Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Melihat Performa Komunikasi Politik Prabowo dari Guyonan "Tampang Boyolali"

7 November 2018   06:05 Diperbarui: 7 November 2018   21:02 3496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari tribunews.com

Kalau mau mengevaluasi diri, seharusnya Prabowo bisa meniru Jokowi dalam urusan komunikasi politik. Meskipun bukanlah seorang orator seperti Prabowo, tapi performa komunikasi politik Jokowi jauh lebih baik.

Oh iya, saya ingin membedakan antara orator politik dan komunikator politik agar kita tidak salah mendefinisikannya.

Pada umumnya, penyampaian pesan oleh seorang orator politik lebih ditekankan pada teknik oral atau berbicara. Sedangkan komunikator politik, bukan hanya lewat orasi atau oral, melainkan menggunakan juga teknik komunikasi simbolik.

Nah, lanjut...saya melihat, ada beberapa pola komunikasi politik persuasif yang digunakan Jokowi sehingga publik lebih mudah mencerna pesan komunikasinya:

Pertama, icing device. Lebih menitikberatkan pada sentuhan emosional, seperti melakukan kunjungan kerja ke daerah terkena dan terdampak bencana alam atau semisal menggendong anak kecil di Papua saat kunjungan kerja. Orang yang melihat aksi Jokowi seperti itu, akan lebih mudah bersimpati dan terenyuh, sehingga Jokowi dianggap mampu memberikan pesan komuniaksi sebagai seorang pengayom masyarakat.

Lain halnya dengan Prabowo, meski katanya beliau menyumbang uang untuk warga Donggala, Sigi, dan Palu, tapi ketidakhadirannya di lapangan jelas kurang memberikan impresi komunikasi yang kuat bagi publik. Sebab itu tak heran jika warga lebih mengelukan Jokowi sebagai sosok populis ketimbang Prabowo.

Kedua, pay off idea. Nah, ini sih biasanya dilakukan Jokowi dengan sering menyampaikan pesan-pesan berupa gagasan atau ide. Sebaliknya, dari Prabowo sendiri maupun timsesnya, malah terdengar lebih nyaring menghujat dan kadang ketahuan menebar hoaks, ketimbang bicara gagasan. 

Ketiga, fear mongering. Ini teknik menyampaikan suatu pesan dengan cara menakut-nakuti. Misalkan, kalau kita tidak sikat gigi dengan pasta A, maka gigi kita bisa berlubang akibat tak ada pelindung dari serangan kuman.

Dalam praktik komunikasi politiknya, kubu Prabowo justru paling sering menggunakan teknik ini, seperti mengatakan Indonesia bisa bubar jika mempertahankan rezim Jokowi lantaran harga sembako melambung, lapangan pekerjaan sedikit, impor melimpah, hutang membengkak dll.

Sebaliknya, dari kubu Jokowi nampak lebih sibuk mengkomunikasikan pesan-pesan optimisem lewat gagasan revolusi mental, bekerja dan bekerja, hutang Indonesia tidak lebih besar dari masa sebelumnya dan kemampuan membayar Indonesia lebih tinggi dari pemerintah sebelumnya dll.     

Lantas, apa hubungannya dengan "Tampang Boyolali", jelas ini berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin dalam mendistribusikan pesan-pesan politik kepada khalayak, terutama berkaitan dengan pengendalian opini publik. Bukankah pidato para pemimpin itu, bagian dari upaya mengendalikan opini publik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun