Mohon tunggu...
Sigit Priyadi
Sigit Priyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Padang rumput hijau, sepi, bersih, sapi merumput, segar, windmill, tubuh basah oleh keringat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perkalian bagi Anak Kelas 2 SD

14 Maret 2012   07:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:04 9629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak menduga bila pelajaran matematika yang dihadapi oleh anak saya, siswa kelas dua, sekolah dasar, telah masuk pada materi perkalian dan pembagian. Bahkan soal-soal yang harus dipecahkan sebagian besar merupakan soal hitungan dalam rangkaian kalimat cerita.

Seingat saya, waktu diri saya masih sekolah dasar, pelajaran perkalian dan pembagian diberikan setelah melewati kelas dua. Artinya, saat murid masih kelas satu dan kelas dua, mata pelajaran matematika hanya berupa penambahan dan pengurangan. Hitung-hitungan yang berupa pemahaman kalimat cerita baru saya terima ketika saya duduk di kelas lima dan kelas enam.

Entah saya yang kurang sabar menghadapi kondisi tersebut, ataukah memang penyusun kurikulum pelajaran sekolah dasar saat ini yang terlalu memaksakan nafsunya kepada anak-anak polos yang notabene masih berumur sembilan tahun, sehingga setiap kali menemani anak saya belajar, diri saya selalu terbawa emosi saat menjelaskan soal perkalian dan penjumlahan tersebut.

Kalimat-kalimat cerita yang disajikan dalam buku ajar menurut pendapat saya sangat sulit dipahami oleh anak seumuran kelas dua. Kalimat cerita tersebut seharusnya diberikan ketika anak telah duduk di kelas enam, seperti yang saya alami dulu.

Logika saya adalah: Anak yang berumur dua belas tahun (kelas enam SD) pasti sudah sering disuruh orang tuanya untuk membeli barang ke warung dan otaknya sudah mampu menghitung perkalian, dibandingkan dengan anak yang masih berumur tujuh tahun.

Soal matematika  berikut ini adalah contoh yang saya maksud


  1. Ayah membeli 5 ikat rambutan. Sebanyak 3 ikat masing-masing terdiri dari 18 buah. Setiap ikat rambutan lainnya berisi 12 buah. Berapa buah rambutan yang dibeli ayah?
  2. Umur ayah sekarang 45 tahun. Ayah berumur 29 tahun ketika kakak lahir. Berapa umur kakak sekarang?
  3. Terdapat 10 soal matematika. Jawaban benar diberi nilai 10. Jawaban salah dikurangi 1. Santi menjawab 7 soal dengan benar. Ia salah menjawab 3 soal. Berapa nilai Santi?
  4. Di toko A, harga 2 kotak permen berisi 12 buah adalah 500 rupiah. Di toko B, harga 3 kotak permen yang sama berisi 7 buah juga 500 rupiah. Jika kamu akan membeli permen tersebut, di mana kamu membelinya? Mengapa?


Keempat contoh soal tersebut saya kutip sama persis dengan buku latihan soal matematika milik anak saya.

Selain soal matematika, ada juga  soal-soal pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang membuat bingung anak saya yaitu yang mengupas tentang 'hak' dan 'kewajiban'.  Pengertian tentang 'hak' dan 'kewajiban' bagi anak seusia delapan tahun tentu sulit dimengerti. Jawaban anak saya sering terbalik bila ditanya soal tersebut.

Saya mungkin telah tertinggal jauh dalam urusan pelajaran anak-anak. Namun menurut pendapat saya sebaiknya para ahli pendidikan yang merancang kurikulum serta para penyusun buku ajar lebih hati-hati untuk menyusun materi pelajaran. Belum tentu susunan kata dan kalimat, serta materi pelajaran yang Anda sajikan bisa dimengerti dengan mudah oleh pikiran anak-anak.

Bila orangtua si anak merupakan sosok terpelajar yang mampu memahami kandungan dan selanjutnya bisa menjelaskan ulang dengan kalimat yang ringkas dan benar, tentu si anak dapat memahami dengan mudah. Namun bila orang tua si anak tidak terlalu peduli dengan hal-hal tersebut, tentulah anaknya yang akan menjadi korban. Otak si anak dipaksa untuk menterjemahkan persoalan abstrak yang tidak sesuai dengan kapasitasnya.

Mungkinkah situasi demikian juga dialami oleh sesama orang tua murid di kota-kota lain se Indonesia?

15 Maret 2012.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun