Perlu jadi catatan penting, bahwa Undang-Undang Karantina Kesehatan harus tetap dijunjung tinggi, sehingga pihak penyelenggara dalam menelurkan kebijakan maupun peraturan, harus berlandaskan pada undang-undang tersebut.
Oleh karenanya, hak atas kesehatan masyarakat, tidak boleh diremehkan, apalagi diabaikan dalam rangka mewujudkan perlindungan dan pemenuhannya.
Masyarakat punya hak untuk dilindungi (right to be protected), memiliki hak untuk dipenuhi hak-hak kesehatannya (right to fulfill) dan ini adalah hak konstitusional warga negara, dan merupakan kewajiban konstitusional negara yang harus dipertanggungjawabkan.
Dampak dari kluster Pilkada akan semakin menciptakan lonjakan kasus, oleh karena itu, diharapkan tidak main-main untuk tetap melaksanakan gelaran Pilkada 2020.
Sebaiknya ditunda dahulu untuk sementara waktu sampai pandemi ini bisa dikendalikan, atau setidaknya sudah dapat ditekan sampai adanya indikator yang terukur dan akurat.
Bahwa penularan Covid-19 dapat dikendalikan, karena kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama.
Menunda Pilkada bukan berarti gagal berdemokrasi, tapi bagian dari sikap akal sehat dalam tanggap bencana, menunjukkan sikap cepat tanggap membaca situasi dan mengedepankan kesehatan masyarakat dengan menimbang keadaan darurat yang terjadi di tengah pandemi ini.
Maka bukanlah hal tepat, jika pemerintah dan penyelenggara tetap memaksakan diri menggelar Pilkada di tengah situasi pandemi ini.
Memaksakan penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi berpotensi menimbulkan lebih banyak mudharat daripada manfaat, karena bukan sesuatu kebutuhan yang mendesak dan mendasar.
Sehingga kiranya agar dapatnya dipertimbangkan lagi oleh pihak penyelenggara, pihak pemangku kepentingan, dan  pihak-pihak terkait lainnya, soal gelaran Pilkada 2020 ini.