Mohon tunggu...
Sigit Nugroho
Sigit Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah

Berlatar belakang bahasa Inggris, berminat sejarah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Tertinggal

29 September 2016   08:27 Diperbarui: 29 September 2016   19:22 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bidadari nan elok itu mengela nafas sejenak. “Bukannya gitu, Ardi. Aku bukannya nggak percaya semua itu mungkin. Tapi aku saat ini nggak ambil pusing sama yang namanya cinta. Udahlah, gombal semua. Bodo amat,” katanya enteng.

“Winda, nggak semua cowok gombal, lho. Percaya deh. Aku buktiin kalo aku bisa jadi yang terbaik buat dirimu. Liat aja ntar,” jawabku.

“Udah deh, Ardi. Daripada kamu sakit hati terus gara-gara sayang sama aku, mendingan kamu cari aja yang lain. Cewek yang bisa ngertiin kamu, sayang sama kamu, perhatian sama kamu, dan nggak makan hati kayak aku,” ucapnya.

Kata-kata yang meluncur dari bibir itu membuatku tak lagi kuasa untuk berucap lagi. Yang jelas, apa yang baru saja ia sampaikan padaku itu telah memantapkan hatiku untuk terus mencintainya. Dan, mulai detik itu, aku bertekad akan terus sayang padanya dan sungguh-sungguh mencintainya. Dalam hati aku berjanji akan terus menjaga nyala api cintaku untuknya. Hanya untuknya. Dan semenjak momen itu, hatiku telah kukunci rapat-rapat bagi perempuan lainnya. Tiada lagi yang bisa memasuki lorong hatiku selain dia.

Ingin kubuktikan padanya bahwa aku benar-benar mencintainya dan terus berharap bahwa dia pun merasakan hal yang sama padaku. Ingin kukatakan padanya bahwa semenjak aku mengatakan cinta untuk pertama kali padanya hingga detik ini, rasa cinta dan rindu itu masih mengalir untuknya, biarpun dengan keadaannya terluka parah dan terlunta-lunta karena ketidakpastian nasib.

Sekian lama aku telah berjuang mendapatkan beasiswa ini tanpa kenal menyerah, seperti halnya perjuanganku mendapati hatinya. Pada akhirnya tangan kananku telah menggenggam salah satu mimpi agung melanjutkan pendidikan di luar negeri, sedangkan tangan kiriku masih menggenggam angin, hampa.

***

Hpku berdering, sebuah sms masuk.

“Hi, Ardi. How has your dream been going? Anyway, I need to see you now at my desk. Now.”

Jessica Parker. Ia mengundangku ke mejanya di ruang ekslusifnya. Rupanya ia telah tuntas bicara dengan Winda. Aku segera beranjak.

“Jessy! Hey, long time no see!” seruku ketika sampai di mejanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun