Mohon tunggu...
Sigit
Sigit Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mimpi-mimpi yang menjadi kenyataan

Dibalik kesuksesan seorang anak ada doa ibu yang selalu menyertainya, kasih sayangnya takan pernah luntur, dan takan tergantikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Memaknai Hidup dari Seorang Kompasianer

1 Oktober 2015   05:08 Diperbarui: 1 Oktober 2015   08:06 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Bergabung di Kompasiana untuk menyalurkan hoby menulis, menjalin persahabatan sesama kompasiner dan akhirnya berani memposting tulisan pada 27 juni 2015. menemukan keluarga baru dan mengenal sosok demi sosok kompasianer melalui tulisan demi tulisan yang mereka buat. ada rasa salut kepada mereka yang sanggup dan dengan mudah membuat sebuah tulisan secara apik, mudah dipahami, tapi tak jarang juga untuk kompasianer newbie pasti akan sulit mencerna tulisan-tulisan yang berat, apalagi dengan istilah-istilah yang seabrek membuat dan memaksa saya untuk googling sana-sini agar tak salah memahami suatu tulisan yang sudah tersaji. apalagi kejadian belakangan ini yang membuat saya hampir tak percaya, tak masuk akal, nyatanya memang seperti itu. saya hanya bisa bersikap netral, karena menurut saya masih samar-samar, jadi wait and see saja.

Kasus yang belakangan terjadi benar-benar membuat saya jadi tak nafsu makan dan tidur, apalagi untuk menulis. ah, sudahlah dunia inikan panggung sandiwara. saya tak tau lagi sebenarnya di kompasiana ini ada berapa kubu, saya yang tidak tau apa-apa jadi ikutan kepo, gegara kejadian itulah saya banyak berfikir keras sampai tuing2, apakah ada yang salah dengan keluarga baru saya?, terus saya sekarang berada dikubu mana?, lah yang eksis di kompasiana ya cuman itu2 saja. jadi ceritanya saya berada di dalam ruang lingkup orang2 yang sudah eksis di kompasiana. malah terkadang saya minder sendiri, ko berani mengikuti arus orang2 yang sudah eksis ini, apa mau ikutan di bilang eksis juga atau narsis sekalian?, ah sungguh tidak ada pikiran saya sampe disitu. yang terpenting saya mau menulis lagi, untung saja para kompasianer sepuh tidak terpancing dengan kejadian2 yang belakangan terjadi, masih konsisten menulis walaupun tulisanya secara tidak langsung juga menyindir kondisi yang sedang terjadi saat ini.

Kompasianer sepuh menjadi penengah, sehingga suasana kompasiana yang sempat mencekam berangsur membaik, walaupun akar masalah sudah jelas tapi seolah masih samar dan disamarkan. dari kejadian tsb, saya melihat ada sosok kompasianer yang tidak terpengaruh dengan kondisi rumah yang sedang porak-poranda, sampai saat ini, secara tidak langsung saya banyak belajar tentang bagaimana memaknai hidup, seorang kompasianer yang namanya sudah kondang dikompasiana ini. perjalanan hidup beliau yang banyak lika-likunya, tak semudah dan semulus orang-orang yang beruntung, tapi akhirnya dengan ketekunan dan kejujuran sebagai modal mengarungi hidup, membuatnya berhasil dan sukses sampai sekarang ini. di kompasiana ini, saya tak hanya dapat belajar menulis tetapi saya dapat belajar memaknai hidup, mendapat pelajaran tentang agama, bisnis, ekonomi, semua rubrik yang ada di Kompasiana ini saya dapatkan. lalu apa keuntunganya?, saya mendapatkan pelajaran yang tidak saya dapatkan di bangku kuliah. "kemudian apa lagi yang kamu dapat"?, saya mendapatkan kepuasan tersendiri, "kepuasan seperti apa?", mau tau aja apa mau tau banget?, kepo ah!

Saya belajar arti kejujuran dari tulisan2 beliau, kehidupan yang menurut saya sangat rumit dan saya sendiri tidak sanggup membayangkanya. ketekunan dan kerendahan hati beliau serta semangat yang dimilikinya akhirnya membuahkan hasil, hal itulah yang membuat saya sangat salut. tulisan-tulisanya selalu menginspirasi untuk selalu belajar rendah hati. tapi bagaimana mungkin sampai saat ini saja saya masih suka bohong, dan belum bisa jujur, terlebih pada diri saya sendiri. tapi saya yakin jika kita punya niat untuk berubah dan melakukanya dengan ikhlas, tanpa paksaan pasti akan indah pada waktunya.

Saya tergelitik ingin membagi pengalaman, setelah membaca tulisan beliau yang isinya tentang empaty yang kebabalasan serta kesabaran dan kejujuran. mudah2an ada yang nyambung heheh..., hahahihi dulu ya. cerita pertama, saat mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan otomotif, kebetulan saya di bagian engineering, banyak berhubungan dengan semua departemen yang ada di lingkungan perusahaan, hampir semua orang yang bekerja diperusahaan tsb saya kenal, karena saya memang suka bergaul, selain untuk memudahkan pekerjaan saya tentunya. tanpa bantuan mereka kita tidak akan bisa bekerja secara optimal. berbagai macam karakter dan sifat banyak asya temui, tak jarang dari mereka curhat kepada saya, tentang rumah tangga, loh saya ini belum menikah (saat itu), jadi ga tau bagaimana rasanya berkeluarga. terkadang ada yang secara tidak langsung ingin meminjam uang tapi ceritanya muter2, mentang2 saya masih single jadi dipikir uangnya banyak hehehe..., "mau pinjem uang buat bayar sekolah anak saya pak", saya yang mendengar ucapanya jadi ga tega, soalnya saya juga pernah merasakan hidup susah, pakaian sekolah saja terkadang dapet lusuhan dari kakak2 saya. akhirnya saya pinjami juga, walaupun saat itu saya juga lagi menabung untuk biaya masuk kuliah. janji sebulan akan dilunasi lewat dan berganti bulan, saya yang ga tega mau menanyakan perihal pinjaman uang tsb akhirnya hanya bisa bersabar.

Cerita selanjutnya adalah seorang karyawan kontrak yang bekerja di perusahaan yang sama, kali ini saya juga meminjamkan uang yang lumayan banyak. ceritanya mereka ingin mengontrak rumah, supaya bisa tinggal bareng dan bisa lebih irit biaya yang dikeluarkan dari pada ngekost tiap bulan bayar, karena biaya kontrak rumah lumayan mahal mereka minta bantuan saya dengan janji setiap bulanya akan dicicil. berhubung mereka ini perempuan semua dan lumayan akrab dengan saya sewaktu di perusahaan, dengan perhitungan dan pemikiran yang matang akhirnya saya pinjami untuk biaya mengontrak rumah tsb. ya! bulan pertama mereka bisa membayar cicilan pinjaman ke saya, bulan kedua dengan berbagai alasan, ada yang belum dapat kerja, biaya orang tua dikampung yang sakit, akhirnya dari situ semuanya berubah, saya yang tidak mau ribut2 dan hanya memilih diam. saya kasihan apalagi mereka perempuan semua, ga tega kalau harus ngomong pake urat keluar. setiap akhir bulan hanya sms ucapan maaf yang saya terima, baiklah saya akan sabar. saat itu saya bekerja sambil meneruskan kuliah jadi banyak biaya2 yang harus saya bayar dan keluarkan. mereka yang pinjam uang ke saya ko malah saya yang harus mengemis kepada mereka. karena tidak ada perubahan, dan dari  pada jadi penyakit juga karena selalu keingetan dengan masalah tsb, akhirnya saat itu saya mencoba untuk belajar ikhlas dan sabar, tidak dendam atas apa yang telah mereka lakukan terhadap saya. dan pada akhirnya saya benar2 bisa ikhlas merelakan uang yang saya pinjamkan ke mereka. terakhir saya sms mereka, bahwa uang yang saya pinjamkan saya anggap sudah lunas, dan jangan lagi di ingat kembali, itu permintaan terakhir saya waktu itu.

Cerita terakhir, setelah berumah tangga, saya diberi cobaan oleh tuhan, anak saya sakit parah dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tapi alhamdulillah ada rezeki untuk mengobatinya saat itu. kemudian rumah saya juga pernah kemalingan, pagar rumah di bobol, saat kejadian kebetulan ibu angkat saya datang bersama temanya, biar tidak sempit didalam rumah, akhirnya dua unit motor saya parkir di teras, satu motor berhasil di gasak maling. saat itu saya sangat terpukul, percuma juga lapor ke kantor polisi, sempat melaporkan kejadian tsb, tetapi responya malah mengecewakan. akhirnya dari kejadian tsb, saya kembali belajar sabar dan mengikhlaskan apa yang sudah diambil oleh tuhan, dan tetap berpikir positif atas cobaan yang selalu menimpa saya. karena pada dasarnya, harta dan nyawa kita hanyalah titipan semata, jadi kita harus siap kapan saja titipan itu akan diambil. dan saya percaya tuhan itu maha adil, kesabaran dan keihlasan serta doa saya dalam menghadapi cobaan dari tuhan akhirnya diganjar dengan sesuatu yang sangat istimewa bagi saya sampai saat ini. Begitulah terkadang jika empathy terhadap seseorang malah sering disalah gunakan, intinya selalu berhati-hati agar kejadian serupa tidak terulang. Pengalaman adalah guru terbaik yang membuat kita makin dewasa dalam berfikir dan melakukan tindakan.

Sebagai penulis newbie, banyak pelajaran yang dapat saya petik setelah mengikuti tulisan2 beliau. jadi apapun cobaan yang menimpa, jangan sampai pikiran negatif bersarang di kepala kita, harus tetap kuat dan jangan sampai menyerah, apalagi menyimpan rasa dendam kepada orang lain yang pernah melukai perasaan kita. tetaplah rendah hati walaupun kehidupan kita sudah lebih dari kata cukup, karena perlu di ingat, kehidupan itu seperti roda yang berputar, ada saatnya kita berada diatas dan adakalanya kita berada di posisi paling bawah. memaknai hidup dari seorang Kompasianer yang selalu menginspirasi saya sejak membernikan diri untuk menulis, dan tulisan2 beliau selalu bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. lika-liku perjalanan beliau dari dan sampai sekarang membuat semua orang yang mengenalnya sangat kagum, ya!, walau hanya mengenal beliau lewat tulisan dan saling berkomentar saja.harapan dan doa semoga beliau sekeluarga diberikan selalu kesehatan sehingga bisa terus menulis dan menjadi tauladan bagi kita semua.

 

Karawang 20151001

Keterangan gambar : http://michaelhaupt.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun