Mohon tunggu...
Silvha Darmayani
Silvha Darmayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Andalas

Everything will be fine

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Duka Juni-Agustus

16 Agustus 2021   10:17 Diperbarui: 22 Oktober 2021   18:50 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kau lihat merpati itu melihatmu. Saat air mata merpati lebat turun membasahi perkarangan rumahmu, kau juga ingin menangis sebab tak sanggup-sesak memerang di dadamu. Tapi kau lawan. Terus berusaha kau lawan. Kau manusia paling kuat yang kulihat hari itu, Lan.

Saat kau berbalik meninggalkan luar rumah yang bergelinangan air mata merpati, kau dapati satu orang yang membuat kau lebih tak kuat menahan tangismu lagi.

Lan, ketika malam sebelum bakda subuh. Ibumu sudah lebih dulu menyiapkan sayur, ubi-ubi dari kebun, dan berpesan memindah alihkan kepemilikannya pada orang lain. Ibumu tidak berangkat bersamamu malam itu. Ia pergi sendirian, menuju pasar baru, pasar yang paling jauh dan diketahui oleh siapapun. Tapi Tuhan mengizinkan ibumu pergi lebih dulu. Ke sana, berjualan di sana, juga tinggal di sana. Selamanya.

Riau, Agustus 2021


3. Berpindah Rumah

(Kepada Zikra, dan alm Ibu Y. Ibu kami yang paling tegar, dan telah berpulang)

Zik, tak kutahu seberapa tegar hatimu berdiri di lapangan padang tak berumput.

Siang matahari begitu panas membumihanguskan tubuhmu, kau berpeluh-tapi tak pernah mengeluh-terus melenguh menantang segala ketakutan.

 Di samping kanan kau mengendong adikmu yang masih kecil dan polos, memanggil-manggil ibunya. Di kiri kakak laki-lakimu berdiri dengan sebelah kakinya yang tersisa. Menangisi ayahnya yang pergi merantau tanpa berkabar kapan akan pulang.

Zik, tak kutahu apa yang membesarkan hatimu, hati adik perempuanmu, juga hati kakak laki-lakimu. Kalian keras kepala, menunggu ayah yang tak mau lagi berkirim surat, dan kalian tetap keras kepala menanti ibu yang sudah berpindah rumahnya.

Zik, tatkala kau melihat langit. Hujan selalu turun di sana, menghampirimu. Langit seperti tahu, kau merindukan kehangatan yang telah hilang dari segala penjuru. Kau menangis, saat satu titik air mengenai rambut hitam adik perempuanmu yang masih kecil, dan kau semakin tersedu saat tangis membahasi keseluruhan tubuh kakak laki-lakimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun