Mohon tunggu...
Sigit Akbar
Sigit Akbar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ketua Himpunan Mahasiswa Jurnalistik IISIP Jakarta II Himpunan Mahasiswa Islam II Temukan saya di twitter @sigitakbar687 ig: @sigitakbar II The Show Must Go On II Hidup soal keberanian, menghadapi tanda tanya, tanpa bisa dimengerti, tanpa bisa dihindari, terimalah dan hadapilah (quote)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mahasiswa, Era Teknologi & Buku yang Tertinggal Oleh Zaman

12 Maret 2017   05:35 Diperbarui: 12 Maret 2017   16:00 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Jika menelisik hal-hal yang kita lihat dikampus, IISIP Jakarta merupakan tempat yang nyaman untuk bersosialisasi bersama teman. Entah berdiskusi, ngobrol-ngobrol, Bertanya soal tugas kampus, atau bisa bertanding PES Bola 2017. Ada juga organisasi mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa (Hima) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sibuk dengan kegiatan internal dan program kerja kepengurusan.

Menjadi mahasiswa punya pengalaman epik tersendiri dan berdinamika. Wajar saja, usai sebagai siswa Sekolah Menengah Akhir (SMA) dan masuk dalam perguruan tinggi sangatlah berbeda. Tentu kini sudah diajarkan bagaimana memupuk tujuan hidup dan apa yang akan kita inginkan dimasa depan.

Namun, kegiatan mahasiswa dan nongkrong sembari diskusi bersama teman di kampus berasa tak punya gigi atau ompong. Bagaimana tidak, diskusi pada suatu isu dan argumentasi yang dikeluarkan hanya sebatas informasi yang kita baca melalui Line Today, atau artikel-artikel line@yang sudah kita follow. Bagaimana dengan budaya membaca buku?

Jika mencermati lebih dalam, budaya membaca buku memang tidak begitu digemari oleh mahasiswa IISIP. Tentu bukan hanya kampus ini, kampus lain atau masyarakat Indonesia memang belum gemar membaca buku.

Faktanya, data dari UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca.

Kalau soal membaca, mungkin fakta tersebut bisa saja salah. Sebab, era teknologi nan canggih membuat gadget yang kita miliki bisa menyediakan apa saja yang kita butuhkan. Termasuk informasi. Siapa sih mahasiswa jurusan Jurnalistik yang tidak suka membaca berita disitus online? Atau info di blog atau situs yang kita cari di google? Terlebih mahasiswa suka membaca dan mencari info dari Wikipedia. Pasti budaya membaca sudah setara dengan perkembangan teknologi.

Kembali soal budaya membaca buku, tentu banyak informasi yang kita cari di internet tidak akan sedalam dan sedatail yang ada dibuku. Coba saja cari soal kajian ilmiah, atau buku mata kuliah kampus soal komunikasi, Public Relation dan lainnya.

Buku serasa seorang perempuan yang selalu mendapat harapan palsu (PHP) dari sang gebetan. Setiap kali dosen menyarankan untuk membeli dan membaca buku kuliah, hanya sebatas untuk ditulis dalam kertas binder yang tidak akan dibaca kembali. Dibeli saat diwajibkan untuk syarat masuk kelas. Dan ditinggalkan hingga tak tersentuh saat sampai rumah.

Jangan tanya sedalam dan seindah apa kata-kata dari cerpen, puisi hingga novel jika kalian mencari secara online. Seperti pacaran dengan layar, tidak tersentuh, kaku, dan tidak asyik. Apalagi mahasiswa, jika tidak membaca buku dan memperdalam khazanah ilmu pengetahuan, namun saat berdikusi sangat vokal dan cenderung merasa lebih tahu dari yang lain adalah seperti jatuh, mengajak yang lain ikut terjerembab. Sudah salah, membawa yang lain ikut dalam kesalahan.

Penulis tidak menafikan diri jika hal itu sudah merasuki penulis hingga menjadi pola hidup mahasiswa yang tidak layak untuk dicontoh. Namun selayang pandang dikampus kangen dengan suasana mahasiswa yang gemar membaca buku. Terlebih setelah membaca saling mengkaji dalam diskusi. Bukan terperangkap dengan cerita dosen atau bersama teman membicarakan hal yang sama setiap hari soal dia, dia dan lagi, soal dia, wanita.

Bagaimana dengan zaman Yunani kuno, atau negeri Jazirah Arab, Persia bahkan Cina? Ternyata mengapa peradaban zaman semakin maju tidak lain ilmu yang didapat dari buku. Tidak mungkin Aristoteles bisa menjadi orang yang kita kenal jika ia tidak menulis buku dan mengajarkan kepada muridnya. Juga dengan peradaban Islam yang sungguh melesat tinggi karena kemajuan akan keilmuan yang didapat dari tulisan ilmuan-ilmuan terkemuka.

Lalu dengan mahasiswa, apakah buku sudah tidak lagi menjadi hal yang menarik untuk dibaca, dibawa pergi dan teman saat duduk? Jika peribahasa “Buku adalah Jendela Ilmu” maka saat ini kita ibarat ingin memakan mangga, hanya puas dengan aroma wangi namun tak daging buahnya tak tersentuh. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun