Mohon tunggu...
Silvi Kurnia Putri
Silvi Kurnia Putri Mohon Tunggu... Psikolog - Silvy Elputry02

Keep smiling 🤗

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Wanita Berpolitik dalam Pandangan Agama Islam

24 Januari 2021   21:38 Diperbarui: 24 Januari 2021   21:41 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agama Islam terhadap wanita sangat adil dan proporsional. Islam sangat menghargai kedudukan wanita sebagaimana memberikan arahan-arahan untuk dapat menjaga kehormatan dan harga wanita sebagai makhluk Allah dengan segala keunikannya. Perhatian al-Qur'an terhadap wanita dan permasalahannya sangat nampak pada pengangkatan kewanitaan, baik pada aspek figur dan kriterianya maupun aspek masalah-masalah yang dibahas; demikian banyak al-Qur'an menyebut kisah-kisah wanita yang berperan sebagai figure keteladanan seperti Asiah istri Fir'aun, Zainab binti Jahsyin istri Rasulullah saw, kisah ketegaran istri Nabi Ibrahim as, kisah fitnah terhadap Ummul Mu'minin Aisyah. Sebaliknya wanita-wanita berdosa yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian dan kesejahteraan hidup, seperti istri Nabi Nuh dan Nabi Luth, istri Abu Lahab. Bahkan al-Qur'an memberikan penamaan khusus kepada nama sebuah surat al-Qur'an dengan sebutan an-Nisa' (para wanita); di dalamnya dijelaskan tentang wanita yang memerankan penebar kebajikan bagi kehidupan dan hukum-hukum yang terkait dengan kewanitaan. Islam menetapkan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kemuliaan dan tanggungjawab secara umum, adapun terkait tugas masing-masing dalam keluarga dan masyarakat, Islam menetapkan sikap proporsional bagi laki-laki dan perempuan dalam hak dan kewajiban mereka, sekaligus sebagai bukti keadilan Islam

Pertanyaan klasik tentang boleh tidaknya seorang wanita menjadi kepala negara (pemegang jabatan) kembali mencuat, salah satu topik pembicaraan hangat di kalangan islam adalah keterlibatan perempuan dalam politik, yakni yang berkaitan dengan urusan negara dan masyarakat. Pandangan islam tentang wanita sangat jelas, islam meletakan wanita itu sejajar dengan pria, sesuai dengan kodratnya masing -- masing. Baik pria maupun wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama secara universal. 

Pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara lapangan kerja wanita dan pria, karena kerja merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat produktivitas kerjanya di segala lapangan kehidupan. Islam merupakan salah satu paket sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh sendi -- sendi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, perintah dan umat, akhalq dan kekuatan, hukum dan keadilan, peradaban dan undang -- undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar. Maka jelaslah dari definisi syumuliatul islamdari syallah Hasan al -- banna ini menegaskan tidak ada pemisah antara islam dan kekuasaan serta antara islam dengan politik. 

Berbicara konteks politik islam juga mengatur peran dan posisi wanita m kaitannya dengan kepemimpinan islam dan perannya dalam kancah perpolitikan PERAN WANITA DALAM POLITIK

Menurut Brunetta, peran ialah bagian yang dimainkan pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan. Di tengah perkembangan peradaban manusia muncul fenomena kebebasan wanita serta kiprhany dalam kehidupan sosial dan politik. Sebenarnya, fenomena seperti ini sudah ada pada zama Rasulullah. Sekarang ini di Indonesia telah terjadi tuntunan untuk emansipasi wanita termasuk dalam kepemimpinan di dalam bidang politik dan kenegaraan. Ketika berbicara tentang peran politik wanita dalam islam berarti berbicara tentang peran wanita sebagai bagian dari masyarakat. Islam memandang bahwa wanita sebagai bagian dari masyarakat memiliki kewajiban yang sama dengan laki -- laki untuk mewujudkan kesadaran politik pada diri wanita sendiri maupun masyarakat secra umum. 

Dalam islam tidak menjadi masalah apakah posisi seseorang sebagai penguasa ataupun rakyat biasa. Keduanya bertanggung jawab dalam mengurusi umat, yaitu penguasa sebagai pihak yang menerapkan aturan untuk megurusi umat secara langsung dan umat akan mengawasi pelaksanaan pengaturannya. Keduanya berkewajiban memajukan umat dan memiliki tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan problematika umat baik problem laki -- laki maupun wanita. Karena problem ini di pandang sebagai problem yang satu yaitu problem manusia. 

Ketika kaum muslimin (laki -- laki dan perempuan) berupaya mengkusikan segenap potensinya untuk mengurusi dan menyelesaikan problem etika umat, berarti telah melakukan peran politik. Oleh karena itu, wanita dapat melakukan peran politik meskipun tidak menjadi penguasa seruan Allah dalam hal aktivitas perempuan di dunia politik secara umum mempunyai implikasi pada hukum yang berkaitan dengan wanita dalam kedudukannya sebagai individu manusia. 

 HUKUM WANITA BERPOLITIK

Keterlibatan dalam politik adalah wajib bagi kaum muslimin, baik laki -- laki maupun perempuan. Rosulullah bersabda:

 "siapa saja yang bangun di pagi hari dan perhatiannya kepada selain Allah, maka ia akan berurusan dengan Allah dan barang siapa bangun pagi dan tidka memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka kaum muslimin ( H.R Hakim dan alkh)".  

Hadis -- hadis dan ayat al -- Quran tersebut menunjukan bahwa keterlibatan dalam politik merupakan kewajiban bagi kaum muslimin. Hal ini ditunjukan oleh adanya celaan bagi yang tidak memperhatikan urusan umat dalam hasdits pertama. Dalam hadis dan al -- Quran tersebut ditunjukan secara umum kepada kaum muslimin baik laki -- laki maupun perempuan. Oleh karena itu, siapa saja yang termasui muslimah harus memiliki kepedulian terhadap masalah politik yaitu pengaturan urusan umat. Hak politik perempuan dalam perspektif islam ada dua pandangan. Sebagaimana dalam kajian tafsir maudi'u (tafsir tematik) memberikan jawaban bagi masyarakat yang masih terdapat dua futuh yang bersebrangan. Satu pandangan menyatakan perempuan harus di dalam rumah, mengabdi kepada suami, dan hanya mempunyai peran domestik dan tidak boleh berpolitik. Pandangan lain menyatakan perempuan mempunyai kemerdekaan untuk berperan baik di dalam maupun di luar rumah demikian juga dalam bidang politik. Hal tersebut terjadi karena belum dipahaminya konsep tentang politik perempuan secara alami, juga karena dalam memahami teks ayat al -- Quran masih bias gendes. Perebdaan pandangan tersebut terkait dengan perbedaan dalam memahami sumber -- sumber ajaran islam terutama ayat al -- Quran yang berbicara tentang politik. Pandangan islam dalam perintah amar ma'ruf nahi munkar menyebutkan laki -- laki dan perempuan berkewajiban untuk amar ma'ruf nahi munkar melalui beberapa cara termasuk di antaranya dengan media politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun