan dan karya-karya besar selalu dimulai dari mimpi yang besar.

Sis12:Terima Kasih atas waktu dan kesempatan yang Bapak berikan. Saya doakan Bapak senantiasa sehat dan dapat terus berkarya serta khususnya untuk GWK akan benar-benar bisa selesai. Salam.

*****************

Link terkait dengan tulisan ini:

  1. Garuda Wisnu Kencana Bali, Karya Monumental Penuh Visi dan Misi:

    http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/08/garuda-wisnu-kencana-bali-karya-monumental-penuh-visi-dan-misi/

Berbincang-bincang dengan Nyoman Nuarta: http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/08/berbincang-bincang-dengan-nyoman-nuarta/

Galerry Seni Nyoman Nuarta-Bandung: http://wisata.kompasiana.com/2010/01/24/galerry-seni-nyoman-nuarta-bandung/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun