Mohon tunggu...
Khoirun Nizam
Khoirun Nizam Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis untuk dikenang dan abadi

Writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kedung Tumpang, Pengalaman Kaki Pegal yang Tak Akan Terulang

9 Januari 2018   23:11 Diperbarui: 12 Februari 2018   18:47 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spot instagramable di kedung tumpang (Dok. Pribadi)

Liburan terbaik adalah liburan terlaksana bukan hanya sekedar wacana.

Kalimat itu berulang kali saya dengungkan di grup WhatsApp beranggotakan teman lama yang dipisahkan oleh kampus. Pasalnya, sudah hampir empat hari libur semester dilalui, tapi agenda jalan-jalan belum juga terpenuhi. Saya trauma liburan semester ini akan bernasib sama dengan liburan semester sebelumnya: hanya wacana sampai jatah libur habis. Miris!

Tiap hari ratusan chat membanjiri obrolan grup yang saya namai dengan "dolan". Ya, kami berdebat tak berkesudahan hanya untuk menentukan tempat mana yang akan dikunjungi di Tulungagung, kota kelahiran kami. Saking banyaknya destinasi membuat kami sulit untuk mencapai mufakat. Pada akhirnya kami memilih untuk berkumpul dulu, sedangkan untuk tujuan wisata akan dibicarakan face to face.

"Bagaimana jika Kedung Tumpang?" usul Yosi, teman kami yang berkuliah di Malang.

Kedung Tumpang adalah sebuah pantai yang akses menuju lokasinya melalui penggunungan dengan tingkat kecuraman tinggi. Sangat berbahaya jika hujan tiba-tiba turun. Sudah tentu jalanan akan licin belum lagi menghadapi jalanan berkelok nan menanjak ditambah harus berbagi jalan dengan truk-truk besar.

Mendengar usulnya, seketika saya memandangi langit. Terlihat cukup cerah dengan warna langit kebiruan merata. Semoga prediksi cuacaku tidak meleset. Pun saya juga penasaran dengan pantai itu yang katanya mirip Angel's Billabong di Bali.

Sepanjang perjalanan, kanan kiri kami hanyalah pepohonan rindang dan jurang. Diakui, medan penggunungan memang bukan kesukaanku. Selain takut ketinggian, saya selalu takut jika motor yang saya tumpangi tak kuat untuk menanjak. Dari pusat kota Tulungagung perjalanan di tempuh selama kurang lebih 1 jam untuk sampai di Kedung Tumpang, tepatnya di desa Pucanglaban, Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Sesampainya dilokasi, beberapa warung terlihat sepi karena bukan saat akhir pekan. Justru itu menguntungkan karena saingan mencari spot instagramable menjadi berkurang.

Pintu masuk Kedung Tumpang (Dok. Pribadi)
Pintu masuk Kedung Tumpang (Dok. Pribadi)
Dari tempat parkir, kami berjalan turun untuk lebih dekat masuk ke Kedung Tumpang. Jalan yang dilalui boleh dibilang sangat menantang. Tanah basah warisan hujan kemarin agaknya menjadi kendala utama. Apalagi tidak semua jalur dilengkapi dengan tali tambang, sehingga kerap kali kami berpegang pada tumbuhan sekitar. Bebatuan licin juga harus diwaspadai jika tidak ingin masuk ke jurang. Saya yang jarang olahraga lari atau mendaki merasakan berat disetiap langkah.

Perjalanan melelahkan dengan nafas terengah-engah akhirnya berbuah manis ketika birunya laut di depan mata. Deburan ombak menyambut dan merayu kami untuk lebih turun ke batu karang. Ya, inilah Pantai Kedung Tumpang. Jika kalian berekspektasi menemukan pasir, maka janganlah kecewa. Di sini tak ada pasir putih yang bisa buat menulis nama dan kekasihmu ala kids zaman now. Kedung Tumpang menyajikan cekungan atau lubang-lubang pada batu karang hasil proses alami yang cantik. Jika ombak tak sedang tinggi, maka warga sekitar membolehkan untuk mandi. Namun, karena kebetulan ombaknya cukup tinggi maka kami hanya mengambil spot-spot instagramable di atas batu karang dengan background laut.

Menyempatkan selfie dulu (Dok. Pribadi)
Menyempatkan selfie dulu (Dok. Pribadi)
Pantang kembali sebelum berselfie. Dari tebing ini saya pun kembali membayangkan kalau ini adalah Bali. Tak kusangka tanah kelahiran memiliki objek wisata yang begitu indah yang selama ini belum kujamah. Di samping kami bersyukur karena cuaca begitu cerah, namun imbasnya keringat terus mengucur deras dan kemeja terasa basah. Kami pun duduk di sebuah kursi sambil minum. Kaki yang sudah pegal membuatku tak mau turun ke batu karang kali. Apalagi untuk naik ke tempat parkir lagi butuh tenaga yang ekstra. Akhirnya, saya hanya memandangi hasil jepretan Action Cam dan sesekali memfoto teman yang masih semangat berburu foto.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun