Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kontroversi Macron dan Gejala Islamophobia di Indonesia

29 Oktober 2020   20:08 Diperbarui: 29 Oktober 2020   20:12 3461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prancis Emmanuele Macron | Dokumen foto via Republika.co.id

Padahal khilafah menurut ajaran Agama Islam itu adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan, artinya jelas bahwa, khilafah itu memang sudah ada sebagai salah satu ajaran Islam, sama sekali tidak ada hubungannya dengan paham radikalisme.

Kecurigaan ataupun Islamophobia yang terjadi ini, bisa dimungkinkan disebabkan karena agama (khususnya agama Islam) ditunggangkan untuk dijadikan sebagai alat kendaraan politik oleh para politisi dan pihak-pihak pemangku kepentingan politik lainnya yang tidak bertanggung jawab, dengan tujuan utamanya mendapatkan atau melanggengkan kekuasaan.

Termasuk juga adanya eksistensi kelompok teroris ISIS dan kelompok teroris lainnya yang sejenis, nampaknya juga menjadi bumerang bagi bertumbuhkembangnya organisasi-organisasi Islam yang seringkali dicurigai membawa paham radikal.

Sehingga semakin meningkatkan kecurigaan yang berlebihan, bahwa adanya ajaran khilafah terkesan merongrong demokrasi pancasila, karena kesannya khilafah ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.

Inilah sejatinya yang jadi catatan memprihatinkan, sehingga terjadilah dikotomi di masyarakat Indonesia, terjadi disparitas kelompok, ada kaum Agamis, ada kaum Nasionalis, bahkan semakin dipertegas dengan adanya sebutan kaum kadrun dan kaum cebong.

Ditambah lagi dengan adanya kebijakan pemerintah seperti sertifikasi penceramah, dan Peraturan Menteri Agama No. 29 tentang Majelis Taklim yang terkesan bersifat politis dari pemerintah untuk mengawasi forum pengajian dan termasuk kebijakan lainnya yang justru memberi kesan semakin nampaknya gejala Islamophobia.

Seharusnya, dikotomi dan disparitas yang terjadi dimasyarakat itulah yang harus diatasi oleh pemerintah, sehingga antara agama dan kepentingan politik para politisi dan pemangku kepentingan lainnya dapat benar-benar dibedakan, bukannya malah semakin menjadi Islamophobia.

Kewaspadaan nasional terhadap paham radikalisme tentu sangatlah boleh, namun demikian haruslah bisa dipisahkan dari kecurigaan yang berlebihan, tidaklah harus juga mengebiri dan membatasi toleransi umat beragama di negeri ini.

Rasanya kalau melihat hingga periode kedua pemerintahan Jokowi ini, maka memang agaklah sulit untuk bisa diingkari, bahwasanya gejala Islamophobia memang sedang menjangkiti negeri ini.

Jadi, dengan tidak mengebelakangkan umat beragama lainnya, maka gejala yang terjadi ini patutlah jadi tanda tanya besar, bagaimana mungkin negara yang notabene mayoritas beragama Islam, justru pemerintahnya sendiri terkesan takut terhadap agama Islam?

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun