Mohon tunggu...
Sigit Priyadi
Sigit Priyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Padang rumput hijau, sepi, bersih, sapi merumput, segar, windmill, tubuh basah oleh keringat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Burisrawa: Ksatria, Dursasana: Pecundang

9 Maret 2013   09:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:04 4898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Burisrawa dan Dursasana, adalah dua senopati perang dari Korawa. Keduanya  merupakan tokoh pewayangan yang menurut ingatan saya paling sering disebut-sebut oleh teman saya waktu kami masih sekolah di SMP sebagai manusia paling jahat dan mempunyai sifat yang buruk.  "Wooo... dasar Burisrawa !!", begitulah ungkapan teman saya bila ada teman lain yang suka mengambil hak melebihi batas alias serakah. Gambaran Burisrawa bagi saya merupakan sosok berwajah merah dengan bola mata melotot, rambut awut-awutan, tubuh tinggi besar, serta suara berat. Watak beringasan tentu saja akan jadi pelengkap sifat angkara murka  sosok satu ini. Padahal dalam kisah pewayangan sosok Burisrawa merupakan putra dari seorang Raja di kerajaan Mandaraka, bernama Prabu Salya, yang sangat bijaksana. Prabu Salya dan kerajaannya memihak Korawa karena salah satu putrinya diperistri oleh Prabu Duryudana yang duduk sebagai raja Korawa.

Dalam babak urutan pertempuran adu kesaktian antara perwira Korawa dan Pandawa, Burisrawa mendapatkan giliran untuk maju ke medan laga Kurusetra mengemban tugas mulia dari Prabu Duryudana untuk menghadapi perwira perang dari  Pandawa. Setelah mendapatkan restu dari ayahandanya, Harya Burisrawa segera bergegas berangkat maju ke medan laga sebagai senopati pasukan Korawa. Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, perwira Pandawa yang bertugas untuk menghadapi Burisrawa adalah Raden Setyaki, perwira dari kesatrian Lesanpura atau Garbaruci. Setyaki, yang sosoknya mirip Werkudara (Bima) namun bertubuh pendek. Perang tanding antara Harya Burisrawa dan Setyaki lebih diliputi oleh suasana dendam bebuyutan antar kedua keluarga kedua tokoh tersebut. Setelah perkelahian yang melelahkan, Burisrawa berhasil menelikung tangan Setyaki dan menginjak dadanya. Pedang di tangan kanannya diangkat bersiap menebas leher Setyaki. Tiba-tiba sebuah anak panah melesat menghantam pangkal lengan kanan Burisrawa, sehingga menyebabkan putusnya lengan tersebut. Burisrawa menoleh ke arah belakang dan terlihatlah olehnya Raden Arjuna sedang berdiri di atas kereta perangnya yang dikemudikan oleh Prabu Kresna. Seketika itu Burisrawa langsung berkomentar bahwa Arjuna telah menciderai laku seorang ksatria perwira perang. Namun Arjuna berkilah bahwa dia berbuat demikian karena meniru perbuatan anggota keluarga Korawa dan pasukannya yang telah mengeroyok Raden Abimanyu, anak Arjuna dari istri bernama Dewi Wara Sembadra yang tewas setelah tubuhnya dihujani panah oleh pasukan Korawa yang dipimpin oleh Raden Jayajatra.

Burisrawa diam tidak menanggapi ucapan Arjuna. Dia lalu duduk bersemadi di atas tumpukan anak panah miliknya yang berceceran di sekitar tubuhnya. Tanpa disadari olehnya, Setyaki yang terbaring di sisinya diam-diam merangkak lalu mengmbil pedang milik Burisrawa yang masih tergenggam tangan Burisrawa yang telah putus, di tanah. Setyaki tanpa menunggu waktu lama langsung menebas leher Burisrawa yang sedang duduk bersemadi. Seketika itulah kepala Burisrawa terputus menggelindhing di tanah. Burisrawa gugur sebagai seorang ksatria di medan perang Kurusetra. Setyaki sempat menyombongkan diri bahwa dirinya telah mampu mengatasi ketangguhan Burisrawa. Ucapan Setyaki dihentikan oleh Prabu Kresna yang menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Burisrawa berhenti menghajar Setyaki setelah lengan kanannya putus dihantam anak panah Pasopati yang dilepaskan oelh Arjuna. Bantuan dari  Arjuna itupun terjadi karena Kresna merasa khawatir Setyaki akan menemui ajalnya bila tidak ditolong.

Burisrawa  mati dengan ksatria, meskipun dengan cara yang mengenaskan. Sedangkan Dursasana  adik Duryudana  yang sikapnya sangat merendahkan perempuan menemui ajalnya di tangan Werkudara dengan cara lebih mengenaskan.

Kisah perbuatan Dursasana yang mempermalukan Dewi Drupadi dengan menarik rambutnya yang panjang di hadapan para keluarga Pandawa ketika kalah dalam permainan dadu menjadi ingatan yang menyakitkan bagi Werkudara dan saudara-saudaranya. Akhirnya perbuatan Dursasana mendapatkan balasan dari Werkudara saat keduanya berjumpa dalam ajang perang Baratayudha. Dursasana dihajar dan dirobek dadanya melalui kuku Pancanaka milik Werkudara. Darah yang keluar dari dada Dursasana  kemudian digunakan oleh Dewi Drupadi untuk mengkramasi rambutnya, sebagai wujud pemenuhan sumpahnya.

Dulu ketika saya masih berpikir bahwa kejahatan dan angkara murka hanya digambarkan oleh sosok Burisrawa, maka kini Dursasana tampaknya lebih tampil ke muka. Selain itu masih ada juga dua sosok petinggi Korawa yang sering jadi bahan olok-olok oleh teman saya sekelas, yakni: Resi Dorna dan Patih Sengkuni.

9 Maret 2013.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun