Mohon tunggu...
Silvia Ayu Artika
Silvia Ayu Artika Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

hobi saya memasak, saya suka menonton film

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pernikahan Wanita Hamil

1 Maret 2023   20:53 Diperbarui: 1 Maret 2023   21:43 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Abstract

Creating a sakinah life, or mawadah warohma, by encouraging a household mission or family life is a religious order for every Muslim, and the idea of living a family has a marriage purpose. It is possible for Sakinah's life to come to fruition if she begins by adhering to social, legal, and religious guidelines. It has been discovered that the suspicion of the cause of behavioral deviations is increasingly spreading in the context of the marriage of pregnant women, moving and developing as if it cannot be prevented and detained so that it is not controlled again, despite the fact that the actual conditions are actually the norms of the norms being widely ruled out and ignored. As a result of the granting of marriage licenses to pregnant women as a result of adultery committed by women and their partners, the compilation of Islamic law indirectly established the legality of adultery.

Keyword: marriage, pregnant women, adultery. 

Abstrak 

Menciptakan kehidupan sakinah, atau mawadah warohma, dengan mendorong misi rumah tangga atau kehidupan keluarga adalah perintah agama bagi setiap Muslim, dan gagasan hidup berkeluarga memiliki tujuan perkawinan.  Kehidupan Sakinah bisa terwujud jika dimulai dengan berpegang pada pedoman sosial, hukum, dan agama.  Ditemukan bahwa dugaan penyebab penyimpangan perilaku semakin meluas dalam konteks perkawinan ibu hamil, bergerak dan berkembang seolah-olah tidak dapat dicegah dan ditahan sehingga tidak dapat dikendalikan lagi, padahal  kondisi sebenarnya adalah norma norma yang banyak dikesampingkan dan diabaikan.  Akibat pemberian surat nikah kepada wanita hamil akibat zina yang dilakukan oleh wanita dan pasangannya, maka kompilasi hukum Islam secara tidak langsung menetapkan legalitas zina.

Kata kunci: pernikahan, wanita hamil, zina. 

Pendahuluan

Pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat karena tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan, serta pergaulan bebas, perkosaan, pola asuh, pergaulan, kehidupan ekonomi keluarga, lingkungan, dan faktor lainnya turut menjadi penyebab tingginya angka perkawinan ibu hamil di masyarakat. Kurangnya perhatian terhadap pergaulan dan pergaulan orang tua dan diri sendiri, inilah yang menyebabkan terjadinya perkawinan hamil di luar nikah. Perasaan emosional lebih penting bagi mereka daripada logika.
Kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan ini merupakan faktor penting lain dalam perilaku penjahat. Para ahli dan pelaku sepakat bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya nikah siri pada ibu hamil. Pertama, biasanya ada faktor internal, seperti produksi hormon biologis yang berlebihan, perkembangan moral, penundaan pernikahan, dan penyalahgunaan narkoba. Faktor pendorong yang kuat untuk melakukan ini juga kurangnya kesadaran diri, perhatian, pengawasan, dan kepedulian terhadap orang-orang di sekitar mereka. Kedua, faktor yang berasal dari luar. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan agama, serta lingkungan yang tidak sehat berkontribusi pada perkembangan faktor ini.
Adapun penyebab terjadinya pernikahan pada wanita hamil, yaitu melalui pergaulan bebas dapat menyebabkan pernikahan yang seharusnya tidak terjadi, karena pengaruh teman atau lingkungan, pola asuh, dan kehidupan ekonomi keluarga. Perkumpulan remaja saat ini sangat memprihatinkan. Beberapa dari mereka terjebak dalam pergaulan bebas akibat penyalahgunaan alat teknologi seperti media sosial.
Argument terhadap pandangan ulama tentang pernikahan wanita hamil, yaitu para ulama dan cendekiawan dari berbagai mazhab memiliki berbagai pandangan yang kontradiktif terkait pernikahan wanita hamil ini. Menikah dengan wanita yang sedang hamil menurut Imam Syafi'i diperbolehkan karena baik laki-laki yang berzina maupun laki-laki yang tidak berzina diperbolehkan, dan akad nikahnya sah tanpa perlu taubat, sebagaimana melahirkan sebelum terjadi pernikahan. Berbeda dengan mazhab Hanbali karena menurut mazhab Hanbali, seorang wanita yang hamil harus melalui masa iddah, yaitu masa menunggu untuk dapat dinikahkan sampai wanita tersebut melahirkan. Hal ini berlaku baik wanita tersebut hamil karena suaminya maupun karena hamil di luar nikah (zina). Imam Malik dan Imam Ahmad, sebaliknya, pada akhirnya menang, menyimpulkan bahwa hukumnya haram jika seorang laki-laki menikah dengan perempuan yang sedang mengandung anak orang lain.
Tinjauan secara sosiologolis,reoigios dan yuridis dalam pernikahan wanita hamil, yaitu yang di tinjau secara:
*sosiologi: Tujuan menikah dalam keadaan hamil adalah untuk menutupi rasa malu yang disebabkan oleh laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki ikatan satu sama lain. Zina yang mengakibatkan kehamilan merupakan aib yang sering dihindari dengan melangsungkan pernikahan. Wanita yang hamil akan segera dinikahkan dengan laki-laki yang telah menghamilinya atau dengan laki-laki yang tidak menghamilinya untuk mencegah meluasnya rasa malu. Untuk menghindari ejekan dan penghinaan terhadap keluarga mereka, itu lebih merupakan penutup dari tindakan memalukan para pemuda.
*Religius: terdapat kesalahan tindakan dalam mencapai kedewasaan, yang seharusnya belum bisa lakukan tetapi malah di lakukan dengan seenaknya dan akhirnya mereka menanggung perbuatan dengan kehadiran anak yang tidak sah.
*Yuridis: nasabnya ikut ibunya karena dia adalah anak dari hubungan yang belum seharusnya terjadi sebelum pernikahan, ayah tidak berhak untuk menikahkan anaknya jika perempuan.
Perlakuan yang tepat yang dilakukan generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam, yakni Sudah sewajarnya sebagai umat Islam yang baik, kita menginginkan keluarga Islami yang aman, sejahtera, dan penuh kebahagiaan.  Artinya keluarga yang menjunjung tinggi budi pekerti yang luhur, yang nantinya dapat mewujudkan keluarga yang bahagia, tenteram, dan tenteram, Sakinah Mawaddah Wa Rahmah. Secara alami, baik suami maupun istri harus menyadari peran dan tanggung jawab mereka. Salah satu tanggung jawab utama suami adalah membiayai kebutuhan materi keluarga yang berkelanjutan. Berikut ini tertuang dalam surat Al Baqarah 233 Al-Qur'an: Selain itu, tanggung jawab ayah adalah memberi pakaian dan memberi makan ibu secara layak. Setiap keluarga, terutama yang pandai bersyukur, menerima makanan dari Allah, maka seorang istri perlu bisa merasa puas dan bersyukur. Sekecil apa pun bantuan itu, mereka tidak akan merengek atau mengeluh. Mereka berkeyakinan bahwa Allah akan membalas hamba-hambanya yang mahir, merasa puas, dan bersyukur.
Dalam buku karya Asman, M.Ag., terciptanya keluarga sakinah dengan adanya beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Tetapkan tujuan yang baik untuk membangun keluarga yang baik.
2.menjaga prinsip pernikahan.
3. Jalankan hak dan tanggung jawab masing-masing pasangan.
4. Selalu ingat untuk menghormati Allah.
5. Menjadikan rumah tangga yang tenteram, nyaman, dan harmonis. 

Kesimpulan

Didalam pernikahan wanita hamil seringkali di anggap dengan perbuatan zina, adapun pendapat dari pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil, yaitu para ulama dan cendekiawan dari berbagai mazhab memiliki berbagai pandangan yang kontradiktif terkait pernikahan wanita hamil ini. Menikah dengan wanita yang sedang hamil menurut Imam Syafi'i diperbolehkan karena baik laki-laki yang berzina maupun laki-laki yang tidak berzina diperbolehkan, dan akad nikahnya sah tanpa perlu taubat, sebagaimana melahirkan sebelum terjadi pernikahan. Berbeda dengan mazhab Hanbali karena menurut mazhab Hanbali, seorang wanita yang hamil harus melalui masa iddah, yaitu masa menunggu untuk dapat dinikahkan sampai wanita tersebut melahirkan. Hal ini berlaku baik wanita tersebut hamil karena suaminya maupun karena hamil di luar nikah (zina). Imam Malik dan Imam Ahmad, sebaliknya, pada akhirnya menang, menyimpulkan bahwa hukumnya haram jika seorang laki-laki menikah dengan perempuan yang sedang mengandung anak orang lain. Makadari itu wanita yang sedang hamil jika ingin di nikahkan demi menutupi aib keluarga sebaiknya di lakukan sesudah melahirkan agar kedepannya tidak terjadi keharaman dan menjadi perlindungan untuk ibu dan anaknya. 

Nama anggota kelompok 7, HKI 4A :
1.Malika Alea Casta_212121016
2.Farhan Kuldhori_212121025
3.Kukuh Krido Wicaksana_212121027
4.Silvia Ayu Artika_212121033
5.Danik Widiastuti_212121034

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun