Mohon tunggu...
Sigit Pamungkas
Sigit Pamungkas Mohon Tunggu... swasta -

Tergabung dalam buku Antologi puisi 1. akar hati semesta 2. menatap semesta cinta 3. pesanggrahan hati 4. menatap semesta asa 5. bianglala

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tentang Segala Hal

30 Maret 2013   19:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:58 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

lembab dedaun begonia, sisasisa embun masih terasa-- menggurat puisi di dada yang terluka

***

dan di timur yang jauh cahayacahaya menggelombang,menabur hangat pd jiwajiwa yang terabaikan;merupa nafas bagi dada yang dipenuhi kesesakan

***

di dada angin, pagi mendegupkan segala kebaikan untuk kita rayakan-- sepanjang perjalanan

***

beranda ini kini riuh setiap pagi menjelang, karna kita mengisinya dengan bunyibunyi nan riang, nyanyian rindu anakanak yang baru pulang

***

dan kita memetiknya sebagai cendera mata untuk pengobat luka, menyimpannya dalam kotak pandora #embun

***

Tuhan menitipkan teduh pagi pada bening embun di tiap batang-batang padi

***

lalu desau pawana mendaraskan sajak kesunyian,dan di antara biru semesta, kenangan kumakamkan dalam ruang keabadian

***

dan derai luruh daundaun randu di sisi jalan, menyuarakan hening sebuah perpisahan--betapa kepedihan kadang harus dirumahkan

***

aku mencoba menyelami hening yang lindap di dada pagi; dan kutemui sebaris puisi adalah nyawa dari semua ini

***

kubayangkan pagi adalah matamu tempat lahir hangat cahaya; sementara aku pengelana purba di sepanjang jazirah tak berpenghuni--dipeluk sepi

***

menyusuri petakpetak pagi kutemukan barisan embun melanggam puisi,mengurai sepi yang semalam berdiam di ruang mimpi

***

Di antara riuh derit rerumpun bambu pagi datang bersama cerlang cahaya; mensiluetkan senyummu di rerimbun bungabunga rosela

***

Embun mengetuk jendela, dikabarkannya tentang rekah cakrawala tempat lahir hangat cahaya; muasal doadoa

***

di sini aku memeram sunyi yg kita petik dari rahim puisi;kubiarkan angin membawanya ke langit dan menjatuhkannya bersama hujan di awal musim

***

sebaris cahaya memapah gundah yang tersisa di tepi mimpi,kini menjelmalah segala doa yang kita laungkan di luas semesta;bersama sejumput asa

***

Selarik cahaya mengecup sepi jenggala. Di pondok tua, sekeping hati sibuk menata berai kenangan yang terlupa

***

kidung angin lembah; ini senja kesekian aku menyandarkan kenangan di dermaga tua, sendirian di tikam lelah

***

hujan telah lesap ke dalam matamu yang senja, mendendangkan kenangan juga sepotong kisah yang tlah usang

***

ada kenangan terburai di sela derai cemara luruh; dan angin menerbangkannya ke tempat yang jauh bersama rasa yang kian luluh

***

sunyi siang, aku mendengar derap hujan di kejauhan, mungkin ia akan bertandang, membawa bulirbulir kenangan

***

kesiur angin lembah menggoyang rerimbun akasia, dan tetiba saja kenangan begitu kuat mengetuk pintu kesunyian-- di dada

***

di sudut sunyi ingatan kenangan berdiam, terkadang menjelma malam yang penuh dengan kunangkunang

***

Selarik cahaya mengecup sepi jenggala. Di pondok tua, sekeping hati sibuk menata berai kenangan yang terlupa

***

ada yang diceritakan pagi, tentang luruh daundaun jati yang jatuh ke bumi, betapa segala takdir memang telah ditulis abadi

***

dan desau angin utara di sepanjang lengang sabana, melahirkan derap irama puisi semesta; kita menyebutnya symponi rasa

***

lalu di ufuk sana pagi rekah bersama rona cahaya, memancarkan hangat yang menjalar di antara sulursulur kenangan masa

***

Terang lembah, pohonpohon cahaya riuh mendaras puisi; sejenak angin singgah menggurat musim di tubir sep

***

sesaat kita tercekat, ketika matahari lelah dan memucat sementara kenangan berdiam di sudut waktu yang berjalan begitu cepat

***

di remang senja kita telah lupa, berapa lama melukis kenangan di sepanjang laguna, hingga matahari lingsir dan kita hanya tersenyum getir

***

Dan luruhlah senja di senyap jenggala, mengendapkan sejenak letih kembara di antara merah jingga semesta #puisisenja

***

dalam setiap hembus nafas doa membias, merengkuh sunyi ini bersama gerimis yang kian tempias #puisimalam

***

selalu kau tinggalkan setengah cangkir kopi di beranda pagi, mungkinkah segala mimpi ini juga akan kau genapi?

***

Senja datang bersama kenangan dan seuntai langgam; juga sekeping asa yang begitu erat kita genggam #puisisenja

***

taman senja kita menyebutnya, saat matahari kuning tua meluruhkan hangat, di antara debur ombak dan pekik camar bermain di sepanjang laguna

***

siang hampir usai;angin menyentuh gerumbul kembang sore, mengusap lembut punggung bukit sebelum matahari redup bersama irama yang kian sayup

***

sunyi siang, kita mengayun kenangan agar lelap di ingatan;kelak musim akan mewujudkannya sebagai bisik angin selatan

***

lalu pada bukitbukit biru di utara kita pernah menggenggam kabut; merasakan riuh kenangan melaju di sepanjang titian semu

***

pada dahan rapuh pohon kenari tua, sepasang burung gereja bercakap tentang musim, ketika begitu banyak kembang kamboja meluruh di beranda

***

maka bersama tetes gerimis yang merinai, aku melukis keping bayangmu, semata agar kesunyian tak begitu erat memelukku

***

Menatap jingga yang memenuhi cakrawala, kita, mencoba melabuhkan gores luka agar pupus duka di dada

***

jelang sore; silir angin di curam tebing,redup cahaya biaskan sederet jingga--kita menikmati warna angkasa dengan berjuta kenangan di kepala

***

maka hangat pagi yang jatuh di rerumputan; kuabadikan sebagai pelukmu; peluruh segala gigil kerinduan

***

maka mengalirlah segala tenang, pada ruang, sesuatu yang kita diami dan kita namakan; rumah hati

***

di antara pekat halimun yang menyentuh sisi bukit, pada sebuah malam berhujan, kita melarung kenangan, di sela sedu sedan perpisahan

***

maka di keheningan yang jauh malam terasa begitu lengang, mengisahkan kesunyian di antara runduk pucukpucuk ilalang

***

akhirnya, segala kenang kini tersimpan dalam bingkai pigura; terpasang bisu di terangi remang cahaya lilinlilin tua

***

dan dalam keteduhan malam aku membaringkan letih yang merajam; melelapkan rintih kesakitan pada matamu yang legam

***

Dan pada sunyi ilalang setangkup kenangan hinggap mengurai pesan, sebuah kisah yang kita simpan bersama bisik angin selatan

***

Pada dingin pusara luka pagi menjelma cahaya, menguarkan hangat doadoa, merengkuh tabah yang tereja di genang air mata

***

sebuah pagi di beranda; jatuh reranting getas di tanah basah, membawa tabah kepergian; melarung luka kehidupan

***

hening memayungi senja yang perlahan luruh dari matamu; membawakan sepotong kenangan di relung hati paling dalam

***

senja hening di bibir telaga; remang temaram jingga mengangkasa;kita bersama mendayung perahu kayu tua--menjala rasa #puisisenja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun