Mohon tunggu...
Sigit Purnomo
Sigit Purnomo Mohon Tunggu... mahasiswa

mahasiswa yang memiliki minat dalam bidang hukum dan penasaran dengan hukum yang ada di masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

kasus nenek minah : saat hukum kehilangan nurani

5 Maret 2025   19:10 Diperbarui: 11 Maret 2025   22:27 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bayangkan seorang nenek petani berusia 55 tahun harus berhadapan dengan meja hijau hanya karena mengambil tiga biji kakao. Kejadian ini benar-benar terjadi di Indonesia dan menjadi sorotan karena menggambarkan bagaimana hukum bisa ditegakkan dengan kaku, tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan.  

Kasus Nenek Minah menjadi contoh nyata benturan antara kepastian hukum dan keadilan sosial. Dari perspektif filsafat hukum positivisme, keputusan yang dijatuhkan dalam kasus ini memang sesuai aturan. Namun, apakah hukum seharusnya hanya tentang aturan tanpa melihat konteks sosial  

Kronologi Kasus: Hanya Tiga Biji Kakao, tapi Harus Dipidana  

Nenek Minah adalah seorang petani yang tinggal di Banyumas, Jawa Tengah. Saat sedang memanen kedelai di lahan garapannya sendiri, ia mengambil tiga biji kakao milik PT Rumpun Sari Antan (RSA).  

Mandor perkebunan melihat kejadian itu, dan Nenek Minah segera mengembalikan biji kakao tersebut serta meminta maaf. Namun, meskipun tidak ada niat mencuri dalam arti yang sebenarnya, pihak perusahaan tetap melaporkannya ke polisi.  

Kasus ini akhirnya dibawa ke pengadilan, dan Nenek Minah didakwa melakukan pencurian berdasarkan Pasal 362 KUHP. Hasilnya Ia divonis bersalah dan dijatuhi hukuman satu bulan lima belas hari dengan masa percobaan tiga bulan.  

Pertanyaannya, apakah ini benar-benar mencerminkan keadilan? 

Filsafat Hukum Positivisme: Menegakkan Aturan Tanpa Kompromi  

Dalam filsafat hukum, ada pendekatan yang disebut positivisme hukum. Tokoh-tokoh seperti John Austin, Jeremy Bentham, dan H.L.A. Hart berpendapat bahwa hukum harus dijalankan sebagaimana tertulis dalam peraturan, tanpa mempertimbangkan aspek moral atau sosial.  

Dalam sistem hukum Indonesia, positivisme tercermin dalam asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP  

Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan yang telah ada.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun