Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jaga Mulutmu di Malam Pemilu: Ujaran Kebencian terhadap Golput dan Relevansinya dengan Tindak Pidana

16 April 2019   19:55 Diperbarui: 16 April 2019   20:29 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luas, membahas soal ujaran kebencian dalam perspektif hukum pidana, seluas membicarakan soal golput yang kini makin bikin takut dan kalut mereka yang turut memilih dan dipilih.

Bukan perdebatan lagi bahwa nyata golput dalam system hukum ketatanegaraan kita telah diberi ruang, di mana bukan hanya undang-undang Pemilu, tapi juga perundangan HAM dan Undang-ndang dasar telah menyakinkan soal itu. Bahwa golput itu tidak masalah.  Malah mesti dijaga haknya,  jangan dipaksa apalagi dihina.  

Tapi masalahnya, yang bikin masalah sekarang ini adalah "mereka-mereka yang ada di bawah" yang selalu mempermasalahkan golput ini. Mencerca, memaki, menghina golput seolah golput adalah perbuatan hina. Tentu ini tidak dilakukan oleh semua, hanya beberapa mereka yang hina saja yang suka melontarkan kata-kata hina yang pada akhirnya menghinakan dirinya sendiri.  

Seperti "golput pengencut, tak bertanggung jawab pada negeri padahal masih numpang makan pada negeri". Lalu  lontaran kalimat yang mengatakan "golput lebih gila dari orang gila". 

Ujaran yang demikan  itu jelas merupakan penghinaan yang mengandung kebencian yang boleh jadi akan  berujung menjadi persoalan pidana. 

Pastinya, ucapan "pengecut" yang ditujukan terhadap golput, juga  ucapan "orang gila"  terhadap golput, itu akan memiliki konsekuensi jika hal ini dipersoalkan oleh mereka yang golput.  Tapi saya yakin para peng-golput akan malas meladeni mereka-mereka yang mengira dirinya pahlawan negeri itu. Rasanya tak akan sampai ke meja pengadilan. Kecil kemungkinan untuk itu. Meski itu bisa saja terjadi. 

Tapi, terlepas dari itu semua, nampaknya  bukan hanya permusuhan antara cebong dengan kampret saja  yang menjadi pemicu perpecahan , tapi kebencian terhadap golput ini bisa jadi mem-provokasi perpecahan  anak negeri ini.

Amatilah tulisan-tulisan (artikel) para kompasianer hari ini. Begitu banyak dari mereka yang mengulas soal golput ini. Itu tidak salah. Tapi akan jadi masalah jika dalam paparannya itu memuat kata-kata, kalimat, pernyataan yang mengandung kebencian pula penghinaan. Mungkin mereka yang menghina tadi akan tertawa-tawa membaca ulasan saya sekarang ini, tapi bila ini benar-benar di bawa kemeja hijau maka saya yakin wajah dan raganya tak akan segagah dan secerah dulu lagi. Lihatlah, Ahmad Dani, meski tak jelas gologan mana yang dihinanya, hanya sekedar berucap "cuuiiihh!"  tapi akhirnya terdakwa juga. 

Begitulah praktek hukum yang terjadi saat ini. Tidak hanya terjadi perluasan makna "ujaran kebencian" atau "penghinaan" saja, tapi nyatanya telah meluas kepada perluasan makna "golongan" yang menjadi subjek hukum  dalam perkara tindak pidana penghinaan dan/atau hal ujaran atau penyebaran kebencian sebagaimana telah diatur oleh KUHP dan UU ITE saat ini. 

Bagi penulis sendiri, saya,  yang golput, dalam menyikapi soal ini mesti dihadapi dengan senyum, tersenyum  geli bahkan, setidaknya sampai detik ini masih berusaha menahan diri. Tapi, sebagai praktisi hukum sejati,  sesekali  ada terbersit di hati, ingin coba menguji soal ini di polisi lalu di pengadilan negeri. Sekedar untuk meneliti, sejauh mana hukum ini bisa berfungsi.  

Beberapa memang sudah saya deteksi, di-inventarisasi, siapa-siapa saja yang akan saya jadikan objek  pengujian, buat bahan penelitian tadi. Mungkin nanti, hasilnya akan sangat berguna bagi praktisi dan akademisi sebagai bahan diskusi. Semua itu, demi kemajuan pembangunan hukum di negeri yang kita cintai ini. Cita-cita yang mulia sekali.  Siapa yang tak akan berterimakasih?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun