Mas Bayu tak ada di dalam kamar. Aku berjalan menuju arah kamar mandi yang berada di sudut kamar. Lagi-lagi tak kutemukan pula Mas Bayu di dalamnya. Keadaan lantai kamar mandi pun masih kering, aneh. Pandangan kusebar ke penjuru kamar. Ruangan ini masih terlihat rapi menandakan belum ada yang menyentuh.
Di kamar ini tidak ada ada jendela, maka itu kami menggunakan Air Condisioner sebagai alat sirkulasi udara. Untuk akses keluar masuk hanya melalui pintu saja. Berdasarkan kondisi ini, aku tetap yakin jika Mas Bayu tadi memang masuk ke bilik ini dan belum keluar sama sekali.
"Mas ... Maaas!"
Lagi-lagi tidak ada sahutan sekali pun. Para tamu datang mengerubungiku. Rasa panik dan cemas mendadak menghantui. Bangunan rumah ini hanya satu lantai. Sangat butuh penjelasan kuat apabila Mas Bayu tidak bisa ditemukan dalam rumah yang sangat minimalis ini. Akan tetapi, faktanya tetap tidak kutemukan batang hidung suamiku itu. Â
"Mas, kamu di mana?"
Degup jantung berdetak kencang, bulu kuduk merinding, napas sesak, itulah yang kurasakan seketika. Mata terasa panas dan bulir-bulir air mulai menetes dari kedua sudutnya. Kakiku lemah menahan tubuh yang lunglai pasrah tak berdaya. Aku benar-benar tidak mampu berpikir dan mencerna semua situasi yang terjadi. Â
Bagaimana mungkin Mas Bayu menghilang? Bukankah tadi jelas dia datang lalu memelukku? Kalau memang betul Mas Bayu adalah korban kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit seperti yang telah diceritakan oleh bapak polisi tadi, lalu yang pulang siapa?
Kabar bahagia belum sempat aku sampaikan. Sebaliknya, kabar duka yang aku terima. Seketika pandanganku berkunang-kunang dan tiba-tiba semua berubah menjadi gelap.
Bruuuk!
***
S. Eleftheria, Desember 2020