Mohon tunggu...
Sinta Normaya
Sinta Normaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Hanya mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berpredikat Kaya dan Subur, Indonesia Kerap Mengandalkan Kedelai dari Negeri Orang

18 Oktober 2021   14:44 Diperbarui: 18 Oktober 2021   18:04 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sinta Normaya

Prodi Ilmu Ekonomi & Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lambung Mangkurat

Sebagaimana diketahui, tidak asing bagi kita bahwa mayoritas masyarakat Indonesia tidak lepas dari produk makanan yang berbahan dasar kedelai seperti tempe dan tahu sebagai pilihan untuk dikonsumsi dalam sehari-hari. 

Selain harganya yang sangat terjangkau, juga memiliki  ragam manfaat dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World's Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan komplit.

Oleh sebab itu, permintaan terhadap bahan baku kedelai sebagai pemasokan kebutuhan dalam negeri kerap mengalami kenaikan karena pengaruh peningkatan populasi penduduk, kenaikan pendapatan per-kapita, serta peka-nya masyarakat terhadap gizi makanan sehingga lebih mengutamakan menu makanan dari sayur dan buah-buahan.

Mengenai pembahasan kedelai, apakah bahan baku yang satu ini sebagian besar hasil panen tani Indonesia?

Berdasarkan data Kementrian Pertanian memperkirakan sebanyak 86,4 % kebutuhan kedelai  berasal dari Impor. Bahkan tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), di tahun 2020 pencapaian impor kedelai Indonesia sejumlah 1,27 juta ton atau senilai 510,2 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,52 triliun (kurs Rp 14.700). Sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari AS.

Sebenarnya banyak data yang menunjukkan kecenderungan impor kedelai  di Indonesia pada tiap tahunnya. Bahkan Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengimpor kedelai dari Amerika Serikat, Kanada, Perancis, hingga Negeri Jiran, Malaysia. Namun pastinya, ini menunjukkan bahwa masalah impor kedelai bukanlah penyakit baru di negeri ini.

Perihal impor itu sendiri menjadikan harga akan bergantung pada pasar global, sehingga kedelai mengalami ketidakstabilan harga. Acapkali petani Indonesia harus mengurungkan niatnya untuk menjual hasil panennya sementara waktu sebab harga impor yang melesat naik. Atau terkadang, pengusaha tempe akhirnya tidak menaikkan harga melainkan mengecilkan ukuran tempe tersebut dengan dalih lebih baik harga tidak naik biar tetap dibeli konsumen.

Sampai kapan kita harus mengalami hal demikian?

Bagaikan penggalan lirik lagu "Orang bilang tanah kita tanah surga, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman" yang dipopulerkan oleh Koes Plus berjudul 'Kolam Susu' menggambarkan betapa kayanya Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan pertanian luas dan tanah yang sangat subur sehingga dapat dengan mudah menghasilkan berbagai sumber pangan untuk menghidupi rakyatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun