Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Misteri "Malam Jahanam" Pengesahan Omnibus Law, Berpotensikah Inkonstitusi?

10 Oktober 2020   09:44 Diperbarui: 10 Oktober 2020   09:59 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar via Tribunnews.com

Ya, sangat berpotensi dan rawan melanggar Hukum, karena cacat prosedural, yaitu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang secara jelas dan terang menyatakan, bahwa salah satu asas penyusunan undang-undang adalah keterbukaan.

Semestinya, sejak proses penyusunan, naskah akademik dan draf rancangan undang-undang terbaru selalu dibagikan ke publik, karena jika tidak dibagikan kepada publik, maka akan berakibat pada hilangnya hak partisipasi masyarakat.

Hal ini akan berkonsekuensi kepada ranah hukum sehingga berpotensi, bahwa UU Omnibus Law dapat terjegal saat diajukan ke Mahkamah Konstitusi melalui langkah judicial review, bahkan cacat prosedural tersebut,  dapat juga diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai tindakan "malaadministrasi".

Karena kalau dari prosedural administrasi, bila keadminiatrasian tidak menaati prosedur yang berlaku, maka produk yang dihasilkan tersebut adalah produk cacat atau dianggap tidak pernah ada atau konsekuensinya adalah batal demi hukum.

Jadi, tak ada alasan selain murka, turun ke jalan, demonstrasi dan aksi massal terhadap situasi yang terjadi terkait Omnibus Law ini. Sebab, "bagaimana mungkin sebuah lembaga tinggi negara bisa main-main mengesahkan sesuatu yang akan mempunyai efek luas bagi seluruh rakyat tanpa keterbukaan dan transparasi kepada ruang publik seluas-luasnya.

Gambar via Kompas.com
Gambar via Kompas.com
Bahkan, pembahasan RUU Omnibus Law memang sudah tertutup sejak awal, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sampai mengirim surat permohonan keterbukaan informasi publik kepada pihak kementerian terkait atas salinan draf RUU Omnibus Law.

Seperti yang juga dijelaskan oleh peneliti Kontras, Rivanlee, bahwa (Kontras) sampai mengirim surat permohonan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian, Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM, serta Kementerian Hukum dan HAM, tentang draft RUU Omnibus Law tapi hasilnya adalah Nihil dan mengecewakan.

Kemenkopolhukam bahkan menyatakan prosesnya memang bersifat rahasia, lalu Kemenkumham hanya membalas normatif perihal keterlibatan mereka, Sekneg tidak membalas, sementara Kemenko Perekonomian baru membalas setelah draf di unggah di halaman website resmi mereka.
(Peneliti Kontras, Rivanlee)

Nah, pada awalnya saja RUU Omnibus Law, sifatnya sudah rahasia seperti ada udang dibalik bangsat eh dibalik batu, setelah didorong oleh Kontras baru di keluarkan, itupun baru hanya Kemenko Perek, eh maaf jadi tidak enak juga disingkat, maksudanya Kementerian Perekonomian, yang merespon dengan data, dan masih tanda tanya apakah itu draf yang final atau bukan.

Sehingga sampai di sini, terkait Omnibus Law ini, memang ada peluang inkonstitusi dan sangatlah bisa diperjuangkan untuk digugat ke Mahkamah Konstitusi, tapi janganlah terlupa, karena mesti berkaca juga pada peristiwa jahanam pengesahan UU KPK yang silam.

Sebab seperti diketahui, untuk kesekian kalinya, ini adalah kerja senyap DPR, tentu publik masih mengingat bagaimana revisi UU KPK berjalan di DPR kemudian disahkan begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun