Mohon tunggu...
Sindy Aritonang
Sindy Aritonang Mohon Tunggu... Penulis - Aku menulis, maka Aku ada

Enjoying writing stuffs in my Fortress of Solitude..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Agenda "Menggaet Milenial" dalam Kebijakan Pertanian Kita, Perlukah?

21 Mei 2019   08:38 Diperbarui: 21 Mei 2019   08:56 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun lalu, kelompok Pemuda Tani ini berhasil memanen kurang-lebih 65.000 ton dari 7.000 Ha lahan. Jika mereka menjual hasil panen tersebut mengikuti standar Bulog (Rp 3.150/Kg), petani muda tersebut menerima pemasukan bersih Rp.12.000.000,-/4 bulan masa panen (sudah termasuk biaya pengolahan lahan, dimana 1 hektar lahan memakan biaya 6 juta rupiah).

Tentu pemuda-pemuda yang mengusahakan lahannya dengan bertani tersebut merasakan kebermanfaatannya. Mereka mengolah dan menikmati hasilnya, bahkan mereka dapat merekrut pekerja dari daerahnya dan menguatkan perekonomian lokal.

Menimbang Urgensi Pendidikan Profesi Sektor Pertanian dalam Kebijakan Pertanian

Winni Chen, dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul "Sustainability through Eternal Power of Youth" mengatakan, "I used to think of agriculture as just an industry of producing food. However, I drastically change my view of agriculture after participating in an organic agriculture camp and involved in the operation of an organic farmers in Taiwan."

Layaknya istilah "Tak kenal maka tak sayang," menumbuhkan minat seseorang pasti didahului dengan rasa ingin tahu yang terlintas. Jika anak-anak muda belum mengenali begitu banyak sektor pertanian yang dapat mereka terjuni, sulit rasanya untuk dapat menumbuhkan minat mereka. 

Singkatnya, membicarakan keberlanjutan/regenerasi profesi untuk Sumber daya Manusia (SDM) mesti berkaitan dengan pendidikan. Kebijakan pertanian harus menanggapi serius masalah regenerasi petani secara holistik, dimana pendidikan merupakan senjata yang ampuh untuk merubah mindset masyarakat, memperbaiki kualitas SDM sektor pertanian, dan menarik minat pemuda untuk ikut berperan.

Sumber daya manusia yang berkualitas adalah prasyarat bagi kemajuan dan keberlangsungan kehidupan suatu negara, dan pendidikan lagi-lagi memainkan peranan penting. Yang perlu digaris bawahi adalah Pendidikan di sini perlu dilihat dari 2 sisi: Sisi pendidikan bagi para petani muda, dan Sisi pendidikan untuk menggaet minat para pemuda potensial untuk berkiprah di sektor pertanian.

Dari sisi pendidikan tenaga kerja muda, kurangnya pendidikan di sektor pertanian yang menyebabkan lambatnya adopsi berbagai teknologi tepat guna dan minimnya pemanfaatan peluang-peluang untuk meningkatkan produktivitas. Dengan kata lain, pemuda harus mempelajari produk pangan yang mereka budidayakan, apa saja teknologi digital yang dapat dipadukan dengan mekanisasi dalam pengolahan lahan-penanaman-perawatan-pemanenan, bagaimana mereka memasarkan panen mereka, hingga cara mengolah hasil panen menjadi sesuatu yang diminati masyarakat dan menaikkan nilai jual. Dalam hal ini pemerintah melalui Kementan sudah mengupayakannya lewat Pusat Pelatihan Pertahanan dan Perdesaan Swadaya (P4S).

Sedangkan dari sisi pendidikan minat, penulis berpendapat bahwa Kementan perlu membuka program magang yang langsung menerjunkan pemuda langsung pada organisasi petani tentang bagaimana mereka memanajemen dan mengkultivasi lahan, ataupun pembukaan usaha pertanian dengan mentoring kepada khalayak umum. Rasa antusiasme pada pemuda tentu akan muncul apabila sesuatu terlihat seru dan menarik, dan lewat program ini pula, Sektor pertanian akan memperoleh pemuda-pemuda unggul yang berpartisipasi, kreatif, dan memiliki keuletan yang tinggi. kemunculan e-commerce sektor pertanian seperti aplikasi @tanihub, @carisayur, dan aplikasi lainnya merupakan tanda mulai berdenyutnya pengaplikasian teknologi informasi dalam industri agrikultur. E-commerce semacam ini tentu lebih mudah diterima oleh pemuda modern kota yang tertarik pertanian off-farm.

Inilah mengapa, transformasi kebijakan sektor pertanian yang menitikberatkan pada pendidikan, secara tak langsung tentu akan meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan menciptakan lapangan kerja baru di perdesaan sekaligus menahan laju urbanisasi melalui perubahan mindset pemuda. Dengan pikiran yang kreatif, pemuda bisa menyelaraskan kehidupan pertanian dengan misi perawatan lingkungan hidup dan keindahan wisata pedesaan yang mampu menarik devisa dari para turis yang datang, dan memacu detak perekonomian Indonesia. Kultivasi lahan pertanian secara optimal oleh pemuda tentu mampu menaikan kualitas hidup masyarakat, dan merupakan arena bertumbuhnya rasa nasionalisme, partisipasi para pemuda Indonesia, dan menjadi harapan bagi kemajuan pertanian Indonesia di masa depan.

****

Referensi:

Berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun