Mohon tunggu...
Indra Jaya
Indra Jaya Mohon Tunggu... lainnya -

Putra asli Minang Kabau, hidup di rantau untuk menimba ilmu dari sungai pencerahan di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Potensi Kepribadian Manusia Menuju Spirit Ketuhanan (Ilahiyah)

4 Oktober 2012   17:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:15 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Dia-lah yang mencipta kalian dari suatu nafsin Wahidah, dan menjadikan dari padanya jodoh baginya….(Q.s.6:2)

Nafs merupakan inti dari pergerakan dalam diri manusia, namun hingga pada saat sekarang ini nafs berada dalam terra in cognita (wilayah yang akalpun sulit untuk menjangkaunya). namun nafs tidak berdiri sendiri, dia menyatu dengan fisik untuk  menjadi sebuah diri (self). Sukanto & Dardiri (1996:40) mengatakan aktivitas nafs tanpa fisik adalah imajinasi (khayal). Sedangkan aktivitas tanpa fisik adalah robot.

Manusia dengan nafs nya melahirkan nafsil insaniah (kepribadian manusia). Kepribadian manusia menentukan sikap dan imajinasi manusia itu sendiri. Dengan kepribadian manusia mengisi kekosongan citra diri sebagai mani yang hina menuju manusia yang kamil (insan kamil). Manusia dalam membentuk nafs butuh proses yang panjang. Bagaikan jalan berliku dan terjal.  Sehingga manusia yang senantiasa mengingat Allah dengan segenap nafs (imajinasi) dan badannya (daya gerak) yang akan menjadi tenang.

Nafs merupakan potensi kemanusiaan, sedangkan ruh adalah semangat ilahiyah yang menjadi sumber lahirnya citra diri positif seorang hamba. Tidak ada satupun manusia yang tahu tentang substansi ruh kecuali sedikit. Ruh ditiupkan Allah ke dalam janin sebelum sempurna menjadi manusia melalui perjanjian transedental dan suci. Namun nafs manusia sering melakukan penghianatan. Nafs penuh dengan potensi binner, antara negatif dan positif. Manusia hidup karena ruh yang ditiupkan Allah.

Psikologis atau nafs manusia terbentuk menjadi mind and action karena ada dorongan. Dorongan internal diri, maupun eksternal. Antara potensi diri dan lingkungan sosial menjadi kontributor dalam membentuk sikap dan perilaku manusia. Pribadi kuat kalau didukung dengan lingkungan kuat akan menjadi manusia kuat. Pribadi lemah didukung dengan lingkungan lemah akan menjadi pribadi yang lemah. Oleh sebab itu nafs manusia itu fluktuatif atau sering inkonsisten. Iman sebagai potensi ruh dan merupakan wujud pengabdian, akan luntur dan bahkan hilang jika nafs tidak mengikuti pertimbangan hati (qolbu). Manusia sering melupakan pertimbangan dan petuah hati. Pernahkah kita belajar dari kisahnya Nabi Adam yang menyesal karena tidak mengikuti petuah hati?.

Hidup memang penuh tantangan, tantangan nafs ketika dihadapi dengan persoalan yang namanya syahwat. Apabila masa nafsin wahidah mulai tidak seimbang dengan kesendirian, maka Allah menjadikan pada dirinya itu pasangan. Karena anasir alam itu selalu mempunyai pasangan. Pasangan langit adalah bumi, pasangan atas adalah bawah, pasangan laki-laki adalah perempuan. Namun dari pasangan itu bisa juga muncul perlawanan dan ketidaknyamanan. Manusia tentunya ingin menjadikan dirinya berpasangan dengan diri yang lain (laki-laki mencari pasangan perempuan, dan perempuan mencari pasangan laki-laki) untuk mengisi kekosongan. Semua ini tidak terlepas dari dorongan syahwat atau suka karena melihat sosok keindahan.

Jodoh sebagai eksistensi dan kebutuhan manusia tidak serta merta datang begitu saja. Ada proses panjang untuk menjadikan satu kesatuan dalam cinta dan rasa suka. Proses rasa cenderung menumbuhkan kegalauan dalam diri manusia. Allah tidak melarang hambanya untuk suka dan cinta terhadap lawan jenis, namun Allah tidak suka kalau suka dan cinta itu tidak dilakukan melalui jalur kebenaran. Nafs terkadang sering memberontak, karena potensi kemanusiaan itu lebih tinggi dari pada spirit Ilahiyah pada diri manusia.

Untuk itu perlu kita melirik kembali diri kita, apakah ada spirit ke-Ilahiyah-an dalam nafs kita. Apakah kita mempergunakan hati kita untuk melakukan semua di dunia ini?. Karena hati menjadi kunci kita menjadi hina dan sholeh.

Selamat malam semuanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun