Mohon tunggu...
SholikulHadi Spd
SholikulHadi Spd Mohon Tunggu... Jurnalis - saya adalah penulis lapas untuk sosial masyarakatan dan pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aquarius

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena "Miskin" tetapi Betah, "Think Tank"

4 Desember 2019   09:58 Diperbarui: 4 Desember 2019   10:15 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Didik SH ( dalam face Up )

Barangkali sementara Bagi orang jawa tak akan heran kalai ada orang yang pekerjaannya Ongkang - Ongkang , dalam istilah lainnya  " nyonggo Bokong " oarang lain , dan ada istilah lain yang menjadi kontoversi dan _paradoksal yaitu : tik Thang _ suatu yang akarab didengar orang jawa , kalau dapat sedikit saja sudah  gampang puas diri dan lalu pamer penghasilannya kepada tetangga, lalu memilih berhenti beristirahat.

Begitulah uniknya  orang jawa yang Lebih besar Empyak keciliken Cagak ,atau ada istilah ingin menyongsong rembulan dalam keadaan Tertidur , selalu bermimpi Panen atas jerih payah Orang lain , tompo beres dan berpolitik, memang khasanah istilah orang Jawa bermunculan di Buku -b uku teliksandi politik , Hal ini dipelajari oleh penulis, betapa sangat licik dan licinnya Orang jawa ini (red.). 

Sementara  analisis Ada orang yang miskin tapi betah, walaupun setiap hari makan n tasi sebungkus demi mencukupi butuh dan membayar hutang, ikanaasin sambal terasi, kadang pakek  tempe busuk katanya sambel tumpang, tetapi orang itu merasa cukup dalam kehidupannya, tai kucing  nestapac, tapi sebaliknya ada juga orang yang banyak uangnya tapi tidak berbahagia  hidupnya, bahkan setiap hari pembawaannya setress melulu. sebab mengharap rejeki turun dari langit tanpa Usaha, hampir tetanggaku kaya cuma dari hasil menghasit dan bisik bisik, dikit dikit , ngtil, mencuri kecil=kecilan.

Utang nggak mau  nyahur, lama kelamaan Ngrampok rame-rame ngrusak pengaruh orang . salah satu korbannya adalah bapak saya yang di kraman Oleh Orang desa saya , Bapak  yang pengusaha kaya raya dan petani Sukses , dipengaruhi petengan hari dan dukun senawi ketri untuk mendukung salah satu calon kepala Desa an Sahuri, kalau nggak salah, akibat salah pilih itu 200 ekor sapi dan asset mati  milik Bapak lendhap, dikrenah,  di akali oleh tumijan cs ( Mbanyu) dan Petengan Suhari waktu itu berkeja sama dengan dukun Snawi  (Snawi  bukan nama sebenarnya ) mereka berkomplot merampok harta  bahkan nyawa Bapak dengan menghasud Suyudi , ekpala Depag untuk mempengaruhi  Bapak agar mendukung Sahuri sebagai teman sesama Profesi di DEPAG waktu itu.

Ral tak adapat dihadang , sial tak dapat dihindari , sekalipun sahuri menang -memenangkan kotak amal , telak  semau asset Bapak dirampas Botoh totohan  di desa Kami , Kami menderita miskin , Ibuk kembali berjualan Gethuk dan kepala di Pasar , kami tiak mampu sekolah , keluarga Kami hancur  Bwerantakan karena pengaruh Totohan" Petinggi ".

Politik calonan petinggi atau kepala desa Adalah puncak Politik tertinggi dan  terdepan di Negeri ini , sehingga , belum Pulihnya sakit hati, dendam  Luka masa lalu , lalu dibikin Isyu baru yang menggegerkan lagi , seperti itulah  " Atakan " yang dimaksudkan.  beban Moral yang kami derita sebagi Orang miskin akibat kekalahan Totohan ditambah dengan kekalahan mertua, lalu ipar dan keponakan saya  yang kalah nyalon Petinggi di desa Kami.

Kekalahan memang menyakitkan dan menorehkan dendam Tujuh turunan, jadi jangan tanya  kalau setiap Musim  "pilkades" seperti ini semua Motif Politik , ekonomi , sosial dan keluarga  keluar semua . tak ada yang bisa membendung, semua Orang kalah dengan ambisi dan trik segelintir Orang yang mnenalankan akal licik kekuasaan , barangkali dengan sejuta Cara , selalu dilakukan dan akan selalu mereka lakukan .  

3 atau sampai 5 tahun bukanlah waktu yang panjang kalau kita jalani dengan sungguh-sungguh, maka tidak akan terasa waktu akan merambat cepat dan akan sampai juga kita tinggal bercermin pada diri sudah samapi mana kita berjalan,  sekarang berapa usia kita, apa yang kita dapatkan dari gontok -gontokan calonan . Coba kita ingat berapa keras kita belajar.  

Saya  mengabdi  di sebuah lembaga samapi   16 tahun  nggak ada hasilnya apa-apa   penghasilan per bulan cumak 600 ribu rupiah kalau ditotal pengeluaran sehari  20 ribu habis, garis hidupnya, kondisi rumah tangga morat marit, kondisi ekonomi pontang- panting nggak aku pernah  dari kebingungan pikiran,, ekonomi sangat minim dan standard , kebanyakan hutang, konflik dalam hati nurani, beban batin,  hostile jiwa, dan selalu  human error, dan bahkan terjadi eksploitasi hebat dalam kehidupan akibat Calonan "petinggi seperti ini . ( Sholihul Hadi_ pengamat POLITIK ekonomi pedesaan _ tinggal di Pati Selatan  )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun