Mohon tunggu...
Sihol Hasugian
Sihol Hasugian Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar Administrasi Publik; Sport Enthusiast.

Barcelonista Menulis adalah sarana berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Akses dan Literasi untuk Ekonomi Inklusif

31 Juli 2022   23:17 Diperbarui: 31 Juli 2022   23:31 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: g20.org

Dalam mewujudkan tata kelola ekonomi inklusif bagi pemuda, perempuan, dan disabilitas, salah satu hal yang mesti dipersiapkan adalah ekosistem positif. Ekosistem ini berupa aksesibilitas pengetahuan dan kecakapan literasi, khususnya literasi digital. Aksesibilitas yang mudah dan kecakapan memungkinkan ketiganya dapat mewujudkan tata kelola ekonomi yang lebih inklusif, sehingga mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.   Kendati saat ini, ekonomi digital berkembang dengan pesat, nyatanya tidak serta merta mampu mendorong distribusi manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat. 

Pada 2021 Bank Dunia menilai bahwa tingginya angka penggunaan layanan internet berbanding terbalik dengan manfaat yang dirasakan pada berbagai lapisan masyarakat. Ekonom senior Bank Dunia, Sailesh Tiwari (Kompas, 29 Juli 2021) memperhitungkan bahwa kontribusi ekonomi digital terhadap total pendapatan nasional baru sekitar 4,25 persen. 

Artinya masih perlu optimalisasi keberadaan layanan digital sebagai roda ekonomi inklusif di tengah masyarakat.  Maka tak heran, Presidensi G20 turut mengangkat persoalan ini sebagai isu prioritas yang harus segera diselesaikan secara kolaboratif oleh seluruh negara, terutama untuk memperbaiki perekonomian pasca pandemi COVID-19.  

Wacana transformasi digital dalam Presidensi G20 menjadi salah satu dasar perbaikan perekonomian negara pasca pandemi. Diskusi ini tentu menjadi harapan sekaligus angin segar bagi Indonesia secara khusus agar mampu beranjak dari bayang-bayang dampak pandemi.  

Kesenjangan dan kecakapan digital

Utamanya, untuk mendukung persoalan inklusivitas ekonomi bagi para pemuda, perempuan, dan disabilitas, para kolaborator atau pemangku kebijakan penting untuk memperhatikan kesenjangan dan kecakapan menggunakan layanan teknologi informasi. 

Kesenjangan digital tak dapat dimungkiri masih menjadi penghambat ketika dihadapkan pada perluasan layanan ekonomi di tengah masyarakat. Ketika kesenjangan ini mampu diurai, maka hasilnya tentu diharapkan berbanding lurus dengan kecakapan berselancar dengan teknologi.  

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Mira Tayyiba beberapa waktu lalu mengatakan bahwa G20 Empower mendorong peningkatan keterampilan digital dan literasi digital bagi kaum perempuan merupakan salah satu langkah untuk mengurangi ketidaksetaraan gender di bidang tersebut.  

Mira selaku ketua kelompok kerja ekonomi digital Presidensi G20 Indonesia menuturkan bahwa G20 Empower ingin memastikan kesenjangan gender terutama di bidang digital semakin mengecil.  

Untuk itu upaya kolaboratif melalui transformasi digital menjadi salah satu dari sekian banyak alternatif solusi untuk mengoptimalisasi akses ekonomi perempuan, para pemuda, dan para penyandang disabilitas.  Melalui itu, diharapkan  dapat menumbuhkan ekonomi yang inklusif sebagai upaya memulihkan ekonomi dunia di tengah pandemi. 

Bank Indonesia yang berperan sebagai pendorong agenda prioritas dalam jalur keuangan pada Presidensi G20 berada di jalur yang tepat dengan memanfaatkan forum ini semaksimal mungkin guna menyusun rekomendasi upaya mengatasi tantangan disparitas ekonomi digital di tengah masyarakat, khususnya bagi para kaum perempuan, pemuda, dan saudara kita disabilitas.  

Kesenjangan aksesibilitas dan kecakapan digital mestinya dua hal pertama yang patut dipertimbangkan dalam mewujudkan ekonomi inklusif. Melalui serangkaian diskusi antar Gubenur Bank Sentral dan Menteri Keuangan dari para negara peserta menjadi wujud pertama untuk mendorong penyediaan aksesibilitas dan pemberdayaan kecakapan digital. 

Karena bagaimanapun, tanpa keduanya ini, maka semangat untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi melalui transformasi digital yang inklusif bagi kelompok tertentu akan sulit diwujudkan. Kesadaran menghadirkan akses yang lebih mudah dan mengoptimalkan pemberdayaan kaum perempuan dan disabilitas, serta para pemuda mutlak dilakukan.   

Apalagi menurut catatan Chair W20 Indonesia Handriani Uli Silalahi beberapa waktu lalu, bahwa upaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam dunia kerja berjalan lambat dan diperparah oleh COVID-19, sehingga  lima persen perempuan kehilangan pekerjaan pada 2022 dibandingkan 3,9 persen laki-laki. 

Momentum

Presidensi G20 tentu menjadi momentum peningkatan transformasi digital dalam sektor ekonomi untuk  menjadi lebih inklusif. Dorongan untuk menghadirkan akses yang lebih mudah dan banyak kepada para kelompok sasaran/rentan merupakan langkah awal. Kedua, setelah menyediakan aksesibilitas maka upaya peningkatan literasi digital ekonomi perlu disiapkan oleh pemerintah. 

Tuntutan kualitas terhadap perubahan ini dapat mengacu pada data Bank Dunia setahun silam, bahwa pesawatnya layanan ekonomi digital mesti berbanding lurus dengan manfaatnya keapda semua lapisan masyarakat. 

Tantangannya adalah memastikan bagaimana hambatan struktural dan legal bagi perempuan, para pemuda, dan kaum disabilitas yang memimpin dan menjalankan UMKM bisa teratasi. Dan pada saat yang sama meningkatkan akses mereka ke sumber daya keuangan dan jejaring untuk mengembangkan bisnisnya.  

Yang jelas, pemerintah melaksanakan presidensi ini melalui serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan seperti W20, U20 di berbagai kota menjadi langkah awal untuk mewujudkan infklusivitas ekonomi bagi perempuan dan pemuda. Wacana kebijakan peningkatkan kontribusi kedua kelompok ini selalu mencuat di tengah kegiatan yang dihelat pada November mendatang di Denpasar, Bali. 

Wacana pemberdayaan rekan disabilitas juga tak kalah masif dibanding keduanya, maka komunikasi kebijakan dalam perhelatan itu meski menjadi titik perubahan nyata. 

Bahwa pertemuan November 2022 nanti tak boleh hanya menghasilkan dokumen rekomendasi saja, namun lebih dari itu bahwa hadirnya langkah nyata di tengah para perempuan, pemuda, dan disabilitas dunia, khususnya di Indonesia. 

Dengan demikian harapannya, tiga isu prioritas untuk mencapai transformasi digital yang inklusif, memberdayakan dan berkelanjutan benar-benar terwujud bagi dunia dan Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun