Mohon tunggu...
Sim Chung Wei
Sim Chung Wei Mohon Tunggu... Guru - Guru

blog : castleofwisdom7.blogspot.com youtube : https://www.youtube.com/channel/UCL2z2EUZdml4YIKyqlpsEQw Saya pria, lahir di kota Tahu, Sumedang, Jawa Barat, pada tanggal 24 Desember , anak pertama dari dua bersaudara. saat ini berprofesi sebagai tenaga pendidik di salah satu sekolah Internasional di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Apakah Langit yang Kupandang Sama?

1 November 2022   20:23 Diperbarui: 1 November 2022   20:41 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kala kutatap langit malam seorang diri, pikiranku melayang dan kurenungkan "apakah langit yang kutatap malam ini sama dengan langit yang ku tatap saat muda?" kala itu, aku pernah menanatap langit dengan perasaan bebas dan lepas yang dihiasi dengan bintang-bintang, sekelilingku rumput liar yang memberikan aroma alam. 

Saat ini ketika saya berada di "hutan beton" jakarta keinginan untuk kembali ke alam mendorong saya, dan menyelidiki uniknya kehidupan serangga.

kerinduanku akan alam bebas memang terpendam dalam lubuk hatiku, saya harus jujur pada diri saya sendiri bahwa saya merindukan hal itu. 

Aroma alam, udara segar, rumput liar yang bergoyang, bunyi jengkerik atau gemerisik serangga lain di dedaunan, bahkan saya juga meridukan suara "tonggeret" meski berisik, namun itulah bagian dari nyanyian alam. lembabnya udara malam menimbulkan sensasi segar dan tak terkira. suatu saat saya memimpikan kebebasan baik waktu, finansial dan kesempatan.

mimpi untuk bisa duduk di atas rumput hijau nan sejuk dibawah terang rembulan dan bintang-bintang, ingin kuulangi lagi. Menikmati alam, mengaggumi kebesaran dan kedasyatan TUHAN. menimati secangkir kopi panas dan memandang langit malam, berselimutkan udara tipis dan dingin. Berbincang dengan sahabat yang saling mengisi kekosongan.

Tidaklah mudah bagi saya yang biasa hidup dekat dengan alam, harus menjalani hidup di hutan beton jakarta. setiap saat saya dapat menarikan tarian alam, sekarang saya harus menari dengan deru kendaraan dan polusi. bernyanyikan kebisingan dan hiruk-pikuk yang terkadang membuat kepala menjadi pusing.

Cara menikmati hidup yang sangat berbeda, namun dengan tetap berserah dan mengucap syukur, maka saya tidak terlalu tertekan, dan dapat menikmati indahnya hidup meski keadaan sekeliling tidak mendukung. Memang banyak alasan untuk mengeluh dan berkeluh kesah, marah dan mengomel sepanjang hari, namun dengan menikatinya, maka kita dapat menikamtinya dengan luar biasa.

Jakarta, di suatu senja tahun 2008

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun