Rencana pemerintah yang akan menelurkan Omnibus Law sebagai ajian sakti pamungkas sapu jagat, yang menyapu bersih ribuan PP maupun Perda ternyata menuai pro dan kontra.
Bahkan sebagian besar masyarakat dari berbagai kalangan justru lebih banyak yang mepertentangkannya bahkan tegas menolak, lahirnya Omnibus Law ini.
Karena ternyata Omnibus Law yang didalamnya ada berbagai RUU baik itu soal cipta kerja, soal Pers, soal lingkup sosial masyarakat, soal ekonomi, soal investasi dan berbagai hal lainnya justru banyak tidak berpihaknya kepada masyarakat.
Terkait Omnimbus Law ini, pemerintah justru lebih banyak memberikan tekanan-tekanan kepada khalayak publik, hampir semua rancangan aturan yang ada didalamnya kurang sejalan untuk kepentingan masyarakat.
Omnibus Law ini yang sebelumnya ada bunyi yang menyebutkan Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang kini jadi Cipta Kerja (Ciker) ini, ternyata lebih banyak berpihak kepada pihak-pihak tertentu saja, bahkan lebih banyak menguntungkan pihak-pihak tertentu tersebut.
Cilaka pun jadi Ciker, mungkin saja karena entah kebetulan sebutan Cilaka dirasa kurang pas atau jadi bahan olokan atau nyinyiran oleh publik, akhirnya pemerintah menggantinya dengan Ciker.
Omnibus Law bila nanti diterapkan sepertinya akan jadi otoriter, karena terlalu banyak yang mengekang kebebasan masyarakat dan kepentingan pihak terkait lainnya seperti media misalnya ataupun para buruh atau masyarakat lainya, selain itu banyak terlalu mencampuri urusan privasi kehidupan masyarakat.
Lalu ada yang dirasa kurang elok lagi, ternyata ada alasan yang kurang berdasar dari beberapa instansi pemerintah tentang adanya salah ketik terkait berbagai isi yang termuat didalamnya.
Padahal kalau sudah pada tingkatan instansi pemerintah itu, terjadinya salah ketik tersebut semestinya tidak diperkenankan, ini adalah kesalahan yang fatal, apalagi kalau berkaitan dengan produk Undang-undang, sehingga sangatlah wajar kalau khalayak masyarakat banyak memprotes atau mempersoalkannya.
Ya, memang agak sedikit lucu dan cukup menggelitik sebenarnya tentang alasan Saltik yang di beberkan tersebut, bagaimana bisa terjadi, padahal konsep Omnibus Law tersebut sudah melalui beberapa tahapan koreksi, moderasi, ataupun kontrol paraf yang berjenjang dan selektif, sehingga kesalahan tersebut seharusnya sangat terlarang bisa terjadi.
Apakah saat tahapan tersebut, konsep tidak dibaca ulang atau tidak diteliti kembali?