Mohon tunggu...
Sigit Nugroho
Sigit Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah

Berlatar belakang bahasa Inggris, berminat sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mudik, Pulang Kampung, dan Diskursus Publik Presiden

2 Mei 2020   00:07 Diperbarui: 2 Mei 2020   22:18 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin tulisan saya ini agak terlambat muncul ke permukaan. Hari ini, isu yang tempo hari sempat santer di dunia medsos mengenai istilah mudik vs pulang kampung mungkin sudah agak kadaluarsa. Akan tetapi, saya masih tergelitik untuk sekadar mengulasnya dari perspektif lain.

Beberapa waktu lalu, masyarakat negeri ini memang cukup dihebohkan oleh perbedaan istilah mudik dan pulang kampung. Berawal dari wawancara Najwa Shihab dengan presiden Republik Indonesia di istana negara mengenai kebijakan pemerintah mengatasi wabah covid-19, presiden mengemukakan bahwa mudik dan pulang kampung adalah hal berbeda dengan bahasa yang lugas, bahkan terkesan lugu.

Salah satu yang membuat pernyataan presiden ini menjadi menarik dan renyah untuk dibicarakan di ruang-ruang publik semacam media social facebook, twitter, instagram, WA, dan sebagainya barangkali adalah cuplikan wawancara dalam commercial break Mata Najwa, di mana Najwa menanyakan kebijakan Presiden Joko Widodo mengenai mudik. Presiden menjawab lugas, "Itu bukan mudik. Itunamanya pulang kampung!"

Potongan video ini kontan saja membuat para pemirsa di tanah air tertahan (baca: pause) untuk beberapa saat, lalu berpikir. Kebanyakan dari kita, termasuk saya, kemungkinan berpikir,apakah mudik dan pulang kampung memang berbeda? Ada pula yang memaklumi pernyataan presiden tersebut dengan berbagai argumen, dan berbagai reaksi lainnya.

Kemudian muncullah reaksi yang bervariasi dari berbagai kalangan di media sosial. Ada yang membuatnya sebagai lelucon, ada yang membuat status atau gafis yang bernada satire tentang ucapan presiden tersebut, ada pula yang membuat analisis-analisis kebahasaan, menjelaskan konsep mengenai mudik dan pulang kampung secara lebih detail dengan mengacu pada KBBI dan referensi ilmiah lainnya.

Secara etimologis, berdasarkan makna gramatikalnya, tidak ada yang berbeda dari istilah mudik dan pulang kampung. Menurut aplikasi KBBI luring, kata mudik yang berasal dari kata dasar udik bermakna desa, dusun, kampung (lawan kota). Kata udik yang awalnya sebuah kata benda ini mendapatkan imbuhan awalan me- sehingga menjadi kata kerja mudik.

Logikanya, jika kata dasarnya bermakna desa, dusun, atau kampung, tentu kita boleh berspekulasi bahwa kata mudik berarti melakukan perbuatan yang membawa kita menuju udik (kampung). Begitu pun yang tertulis dalam KBBI Luring. Makna dari mudik adalah pulang ke kampung halaman. Maka, simpulan dari kajian etimologis ini adalah mudik dan pulang kampung adalah hal yang sama. Saudara kembar.

 

Budaya Mudik di Balik Pulang Kampung vs Mudik

Secara istilah keduanya bermakna sama, merujuk pada aktivitas yang sama, yakni melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman. Akan tetapi, selalu ada faktor budaya yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa.

Saya jadi teringat pada sebuah kalimat dalam buku yang mengkaji Discourse Analysis yang kurang lebih berbunyi, "language is always bound up with culture". Bahasa selalu terikat dengan budaya. Tidak pernah ada ikatan yang terlepas antara bahasa dengan budaya yang menyebabkan bahasa itu sendiri ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun