Mohon tunggu...
Sigit Setyawan
Sigit Setyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Keterangan Profil

Pembelajar.Pendidik.Penulis. Praktisi pendidikan. Trainer Metode Mengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Minder Berbahasa Indonesia

27 Agustus 2015   05:28 Diperbarui: 27 Agustus 2015   06:36 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pencabutan ketentuan TKA (Tenaga Kerja Asing) wajib berbahasa Indonesia menunjukkan bahwa kita sebenarnya minder berbahasa Indonesia di negeri sendiri. Jadi, rasa rendah diri berbahasa rupanya setali tiga uang dengan rasa rendah diri tatkala kita memakai produk dalam negeri. Berbahasa Inggris dan memakai produk luar negeri citranya lebih gagah dan perlente.

Mindernya kita sebagai bangsa memang sangat terlihat. Bukti-buktinya sangat mudah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pejabat dan artis berbicara mengutip bahasa Inggris saat di depan kamera supaya terlihat lebih pintar. Atau, orang lebih memilih merek dan barang luar negeri daripada dalam negeri.

Nah, dari sisi politik, keputusan Menaker mencabut kewajiban berbahasa Indonesia, selain dianggap melanggar Trisakti Bung Karno rupanya merupakan pantulan rasa minder yang lari dari Nawacita yang dicanangkan Jowoki, terutama pada bagian “menolak negara lemah” dan ingin lebih “bermartabat”.

Namun, saya tidak hendak mengusik ranah politik itu. Saya lebih ingin mengunyah dampaknya bagi Bahasa Indonesia itu sendiri. Berikut ini dampaknya.

Pertama, untuk apa hebat berbahasa Indonesia? Bahasa Inggris sajalah! Mengapa? Orang asing yang akan datang tentu berbahasa Inggris. Mungkin mereka akan menjadi atasan Anda. Anda yang harus tunduk pada mereka dan mengikuti instruksi mereka, bukan? Jadi, untuk mempertahankan posisi Anda sebagai karyawan yang disukai atasan, sebaiknya Anda menguasai Bahasa Inggris dengan lebih baik.

Kedua, bahasa Indonesia untuk kalangan kita saja. Sebaiknya kita berbahasa Indonesia dengan baik di kalangan sendiri. Jadi, jika Anda hidup di komunitas internasional, meskipun perusahaan ada di kampung halaman sendiri, saat perayaan bulan bahasa atau ada ajakan berbahasa Indonesia dengan baik jangan lupa tulis tanda *) dengan keterangan “Untuk Kalangan Sendiri” dengan font kecil di bawah iklan ajakan berbahasa Indonesia.

Biarlah orang asing yang baik hati dan kagum dengan kehebatan kita yang dengan sendirinya belajar bahasa Indonesia. Untuk investor dan tenaga kerja yang berkualitas internasional dan mahal bayarannya, biarlah mereka berbicara dalam bahasa Inggris. Malahan, jika Anda hebat berbahasa Inggris tetapi gagap berbahasa Indonesia, jangan kaget kalau Anda menjadi lebih kaya karena digaji dalam dolar, bukan lagi rupiah. 

Sebenarnya saya akan menambah beberapa lagi, tetapi karena saya takut dianggap minder menggunakan Bahasa Indonesia, maka saya sudahi saja. Silakan pembaca yang budiman menambahkan sendiri dampaknya.

 

Bahasa adalah Kebudayaan

A Teew pernah mengatakan bahwa sebuah karya sastra "tidak dilahirkan dari kekosongan budaya". Pendapat itu benar adanya karena bahasa merupakan ekspresi budaya tertinggi dari suatu bangsa. Saya selalu mengajak murid Bahasa Indonesia saya untuk memahami budaya Indonesia ketika belajar bahasa Indonesia (saya beberapa kali mengajar orang asing juga). Pemahaman budaya itu memudahkan orang asing menguasai Bahasa Indonesia dengan lebih cepat dan lebih baik. Contohnya, saat saya mengajari kata "titip", saya ceritakan terlebih dahulu konteks budayanya. Setelah mendengar cerita saya, matanya berbinar-binar dan "eureka!" dia paham apa itu "titip", "titip salam", "titip buku ini", "titip gula satu kilo," dan "penitipan anak". Semua konsep itu langsung menjadi miliknya. Budaya kita tertransfer menjadi miliknya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun