Eh ternyata, seiring waktu berjalan, lingkungan kosan enggak bikin penulis aman, nyaman dan tenang, lingkungan kosan berubah jadi toxic.
Pokoknya intinya lebih banyak membawa dampak buruknya, bikin pusing, bikin tertekan dan stress, serta enggak nyaman bangetlah.
Padahal, sudah sering sekali juga penulis menginformsikan kepada pemilik kosan tentang kondisi toxic yang terjadi di kosan dan langsung juga sih ditindak lanjuti.
Ya memang sih, pas pemilik kosan turun tangan ada perubahan yaitu toxic-nya berkurang, tapi kondisi itu hanya berlaku sebentar setelahnya kambuh lagi begitu lagi, toxic lagi, dan terus sering begitu berulang.
Pada akhirnya penulis memutuskan pindah, ya karena enggak tahan juga, ini kok kosan enggak ada baiknya, enggak aman dan nyaman rasanya, kok enggak bikin tenang banget, racun banget.
Daripada penulis makin stress dan ujung-ujungnya bisa merusak kesehatan mental dan kejiwaan penulis, ya satu-satunya jalan adalah memutuskan pindah kosan.
Kemudian, dengan berkaca dari pengalaman lingkugan kosan sebelumnya yang toxic, maka penulis jadi lebih selektif memilih-milih kosan, survey-survey dulu untuk setidaknya memastikan lingkungannya seperti apa.
Termsuk mencari segudang informasi serta referensi terkait kosan yang sekiranya layak huni atau tidaknya baik itu secara mental dan kejiwaan.
Atau dalam artian ini jangan sampai dapat lagi kosan yang ujung-ujungnya lingkungannya toxic seperti sebelumnya. Pokoknya kapok deh kalau dapat kosan yang lingkungannya toxic.
Syukur Alhamdulillah, setelah kesana kemari cari kosan, akhirnya dapat juga kosan dekat sekitaran kampus yang sekiranya cukuplah memenuhi syarat layak huni sesuai yang standar yang penulis inginkan.