Mohon tunggu...
Si Murai
Si Murai Mohon Tunggu... Editor - Itu, burung kecil berekor panjang yang senang berkicau!

“Do not ask who I am and do not ask me to remain the same. More than one person, doubtless like me, writes in order to have no face.” ― Michel Foucault

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lullaby

23 Agustus 2019   20:23 Diperbarui: 23 Agustus 2019   20:54 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puluhan tahun yang lalu, mungkin di antara kalian masih ada yang mengingat sentuhan ayah atau ibu saat meninabobokan kita. Bagaimana rasanya? Hangatkah?

Tapi sekarang, itu tak penting lagi, ya? Jangankan rindu, membayangkannya pun kita sudah tak mampu. Terlalu banyak materi kedewasaan yang harus kita serap dalam pertumbuhan kita. Memori masa kecil jadi seakan memudar, padahal sebenarnya tidak. Ia hanya tertidur pulas di dasarnya kesadaran manusia, yang mungkin sesekali bisa terbangun saat kita sedang tidak bisa tidur.

Andaikan saja ada yang meninabobokan lagi...

Betapa kita sebenarnya ingin sekali disentuh, dibuai dalam malam yang membelai. Tapi, tak ada tangan lain di ranjang ini selain milik kita sendiri. Kesepian orang dewasa selalu membuat memori masa kecil itu terbangun. Itulah sebabnya kita mendadak rindu pada buaian nina bobo, meski tak mengharap lagi datangnya dari ayah atau ibu.

Lalu siapa yang membuai kita malam ini?

Jangan pernah membayangkan kehadiran seseorang saat kenyataannya kita hanya sendirian malam ini di ranjang ini. Jangan pula membayangkan lagi wajah orangtua kita yang menyentuh atau menyanyikan lagu selamat tidur. Itu hanya akan membuat kita tampak lemah dan payah. Masa, untuk menghadapi kepastian saja kita masih harus berlari, berputar ke sana ke mari, hingga berakhir pada memori masa kecil. Kita manusia dewasa. Hadapilah dengan tangan terbuka, bahwa kita siap menerima apa pun yang akan diberikan malam pada kita, termasuk rasa tidak bisa tidur di tengah kesepian yang menghimpit.

Andaikan saja ada yang meninabobokan kita...

Tapi, tak ada orang lain di ranjang ini selain diri kita sendiri. Dan, sebuah lagu selamat tidur dari piringan hitam yang akan mengalun mungkin hingga pagi lagi, mengeloni kita bahkan hingga kita terbangun lagi esok hari.

Itulah hebatnya punya lagu selamat tidur dari piringan hitam dibandingkan punya orang yang meninabobokan. Bahwa nada menemani kita bahkan hingga kita terbangun esok harinya sebab mana mungkin sempat mematikan alat pemutar itu, sementara seseorang menemani kita hanya sebatas kita tertidur pulas. Setelah itu, ia akan pergi meninggalkan kita. Tak terus-terusan membuai. Tak terus-terusan menyentuh. Tapi, lullaby (lagu nina bobo) akan selalu menemani kita tanpa batas waktu. Bukan hanya saat kita tidak bisa tidur, melainkan pula saat kita ingin disentuh, dibuai dalam malam yang membelai. Lullaby akan selalu ada saat kita tak sadar maupun terjaga.

Itulah hebatnya punya nada dibandingkan raga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun