Mohon tunggu...
Sidik Awaludin
Sidik Awaludin Mohon Tunggu... Freelancer - Public Relations Writing

[Penulis Freelance, Menyajikan tulisan asumsi pribadi Berdasarkan Isu-Isu hangat]. [Motto: Hidup Sekali, Berarti, lalu Mati.]

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Permintaan Maaf Tulus dari Hati Seorang Mas Menteri

5 Agustus 2020   11:10 Diperbarui: 5 Agustus 2020   11:14 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di periode kedua ini, presiden Jokowi tampaknya gelisah setelah selesainya periode pertama menggenjot pembangunan infrastruktur besar-besaran di Indonesia. 

Pasalnya pembangunan infrastruktur yang selama ini dikerjakan bertujuan untuk mempermudah akses mobilitas perekonomian seperti industri logistik dan industri pariwisata. 

Kegelisahan itu nampaknya terlihat, jika selama ini infrastruktur yang dibangun tanpa sumber daya manusia (SDM) yang bisa menjalankan dan mengembangkannya akan terlihat seperti benda mati yang tidak berguna. 

Infrastruktur itu jika kita ibaratkan seperti mobil, mau semewah dan secanggih apapun mobilnya, kalau cara mengemudinya tidak dibekali keterampilan yang ugal-ugalan seperti supir angkot, jelas mobil yang dikendarai itu akan rusak. karena itu, di periode kedua ini Jokowi memfokuskan kerjanya pada pengembangan SDM dan ini terlihat bukan pekerjaan yang mudah, jika sama-sama kita pikirkan jauh lebih mudah membangun infrastruktur daripada membangun mindset pola pikir manusia. 

Kalau kita sama-sama mau melihat, berdasarkan survey kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for International Student Assessment (PISA). 

Pendidikan Indonesia berada di peringkat 72 dari 77 negara di dunia, bahkan dari sisi Pendidikan kita tertinggal jauh dari negara tetangga kita seperti Malaysia dan Brunei yang jumlah penduduknya lebih sedikit dari negara kita. 

Apa penyebabnya tingkat Pendidikan di negara kita bisa merosot tajam bahkan tertinggal jauh oleh negara tetangga? Menurut PISA sistem Pendidikan kita masih menganut sistem feodalistik, dimana peran guru sebagai pengajar lebih banyak aktif berbicara dalam menyampaikan materi dan siswa hanya justru hanya menjadi pendengar pasif saja. 

Masalah ini, sudah ada puluhan tahun lamanya dan tidak pernah diubah oleh Menteri-menteri Pendidikan terdahulu kita meski sudah berpuluh-puluh kali bergonta-ganti kebijakan. Jokowi akhirnya mengambil keputusan ekstrem, dengan membujuk Nadiem Makarim untuk menjadi Menteri Pendidikan. 

Seperti biasa niat baik Jokowi ini di ejek dan diprotes berbagai kalangan, karena mereka meragukan seorang Nadiem yang masih terbilang cukup muda usianya serta tidak punya rekam jejak pengalaman di lembaga pemerintahan, kemudian harus ditunjuk Jokowi untuk memegang lembaga besar seperti dunia Pendidikan. 

Belum lama seorang Nadiem menjadi Menteri Pendidikan sudah banyak melakukan banyak perubahan, seperti menghapus ujian negara (UN) dan membebaskan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang semula melalui pemerintah daerah kini bisa diakses langsung oleh kepala sekolah. 

Gebrakan Nadiem ini membuat sebagian kalangan heran, dengan program gebrakan yang diterapkannya mereka terlihat seperti tidak siap berubah. Bahkan 64 kepala sekolah di Riau mengundurkan diri karena perubahan pengelolaan dana BOS itu hebat kan, tetapi Nadiem tetap komitmen jalan ke depan karena dia memikul tugas yang berat bukan untuk melayani pihak-pihak dengan pola pikir lama, tetapi bagaimana membawa dunia Pendidikan kita semakin bagus kedepannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun