Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger ajah

blogger @ sigitbud.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu 2019, Pertarungan Mempertahankan Sebuah Nilai

26 Februari 2019   13:45 Diperbarui: 26 Februari 2019   14:00 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: nasional.kompas.com

Indonesia telah menyelenggarakan pesta demokrasi sebanyak 11 kali,namun apa yang membedakan dengan Pemilu tahun ini dibandingkan sebelumnya? 

Bisa jadi proses teknisnya tak jauh beda, ada pendaftaran pemilih, pendaftaran caleg, dan pendaftaran capres dan cawapres karena dipilih langsung oleh rakyat. Indonesia sebagai negara terbuka tak lepas dari pengaruh faham, gagasan yang berkembang saat ini dunia.

Pada Pemilu pertama 1955 , partai politik yang ikut sangat berbhineka, ada Parpol beraliran nasionalisme, agama,sosialis dan komunis. Paska Orde Lama jatuh, Parpol beraliran Komunis tak lagi ikut dalam pesta demokrasi karena dilarang, dianggap sebagai partai terlarang. 

Kini hanya tiga aliran politik yang masih eksis, yakni partai kaum nasionalis, agama (Islam) dan aliran campuran dari paham sosialis, nasionalis dan religius. Pada prinsipnya hanya ada dua, partai sekuler dan agama, secara platform politik kedua aliran ini yang mendominasi perpolitikan di Indonesia.

Pada era Orde Lama, semasa paham Komunis masih kuat dan giat melebarkan hegemoni termasuk di Indonesia, penantang terkuatnya adalah kelompok aliran agama. 

Lain lagi ceritanya hari ini, kaum Kapitalis yang diwakili negara - negara Eropa Barat dan Amerika Serikat mendominasi hegemoni dunia, namun kini juga tumbuh kekuatan baru dari kelompok Islam internasional yang giat melebar pengaruh ke seluruh dunia dengan tujuan mendirikan pemerintahan dunia dibawah hukum Islam.

Pertarungan saat ini di Indonesia antara kelompok yang mewakili Pan-Islamisme radikal dengan kelompok Islam tradisional yang bergabung dengan golongan nasionalis, gabungan dua kelompok ini ingin mempertahankan bentuk Indonesia seperti hari ini. 

Sedangkan pihak pertama ingin mengubah dasar negara Indonesia dengan sistim pemerintahan lain dengan basis hukum agama.

Tentu kita belum lupa beberapa waktu lalu Mahkamah Agung menolak pengajuan banding organisasi Islam Internasional Hizbut Tahir, artinya organisasi ini di Indonesia dinyatakan terlarang.

Laskar - laskar HTI yang dibubarkan pemerintah diperkirakan banyak bergabung ke kubu oposisi, mengingat pihak oposisi memerlukan skuad untuk mengalahkan petahana pada bulan April ini.

HTI sempat eksis selama 10 tahun dibawah rezim sebelumnya karena menjadi salah satu tulang punggung kekuatan politik rezim, pada era Jokowi kelompok ini seperti kehilangan induk semang. Manuver - manuver politiknya sering dianggap membahayakan terutama diseminasi gagasannya tentang negara Khilafah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun