Mohon tunggu...
Simon Sutono
Simon Sutono Mohon Tunggu... Guru - Impian bekaskan jejak untuk sua Sang Pemberi Asa

Nada impian Rajut kata bermakna Mengasah rasa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Terbang

8 Juni 2021   10:30 Diperbarui: 22 Juni 2021   23:28 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Pintu kaca terbuka lebar. Para penumpang Merpati Airlines bersiap dan tertib melewati pemeriksaan boarding pass. Kami salah satu dari mereka. Menenteng tas, Tuanku menjejakkan kami di pelataran bandara. 

Aku bisa memaklumi kalau perasaannya membuncah karena demikian pula denganku. Ini kali pertama kami akan menaiki pesawat. Alat trasportasi ini hanya menjadi pemandangan jauh di angkasa ketika Tuanku kecil. Samar kecil di angkasa dengan suara sayup, kapal udara mencuri perhatian anak-anak kampung tuanku berteriak, "Udara menta duit. Udara menta duit (udara minta duit)". 

Sampai usia Tuanku dua puluh tahun lebih, belum sekalipun ada uang lembaran atau koin yang terjatuh dari pesawat terbang karena teriakan ini.

            "Karena kamu ada kuliah, kamu nanti menyusul kami ke Bali. Tiketnya sudah disiapkan." Ucapan itu aku dengar dari mulut Mrs. M. Dalam Bahasa Inggris tentunya.

Antara girang dan tegang, Tuanku menerima rencana pelesiran keluarga itu.

            "Mantaap. Keputusan tepat," ujar kembaranku.

            "Tapi bagaimana kalau dia tersesat? Dia sama sekali belum pernah ke luar pulau. Pakai pesawat lagi," jawabku agak sangsi.

            "Kok jadi kamu sekarang yang ragu? Denger ya, masih ingat Tuan kita lulus SMP daftar sendiri ke SMA di Bandung? Sendirian! Terus keputusan-keputusan selama ini belajar, bekerja, sekarang kuliah sambil kerja. Jarang-jarang orang laki jadi pengasuh. Apa dia konsultasi orang lain? Kagak. Dia putuskan sendiri. Kalau sekarang harus ke Bali sendirian itu sih cetek." Panjang lebar kembaranku menjelaskan.

            "Iya sih. Aku ngerti. Ya semoga semuanya lancar-lancar saja," ungkapku.

            Menapaki landasan pacu pesawat aku dan kembaranku bersemangat menyangga Tuanku mendekat pada sang Merpati. Mengantri naik tangga pesawat, pandangan Tuanku menyapu sekitar bandara. Matanya berkaca-kaca.

            "Memimpikannya pun aku tidak pernah," ujarnya seraya menghembuskan nafas panjang. Aku bersemangat menaiki tangga yang merapat ke pintu belakang. Di ujung tangga seorang pramugari menyambut dan mempersilakan penumpang duduk. Dari langit-langit kabin keluar kepulan uap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun