Mohon tunggu...
Sihol Hasugian
Sihol Hasugian Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar Administrasi Publik; Sport Enthusiast.

Barcelonista Menulis adalah sarana berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rektor Terpilih USU Terbukti Self-plagiarsm, Kenapa Kemdikbud Tetap Melantik?

31 Januari 2021   18:35 Diperbarui: 1 Februari 2021   01:22 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rektor terpilih USU saat dilantik di Auditorium D Kemdikbud. Sumber: Kumparan

Bukan hal baru lagi, bila pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri menjadi isu yang menarik bagi sejumlah kalangan. Adanya unsur kepentingan tertentu dalam pemilihan rektor di perguruan tinggi barangkali sudah lazim kita dengar. 

Seringkali kita temui dalam prosesnya terjadi konflik di antara para calon, bahkan bisa mirip seperti pemilihan kepala daerah. Apalagi, adanya kewenangan Kemdikbud pada prosesnya selalu menimbulkan polemik. 

Tak heran bila banyak calon rektor akan lebih mendekati unsur pejabatnya. Tak lain untuk memperoleh dukungan. Hal ini karena 35 % hak suara yang dimiliki oleh Kemdikbud, praktis instansi ini dapat menentukan siapa calon rektor yang terpilih.

Dalam hal terjadi sengketa pemilihan, biasanya harus menunggu keputusan dari Kemdikbud, suara menteri sangat menentukan penyelesaiannya. 

Namun apa jadinya bila keputusan tersebut tidak sesuai harapan dunia akademik, yang barangkali tidak mengindahkan plagiarisme? Bukankah itu akan merusak ekosistem pendidikan? Seperti yang baru terjadi, dimana Kemdikbud tetap melantik rektor terpilih USU, Muryanto. Padahal sebelumnya dia dinyatakan bersalah atas perbuatan self-plagiarsm.

Kontras

Keputusan Kemdikbud yang tetap melantik Muryanto sebagai rektor definitif USU pada Kamis, 28/1/2021, terasa kontras dengan semangat anti plagiarisme di dunia akademik. Yaitu untuk membangun kultur akademis yang transparan, cerdas, dan akuntabel.

Pelantikan itu menjadi tanda tanya bagi Kemdikbud, apalagi mereka sudah tahu kalau Muryanto telah dijatuhi sanksi pelanggaran norma akademik oleh Rektor USU sebelumnya, Runtung Sitepu. 

Melalui Surat keputusan nomor: /82/UN5.1.R/SK/KPM/2021, Muryanto dinyatakan bersalah atas praktik self-plagiarsm atau plagiasi sendiri dalam artikel, A New Patron Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatra, yang dipublikasikan pada jurnal Man in India.

Terlebih sanksi itu sama sekali belum dicabut oleh pihak USU. Majelis Wali Amanat USU, Edy Rahmayadi pun telah menyatakan sebelumnya, bahwa Muryanto Amin (rektor terpilih USU) baru dapat dilantik apabila surat rektor USU tentang sanksi plagiarsime telah dicabut. Gubernur Sumatera Utara itu pun juga menambahkan kalau tidak dicabut, dia tidak bisa dilantik.

Akan tetapi, tetap saja kasus tersebut dianggap tidak memiliki dasar kuat oleh Sekjen Kemdikbud, Nizam. Seharunya pihak kemdikbud perlu menunggu pencabutan itu, seperti yang telah dikatakan oleh Majelis Wali Amanat USU. Dan menunda pelantikan Muryanto, sebelum adanya investigasi lebih lanjut antara tim kemdikbud dengan USU.

Walau Kemdikbud telah menginvestigasi kasus tersebut, dan menyatakan Muryanto tidak memenuhi unsur-unsur plagiasi sebagaimana diatur dalam Permendiknas No.17 tahun 2010. Akan tetapi, hal itu seharusnya tidak dapat memutuskan bahwa sanksi yang telah dijatuhkan gugur. Rasanya hal itu adalah keputusan sepihak, terlebih sebelumnya juga pihak internal USU telah menginvestigasi. Sehingga  perlu ada kerjasama di antara keduanya, kemdikbud dan USU. 

Kasus ini pun perlu disikapi oleh dunia akademik agar menghindari praktik serupa. Jangan sampai hanya untuk mewujudkan world class university, mengabaikan kaidah dan etika akademik. 

Self-Plagiarsm adalah Plagiat

Sebelumnya, Sekjen Kemdikbud, Niza, menyebut menerbitkan ulang karyanya sendiri bukan menjiplak karya orang lain atau tidak mencantumkan sumber karya orang lain bukanlah tindakan plagiat. Apalagi praktik self-plagiarism belum ada aturan hukumnya di Indonesia, sehingga tak ada dasar hukum pemberian sanksi terhadap Muryanto.  

Pernyataan kemdikbud itu sepertinya menafikan bahwa self-plagiarsm itu bukanlah tindakan pelanggaran akademik. Ia bahkan dianggap bukan plagiat. Padahal plagiat itu kan bermacam-macam, dan salah satunya adalah self-plagiarsm. Auto plagiasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemilik hak cipta itu sendiri. Bentuknya dapat berupa penyalinan beberapa kalimat tulisannya terdahulu ke dalam karya lainnya untuk tujuan tersendiri.

Menurut Soelistyo, seperti dikutip dari laman lib.ugm.ac.id, self plagiarsm merupakan bagian dari plagiarisme. Plagiarisme ini adalah tindakan penulis dalam mempublikasikan satu artikel di banyak redaksi publikasi. Tindakan itu dilakukan secara signifikan, identik, atau mendekati identik, tanpa memberi tahu hal itu adalah karyanya sendiri.

Artinya bila menilik hal ini, maka tindakan Muryanto sebenarnya telah mencederai kaidah akademik sehingga sanksi yang dijatuhi USU sudah benar dan tepat. Ini juga sekaligus menafikan bahwa putusan dari kemdikbud yang mengatakan self-plagiarsm bukan bagian dari plagiat adalah tidak tepat. Apalagi, panduan editorial pengelolaan Jurnal Ilmiah yang diterbitkan Direktorat Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kemenristek/BRIN telah mengatur self-plagiarsm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun