Semakin berkembangnya zaman, manusia setiap saat semakin berkreasi dengan ide kreatif untuk kebutuhan hidupnya. Bidang pertanian tidak luput dari perkembangan ini. Mulai dari pengembangan pupuk organic ramah lingkungan, traktor sebagai alat pembajak, hingga tren menanam hidroponik yang saat ini lumayan digemari banyak orang.
Metode menanam ini sudah mulai dikembangkan sekitar tahun 1627 oleh Francis Bacon. Namun di Indonesia sendiri metode menanam tanpa menggunakan media tanah ini baru populer di tahun 1980, Â yang diawali oleh pakar agribisnis Bob Sadino. Inilah yang menjadi salah satu motivasi utama Fariz Nugraha. Seorang pengusaha tanaman hidroponik dari Kabupaten Sukabumi.
Pria berusia 29 tahun ini memulai usaha hidroponik dari balkon rumah tua keluarganya yang memiliki luas 7x6 meter. Ia menyulap balkon tersebut menjadi lahan bertanam hidroponik dan dapat menanam sekitar 3.000 tanaman. Metode hidroponik yang tidak memerlukan lahan yang luas inilah yang juga membuat Fariz bergelut di hidroponik.Â
Terdorong dari kecintaannya terhadap daerah kelahirannya, Fariz mulai memperkerjakan petani untuk lahan hidroponiknya. Ia khawatir terhadap nasib para petani yang tidak memiliki lahan untuk bertani karena terus tergusur pembangunan industri. Ia sering meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu dan pengalamannya di bidang hidroponik kepada para petani dan orang-orang yang tertarik memulai berbisnis hidroponik.
Fariz dan beberapa petani lainnya kemudian mencetuskan Sukaponic sebagai brand mitra mereka. Hasil-hasil dari Sukaponic kini tersedia di pasar dan swalayan. Dengan kerjasama antar mitra ini, Sukaponic sedang mengembangkan teknologi barcode di kemasan hidroponik. Teknologi ini diperuntukkan supaya konsumen lebih mudah mengidentifikasi dan menggali informasi seputar sayuran hidroponik. Teknologi ini juga bisa digunakan untuk membandingkan harga sayur hidroponik swalayan dengan hasil dari Sukaponic.