Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyoal Rentannya Konflik dan Kekerasan?

8 Oktober 2019   01:07 Diperbarui: 8 Oktober 2019   01:31 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Konflik dan kekerasan yang dapat berdampak kerusuhan bila keterlibatan massa lebih besar | Dokumen apaperbedaan.com

Di Indonesia, konflik dan kekerasan baik secara fisik maupun psikis atau mental seperti penindasan dan tekanan memiliki kecenderungan sikap pasif, pasrah yang menimbulkan resistensi atas tindakan kekerasan yang diterima dan akan semakin melanggengkan konflik dan tindak kekerasan.

Hal ini terjadi karena subjek atau pelaku merasa tidak ada yang menghalangi tindakannya sehingga menimbulkan konflik dan kekerasan yang bila dalam jumlah massa yang besar akan dapat berujung pada kerusuhan.

Terkadang didapati kasus obyek membalas tindak kekerasan yang di alami dengan cara kekerasan juga, terjadi intensitas kekerasan sehingga menimbulkan fungsi resiprokal atau fungsi saling membalas.

Sehingga tidak lagi bisa dibedakan  yang mana subyek dan mana obyek karena kedua-duanya sudah saling melakukan tindak kekerasan dan semakin memperuncing konflik.

Menghindari fenomena tindak kekerasan yang menimbulkan konflik, sangat membutuhkan komitmen dan disiplin yang tinggi bagi seluruh komponen bangsa, yaitu  dengan cara menciptakan ideologi bersama tanpa kekerasan. 

Menghilangkan keakuan, kesukuan, keagamaan melebur dalam kesatuan gerak dan langkah mewujudkan perdamaian.

Jika konflik dan kekerasan yang hendak dilawan telah melebar ke seluruh lini dimensi kehidupan, maka gerakan perlawanan harus diarahkan untuk merubah seluruh dimensi tersebut.

Berangkat dari persoalan di atas, seharusnya negara kita dapat belajar dari kenyataan yang ada. Sudah jelas risiko terbesar yang akan dialami bila konflik dan kekerasan yang sudah pada tingkatan yang tinggi akan berpotensi dan berisiko pada perpecahan dalam internal negara.

Sejarah membuktikan Indonesia sudah banyak merasakan seperti apa pahitnya kekerasan dan konflik yang bermuara pada kerusuhan seperti Kerusuhan Mei 1998, kerusuhan 23 -- 24 September 2019 hingga kerusuhan Papua.

Banyak pihak dan rakyat yang akhirnya harus terusir dari tanah kelahiran dan tanah rantau, kehilangan mata pencaharian bahkan kehilangan nyawa. 

Betapa berbagai peristiwa-peristiwa tersebut menggambarkan sangat pahitnya bila kekerasan dan konflik harus pecah menjadi kerusuhan, Inilah yang menjadi musuh terbesar bangsa hingga saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun