Mohon tunggu...
Sigit Wiyono
Sigit Wiyono Mohon Tunggu... -

Seorang guru dengan hobi membaca (khususnya buku sejarah dan cerita), mempelajari bahasa, dan seni.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bijak Beretika atas Berita "Hoax"

10 November 2017   16:18 Diperbarui: 10 November 2017   16:24 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BIJAK BERETIKA ATAS BERITA

Anti Hoax Sang Pendidik 

Oleh: Sigit Wiyono

Barangkali Hoax yang pertama kali ada, berdasarkan kitab suci, adalah perkataan Iblis kepada Adam dan Hawa. Iblis mengatakan kepada keduanya bahwa jika mereka memakan buah dari pohon larangan, mereka akan menjadi penghuni kekal di Surga. Termakan oleh berita palsu dari Iblis, maka terjadilah  kemurkaan Tuhan atas keduanya. Padahal nenek moyang pertama kita itu juga telah diberitahu oleh Tuhan sebelumnya bahwa mendekati pohon itu saja sudah dilarang. Apalagi harus memakan buahnya. Sungguh sebuah gambaran betapa menyesatkannya sebuah kabar palsu: Harus kehilangan kenikmatan hidup di surga.

Dalam cerita epos Mahabaratta, di saat pasukan Kurawa tengah kehilangan Panglima Bisma yang Agung di Medan Kurusetra dalam perang Baratayudha, mereka mengirim Pandita Durna sebagai jagoan andalan sepeninggal sang putra Gangga Bisma. Diceritakan bahwa pandita Durna ini sakti luar biasa dan tidak bisa terkalahakan oleh senjata apapun. 

Sang Guru Durna yang notabene merupakan guru besar dari kedua belah pihak Kurawa dan Pandawa konon hanya bisa dikalahkan jika beliau sendiri, atas kemauan sendiri bersedia melepaskan senjata dan semua kedigdayaannya.  Celakanya, kelemahan Sang Guru sangat mudah ditebak oleh Shri Krisna, penasehat perang pihak Pandawa. 

Guru Durna sangat mencintai anak semata wayangnya, Aswatama. Tanpa anak kesayangannya, semangat Sang Guru akan pupus. Bahkan hidupnya tiada akan berarti. Barangkali sudah diketahui oleh pihak Kurawa akan pentingnya keselamatan putra Sang Guru, maka mereka dengan bantuan Raja Angga Karna yang juga sakti luar biasa terus melindungi Aswatama. Merasa kesulitan melenyapkan Aswatama dalam perang itu, maka dihembuskanlah sebuah hoaxoleh Pandawa (atas nasehat Shri Krisna). Hoax itu berbunyi: Aswatama telah gugur.

Berita palsu tersebut (walau tidak sepenuhnya palsu) tak pelak telah membuat Panglima Sakti Guru Durna down. Dengan masih menyisakan sedikit harapan di hatinya, dia mengkonfirmasisekali lagi kebenaran berita itu kepada Yudhistira, pemimpin dari pihak Pandawa. Yudhistira yang terkenal akan kejujurannya dan tidak pernah sekalipun berbohong dalam hidupnya, saat ditanya oleh Sang Guru menjawab, "Benar Guru, Aswatama telah Gugur." 

Menangislah Panglima perang Guru Durna. Dia lepaskan semua kesaktiannya dan merelakan kepalanya dipenggal oleh Panglima Pandawa Dretayumna. Hoax itu sukses luar biasa. Tidak lah meninggal Aswatama sang putra Durna melainkan Aswatama yang lain. Aswatama yang telah mati itu adalah nama seekor gajah yang telah dipukul oleh Bima dengan Gada saktinya. Pasukan Kurawa telah kalah, setidaknya pada hari itu, karena berita hoax.

Dalam sejarah negara kita sendiri, hoax telah terbukti menimbulkan korban yang tidak sedikit. Di era 60an awal, kabar burung adanya "Dewan Jenderal" yang akan mengkudeta pemerintahan yang sah telah menimbulkan gonjang ganjing negara ini hingga memakan korban ribuan orang. Terlepas dari situasi perang dingin blok barat dan blok timur dalam kancah internasional saat itu, faktanya adalah bahwa bangsa kita telah kehilangan nyawa-nyawa rakyatnya salah satunya oleh sebab hoax "Dewan Jenderal.'

Kita pun melihat sendiri bahwa di zaman media sosial saat ini, berita palsu, berita tidak lengkap, berita tidak jelas sumbernya semakin menjadi-jadi. Ibaratnya, sambil tidur-tiduran bersenda gurau dengan keluarga dan kawan, kita bisa sekaligus menjadi "penjahat" hanya dengan satu kali klik, share berita hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun