Mohon tunggu...
Sidik Awaludin
Sidik Awaludin Mohon Tunggu... Freelancer - Public Relations Writing

[Penulis Freelance, Menyajikan tulisan asumsi pribadi Berdasarkan Isu-Isu hangat]. [Motto: Hidup Sekali, Berarti, lalu Mati.]

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apakah Jokowi Lemah, Menangani Radikalisme Berbaju Agama?

14 Agustus 2020   17:27 Diperbarui: 14 Agustus 2020   17:58 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: topmedia.co.id

Kelompok Radikalisme di Indonesia sudah tumbuh subur sejak sepuluh tahun lalu pada zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, kekerasan demi kekerasan yang terjadi mengatasnamakan agama islam. Kegiatan mereka ini mulai dari sweeping warung makan saat bulan Ramadhan sampai penyegelan tempat hiburan malam, belum lagi pada tahun 2013 lalu ormas hizbut tahrir indonesia (HTI) secara mengagetkan publik bisa menggunakan saluran televisi republik indonesia (TVRI) dalam menyiarkan agenda khilafah mereka di stadion Gelora Bung Karno. 

Kenapa zaman pemerintahan SBY dulu membiarkan kelompok radikalisme ini tumbuh subur di masanya? Karena zaman pemerintahan SBY menganut sistem politik "Zero Enemy" atau (tidak ada musuh), SBY ingin kondisi Indonesia waktu itu tenang tidak ingin ada keributan apapun. Tetapi disamping ketenangan itu, sebaran radikalisme makin meluas di beberapa elemen penting bangsa seperti Pendidikan, Agama, bahkan sampai pemerintahan. Jadi kalian bisa bayangkan, organisasi seperti FPI, HTI, bahkan ormas lainnya secara pelan-pelan berkembang menjadi besar karena mereka juga disuapi dengan dana bantuan sosial atas nama keagamaan. 

Kelompok ini bukan saja makin besar, tetapi makin serakah dan kejam. Sampai kepolisian tidak bisa berbuat banyak karena perintahnya hanya sekedar "jangan buat keributan". Kalau kita saat ini melihat ada peristiwa yang berbau radikalisme di beberapa daerah, itu merupakan hasil tanam padi di masa pemerintahan SBY yang bukan serta merta lemah terhadap radikalisme, tetapi bahkan menyuapi mereka sampai menjadi besar seperti sekarang ini. Saat ini, kita bisa melihat bentuk tubuh mereka justru pada saat pemerintahan Jokowi saja. Sampai muncul pertanyaan dari seorang kawan, Jokowi memang lemah ya, terhadap kelompok radikalisme? 

Lalu saya jawab "tunggu dulu kawan!", yang dimaksud lemah itu berarti Jokowi tidak berbuat apa-apa dan tunduk di hadapan kelompok radikal tersebut. Saya tidak melihatnya seperti itu, yang saya perhatikan hanya pola permainannya tidak seperti yang banyak orang inginkan dengan menggunakan cara represif dengan main pukul sana-sini. Bahkan pada masa pemerintahan Jokowi, dia sudah melakukan banyak langkah besar terhadap pemberantasan radikalisme. Mari bersama-sama kita ingat-ingat kembali beberapa peristiwa yang sudah terjadi. 

Mulai dari pembubaran ormas HTI, menyingkirkan Rizieq Shihab sang imam besar FPI keluar negeri, kemudian mengangkat Tito Karnavian dari Korps Densus 88 yang memahami terorisme menjadi Kapolri, dan mengganti rektor-rektor di Universitas Negeri dengan disumpah untuk membela NKRI. Menurut saya ini bukan langkah kecil, justru ini langkah besar dan berani untuk seorang Jokowi. Kalau kita mau bandingkan di era pemerintahan Jokowi dan SBY terutama dalam penanganan radikalisme di dalam negeri, itu sama saja membandingkan bulu mata dengan bulu kaki. 

Jika kita melihat peristiwa radikalisme berbaju agama yang belum lama terjadi di Solo, ini menandakan pekerjaan rumah Jokowi belum sempurna. Karena radikalisme ini sudah terlanjur menjadi besar akibat pembiaran sejak lama pada pemerinatah sebelumnya. Upaya Jokowi dalam memerangi radikalisme sudah tampak sejak awal dia memimpin negara ini, hanya saja caranya tidak represif begitu saja. Mau sepintar apapun presidennya, masalah radikalisme yang dibalut dengan baju agama di Indonesia tidak akan pernah hilang. Bukan saya berfikir pesimis lho ya, jika kita melihat fakta di lapangan selalu saja terjadi peristiwa kecil kelompok radikalisme ini di beberapa daerah. 

Harus kita pahami bersama, bahwa melawan kelompok radikalisme sekarang ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. meski begitu, kita berharap penyakit radikalisme ke depan akan sembuh karena saya yakin bahwa negeri ini sudah fokus dengan urusan mengenai Ekonomi yang bagus, Pendidikan yang bagus, dan kita bisa lebih fokus kepada kompetisi global daripada sibuk bertanya "Agamamu apa?". Kita memang sekarang menaruh harapan besar pada Jokowi untuk menuntaskan masalah radikalisme ini dimasa-masa sisa waktu jabatannya. 

Kalaupun kelompok radikalisme ini tidak bisa diselesaikan Jokowi sampai akhir masa jabatannya, maka harus ada pemimpin penerusnya dan pemimpin itulah yang kelak akan kita pilih bersama untuk melawan kelompok radikalisme tersebut, bukan yang bersahabat dengan mereka, yang kita sama-sama inginkan bersama adalah pemimpin yang berani berhadap-hadapan dengan mereka, bukan yang saling membutuhkan ketika ada kepentingan saja.  

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun