Mohon tunggu...
Sigit R
Sigit R Mohon Tunggu... Freelancer - masjid lurus, belok kiri gang kedua

Pedagang tanaman hias, menulis di waktu senggang, prefer dari teh daripada kopi, tinggal di Batam

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Rengkam, Penyelamat Periuk Nelayan Batam

26 November 2019   20:19 Diperbarui: 27 November 2019   21:25 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga pesisir menjemur rengkam (Sargassum sp) di Tanjungpiayu, Batam. Foto/Joko Sulistyo

Masyarakat pesisir dan pulau kecil di wilayah Kota Batam tidak jauh berbeda dengan masyarakat pesisir lain di Indonesia. Kebanyakan dari mereka adalah nelayan, biasanya dengan alat tangkap tradisional dan perahu berukuran kecil.

Ombak dan angin bukan halangan berarti bagi para nelayan. Agar periuk tetap mengepul, mereka bertaruh nyawa setiap harinya. Pun demikian dengan nelayan di hinterland Batam. Sehari-hari mereka mengandalkan peruntungan dengan alat tangkap sekadarnya.

Cuaca tak menentu bukan sesuatu yang membuat nelayan menggantungkan mesin tempel ke dinding-dinding rumah panggung mereka. Mereka akan tetap pergi melaut, asal ombak dirasa masih dalam batas kemampuan berlayar perahu pancungnya.

Semangat mereka tidak perlu diragukan lagi. Hanya saja, beberapa tahun belakangan mereka harus berusaha lebih keras untuk memperoleh penghasilan. Selain jarak melaut yang kian jauh akibat menipisnya populasi ikan, kadang mereka terpaksa tetap berada di rumah saat angin terlalu kuat.

Jika kondisi betul-betul sulit, nelayan melakukan berbagai upaya untuk bertahan hidup. Mulai dari menyewakan perahu untuk transportasi, bekerja serabutan di kota, hingga mencari rengkam, sejenis rumput laut yang banyak terdapat di pesisir Pulau Batam.

Rengkam awalnya hanya tumbuhan bawah air yang tidak diketahui memiliki nilai jual. Tumbuhan itu menjalar panjang dari dasar laut dan kerap membuat kesal karena menyangkut di baling-baling motor perahu nelayan.

Tumbuhan bernama latin Sargassum sp itu belakangan justru jadi buruan, selepas ada sejumlah tengkulak mau membelinya dalam kondisi kering. Penduduk lokal tidak banyak yang tahu untuk keperluan apa rengkam dibeli. 

Mereka tidak ambil pusing, karena yang penting bagi mereka ada pemasukan yang menjamin keluarga mereka bisa bertahan hidup beberapa saat.

Saat ini, pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir seperti dilanda demam rengkam. Karena jumlahnya yang cukup melipah, tidak hanya para pria, perempuan di pesisirpun kerap turun melaut untuk mencari rengkam, sekaligus menjemur dan mengepaknya.

Hasil dari penjualan rumput yang masuk dalam jenis alga coklat itu cukup lumayan. Dengan harga kering mencapai Rp1200 perkilo, warga rata-rata dapat mengumpulkan hingga Rp 500 ribu per minggu. 

Jumlahnya mungkin tidak terlalu besar untuk sebagian warga Kota Batam, namun itu jauh lebih baik daripada tidak menghasilkan apa-apa selagi paceklik ikan.

Seorang nelayan mengumpulkan botol dari untuk dijual. Pekerjaan memulung biasa dilakukan nelayan di Kepri untuk bertahan hidup saat tidak bisa melaut akibat cuaca buruk. Foto/Joko Sulistyo
Seorang nelayan mengumpulkan botol dari untuk dijual. Pekerjaan memulung biasa dilakukan nelayan di Kepri untuk bertahan hidup saat tidak bisa melaut akibat cuaca buruk. Foto/Joko Sulistyo
Dari penelitian Universitas Diponegoro yang dipublikasikan di laman www.undip.ac.id, rengkam memiliki banyak kegunaan. Jika diekstraksi dan diproses, rengkam dapat menjadi salah satu sumber penghasil alginat.

Bahan tersebut digunakan oleh industri farmasi sebagai bahan pembuat cangkang kapsul, emulsifier dan stabilizer.

Selain itu, masih dari publikasi yang sama, kandungan pada rengkam dapat dipakai sebagai bahan baku pada berbagai macam industri, antara lain industri makanan, minuman, farmasi maupun industri lainnya seperti cat tekstil, film, makanan ternak, keramik, kertas, dan fotografi.

Sementara kandungan koloid alginatnya dapat digunakan sebagai bahan pembuat sabun, shampo dan cat rambut.

Fungsi rengkam secara ekologis juga cukup besar. Dalam perikanan budidaya, keberadaan Sargassum sp membantu meningkatkan produksi udang windu, sehingga dapat di gunakan sebagai model budidaya ganda dengan udang windu. 

Adanya rumput laut jenis Sargassum sp di sekitar tambak udang windu dapat mengurangi jumlah bakteri patogen sehingga mampu menurunkan kemungkinan berkembangnya penyakit yang menyerang udang windu.

Bertahun-tahun rengkam menyelamatkan dapur nelayan Batam. Sayangnya, hingga kini tidak ada upaya edukasi kepada para nelayan untuk membudidayakannya.

Dengan minimnya pengetahuan akan manfaat rengkam, posisi tawar para nelayan sangat lemah. Mereka tetap saja memperoleh hasil tak seberapa, meskipun harga ekstrak rengkam naik.

Idealnya, pemerintah membuka kerja sama dengan perguruan tinggi untuk budidaya dan merintis usaha pemrosesan rengkam. Bentuknya bisa berupa block grant untuk akademisi yang mempelajari pengolahan komoditas itu.

Pemerintah juga dapat memberikan stimulan untuk kampus yang melakukan penelitian cara pemanfaatan rengkam. Entah kurang peduli atau minim referensi, rengkam yang melimpah di perairan Pulau Batam hanya terabaikan begitu saja.

Padahal, jika digarap, bukan tidak mungkin akan menjadi salah satu komoditas unggulan Batam. Pemerintah saat ini memang masih memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar dari sektor pajak. Namun pemerintah tidak boleh terlena. PAD yang besar itu mestinya ditanam kembali untuk meningkatkan kapasitas warga Batam.

Dari rengkam yang saat ini masih dipandang sebelah mata, bukan tidak mungkin Batam dapat memiliki sentra budidaya, sekaligus industri pengolahan yang mampu mengekstraksi rengkam dan menjadi salah satu pemasok bahan baku obat.

 Pencapaian ilmu pengetahuan, tekonologi dan kemajuan riset farmasi tidak hanya bergengsi, tapi juga memiliki potensi ekonomi yang besar. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun