Tidak adil karena membatasi peredaran tuak lokal tetapi membiarkan tuak import beredar bebas. Apabila ada keinginan memusnahkan semua hal-hal yang berkaitan dengan minuman yang beralkohol maka tuak import juga perlu dibatasi atau dimusnahkan. Selain itu perlu juga melihat sisi positif dari meminum Tuo Nifaro dalam takaran yang wajar, misalnya dapat menyembuhkan encok, asam urat dan ngilu persendian. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa Tuo Nifaro adalah kearifan lokal dan budaya leluhur Suku Nias yang seyogyanya menjadi kebanggaan masyarakat Nias. Sebagaimana suku-suku lain, bangga pula dengan peninggalan leluhur mereka.
Apa solusinya?
Saran paling sederhana adalah Tuo Nifaro diberi lebel legal oleh pemerintah setempat sehingga menjadi salah satu 'Kekayaan Intelektual Masyarakat Nias'. Dengan demikian pemerintah setempat mampu mengontrol kadar alkohol dan peredarannya. Pemusnahan, razia, dan membatasi peredaran adalah bukan solusi yang tepat. Petani Aren butuh makan, maka mereka menjual hasil dari usaha mereka.
Jika pemerintah belum mampu membuka lowongan kerja untuk petani aren, maka sebaiknya bertindak bijak. Apabila kearifan lokal masyarakat Nias hilang, cepat atau lambat kearifan luar yang akan berkembang. Jangan heran jika dikemudian hari Kepulauan Nias akan sama dengan Jakarta, di mana kearifan lokal masyarakat Betawi tersingkirkan meskipun tidak semua.
Memang sebagian daerah Nias, terutama Nias Selatan telah melarang peredaran Tuo Nifaro dengan mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu aspek keamanan, aspek kesehatan dan ketertiban. Peraturan tersebut termaktub dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nias Selatan Nomor: 04.20-33 tahun 2017 tentang Larangan Minuman Beralkohol di Kabupaten Nias Selatan.
Masyarakat perlu menghormati Perbup yang telah dibuat sambil menyampaikan aspirasi dengan lantang untuk menemukan solusi terbaik. Apapun aturan yang mendiskriminasi rakyat harus dilawan, jika diperlukan masyarakat turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi dengan hormat dan beradab.