Mohon tunggu...
Sigit
Sigit Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mimpi-mimpi yang menjadi kenyataan

Dibalik kesuksesan seorang anak ada doa ibu yang selalu menyertainya, kasih sayangnya takan pernah luntur, dan takan tergantikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Benarkah Membuat e-KTP Mudah?

10 September 2016   07:07 Diperbarui: 23 Oktober 2017   13:17 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batas waktu perekam e-KTP ditargetkan Kemendagri sampai tanggal 30 September 2016. Jika tidak, ada konsekuensi yang harus ditanggung. Warga yang tidak memiliki e-KTP akan sulit mengurus catatan pernikahan, akte kelahiran anak, hal-hal terkait perbankan, surat kepolisian, BPJS, dan sebagainya. Fakta di lapangan berbagai persoalan masih terjadi. Namun, sebagai masyarakat yang taat hukum, kita harus mendukung langkah yang ditempuh pemerintah terkait pembuatan/rekam data e-KTP.

Saya termasuk masih pengguna KTP lama. Sesuai dengan instruksi dari Kemendagri dan kosekuensi jika tidak cepat mengurusnya maka segala bentuk layanan pemerintah tidak bisa dilakukan. Kebetulan saya baru saja pindah tempat tinggal dan belum pernah melakukan rekam data e-KTP, Senin 5 September, saya mulai mengurus keperluan untuk pembuatannya. Saya juga akan membuktikan apakah benar masih banyak kekurangan dalam pelayanan pembuatan e-KTP. Kalau Jakarta sudah bagus, ada sistem jemput bola. Kalau di Kabupaten Bekasi apakah sudah sama bagusnya untuk pelayanannya?

Senin 5 September 2016, berangkatlah saya menuju kantor kelurahan tempat tinggal sebelumnya. Siang pukul 12.20, sampailah saya di kantor Desa Cibitung, langsung menuju bagian informasi dan menanyakan prosedur pindah alamat dan perekaman data e-KTP. Seperti kantor desa pada umumnya, hanya beberapa warga yang saya lihat sibuk mengurus surat pindah, keterangan untuk keperluan rekam data e-KTP. Saya menyerahkan beberapa berkas untuk keperluan pindah tempat tinggal. 

Akhirnya menunggulah saya sekitar 50 menit sampai petugas menyelesaikan berkasnya. Di sela-sela menunggu tersebut, saya terlibat perbincangan dengan dua orang ibu-ibu yang kebetulan juga sedang mengurus keperluan untuk pembuatan e-KTP. Ternyata di balik gembar-gembornya pemerintah untuk mempermudah pembuatan e-KTP, masih banyak oknum desa, bahkan RT yang berani memanfaatkan kondisi tersebut.

Seorang ibu yang belakangan saya ketahui seorang guru TK bertanya kepada ibu yang duduk di depannya atau tepat sejajar dengan bangku saya. “Ibu pengurusan e-KTP kena biaya berapa?” si ibu menjawab, “Kalau saya yang urus Pak RT, dipatok harga Rp 400.000,00 dengan rincian surat pindah, kartu keluarga, e-KTP suami/Istri. Itu sudah terima beres.” Akhirnya saya yang sedari tadi di situ ikut menimpali, “Tapi Ibu kan juga harus foto, rekam data juga, dan harus datang sendiri ke kantor kecamatan.” Si ibu menjawab, “Iya, Mas, tapi bisa lebih cepat jadinya.” Makjleb.

Ternyata masih banyak pelayanan masyarakat yang masih jauh dari yang kita harapkan. Terbatasnya waktu bagi sebagian pekerja, membuat mereka tak banyak memiliki pilihan. Akhirnya jalan yang dipilih ya menerima tawaran, merogoh kocek yang tak seharusnya dikeluarkan, apalagi dengan pemikiran kuno, "untuk seumur hidup". Terkadang bukan perangkat desa yang salah dalam hal ini, tapi kitalah yang sudah memberi kesempatan bagi mereka melakukan perbuatan yang tak terpuji.

Tak lama kemudian petugas memanggil dan menyerahkan berkas yang saya butuhkan. “Biayanya Rp 25.000,00, Mas,” saya tidak bertanya kena biaya berapa tapi petugas tersebut yang duluan berucap kepada saya. Saya kemudian melakukan cek berkas yang saya terima tadi, agak banyak tapi kok berkasnya banyak yang sama sampai 3 lembar. Awalnya saya pikir itu berkas di-foto copy, ternyata setelah saya teliti ternyata itu tulisan tangan semua. Pantesan saja memakan waktu yang lama 'pikirku'. Akhirnya selesai sudah pembuatan surat keterangan pindah dari desa.

Karena waktu yang tak memungkinkan, akhirnya saya memutuskan esok atau lusa untuk pergi ke kantor kecamatan daerah Cibitung. Baru hari ini 7 September 2016, saya berangkat menuju kantor Kecamatan Cibitung. Antrean terlihat menumpuk, di depan bagian pelayanan. Saya bertanya ke petugas, bagian pelayanan surat pindah. Tidak jelasnya indikasi layanan di kantor Kecamatan Cibitung, membuat banyak masyarakat yang kebingungan mencari layanan yang dibutuhkan seperti pembuatan surat pindah, rekam data e-KTP, atau merevisi KK untuk penambahan anggota keluarga.

Setelah menyerahkan berkas yang diperlukan untuk pindah tempat tinggal, saya diperintahkan untuk menunggu karena data harus diketik terlebih dahulu. Lagi-lagi, kasak-kusuk masyarakat yang antre menjadi perhatian yang menarik. Ada yang antre dari pagi tapi tidak dipanggil-panggil, ini terjadi karena tidak adanya nomor antrean. Untuk memanggil para calon perekam data e-KTP saja cuma mengandalkan suara dari mulut, padahal masyarakat yang antre ramai dan berisik jadi kemungkinan terlewati saat dipanggil sangat besar.

Ada beberapa catatan yang saya dapatkan selama menunggu berkas selesai;

  • Pengurusan surat pindah antar daerah, contoh dari kabupaten Bekasi ke Kabupaten Karawang, masyarakat harus mengurus langsung kantor Pemda Bekasi. Nah ini dia, bagi masyarakat yang belum pernah ke pemda bekasi, dipastikan akan binggung dan timbulah rasa engan untuk jalan sendiri mengurusnya ke sana.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun