Apalagi bila dihadapkan dengan perilaku sebagian masyarakat yang ngeyel, banyak yang tak lagi mengindahkan protokol kesehatan dan persepsi masyarakat soal protokol kesehatan yang semakin rendah, maka pelaksanaan kampanye dengan kerumunan massa tersebut, sangat berpotensi memunculkan kluster penyebaran Covid-19.
Di sinilah letak tanggung jawab ada pada penyelenggara dan pasangan calon kepala daerah dalam rangka mencegah kluster covid-19, apalagi bagi paslon Pilkada sebagai aktor utamanya, merekalah yang mengendalikan massa.
Sehingga tinggal bagaimana juga tanggung jawab paslon kepala daerah menjaga agar tidak terjadi kerumunan-kerumunan massa pada gelaran Pilkada.
Dengan aturan KPU tersebut, maka akan ada puluhan juta jiwa manusia di 270 daerah yang akan terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada.
Jadi, bisa dibayangkan, bila ada beberapa di antaranya adalah orang yang merupakan tanpa gejala yang membawa virus ke mana-mana, maka virus akan menghinggapi siapa saja yang ada di dekatnya, dan bisa berdampak parah, karena ada tiga sampai empat kali lipat risiko orang-orang yang berpotensi tertular dari para OTG tersebut.
Risiko tinggi kluster "Ngovid Milkada" , ada baiknya Pilkada 2020 Ditunda!
(Quote by Sigit).
Ya, begitulah kiranya menurut pandangan penulis terkait tanggapan dan sikap terhadap risiko kluster Pilkada 2020 di tengah pandemi ini.
Sudah jelas Pilkada 2020 pasti akan menarik kerumunan massa, dan mau tidak mau, dengan aktivitas yang menarik kerumunan massa tersebut pasti akan meningkatkan kasus.
Maka jelas juga sebenarnya, bahwa kluster Pilkada 2020 bukan sekedar lagi sebagai potensi penularan, karena sudah dapat dipastikan Pilkada adalah kluster maut yang bakal semakin melonjakan kasus Covid-19.